Selasa, 26 Februari 2013

Jadikan Nibbana Sebagai Tujuanmu

 on  with No comments 
In ,  
Jadikan Nibbana Sebagai Tujuanmu[1]
Judul Asli: Let Your Aim be Nibbana
Oleh: Y.M. Ajahn Chah
Penerjemah: Bhagavant.com

Pada saat ini arahkan pikiran Anda untuk mendengarkan Dhamma. Secara tradisi hari ini adalah hari dhammasavana (mendengarkan dhamma). Ini adalah waktu yang tepat bagi kita, para umat Buddha untuk mempelajari dhamma guna meningkatkan kesadaran dan kebijaksanaan kita. Memberi dan menerima ajaran adalah sesuatu yang telah kita lakukan untuk waktu yang lama. Kegiatan yang biasanya kita lakukan pada hari ini, seperti melantunkan pujian kepada Sang Buddha, mengambil sila, bermeditasi, dan mendengarkan ajaran, seharusnya dipahami sebagai cara dan prinsip bagi pengembangan spiritual. Hal itu tidak lebih dari ini.

Sebagai contoh, ketika tiba saatnya untuk mengambil sila, seorang bhikkhu akan membacakan sila-sila dan para umat awam akan berjanji untuk menerimanya. Janganlah salah paham terhadap apa yang terjadi. Sebenarnya adalah, kemoralan merupakan sesuatu yang tidak bisa diberikan. Kemoralan sebenarnya tidak dapat diminta atau diterima dari seseorang. Kita tidak bisa memberikannya pada orang lain. Dalam keseharian kita, kita mendengar orang-orang berkata, “Bhante telah memberikan sila dan kami telah menerima sila”. Kita berbicara seperti ini, disini, dipinggir kota dan menjadi kebiasaan kita dalam cara memahami.

Jika kita berpikir seperti itu, maka kita datang untuk menerima sila dari para bhikkhu pada hari penanggalan bulan (uposatha) dan jika para bhikkhu tidak ingin memberikan sila maka kita tidak memiliki kemoralan, hal itu hanyalah rekaan tradisi yang kita warisi dari nenek moyang kita. Berpikir dengan cara ini berarti kita menyerahkan tanggung jawab kita, kita tidak memiliki kepercayaan yang kuat dan keyakinan pada diri sendiri. Kemudian hal ini dibiarkan diturunkan kepada generasi berikutnya, dan mereka akhirnya juga datang untuk 'menerima' sila dari para bhikkhu. Dan para bhikkhu mulai mempercayai bahwa mereka adalah satu-satunya orang yang 'memberikan' sila kepada umat awam. Kenyataannya, kemoralan dan sila tidak seperti itu. Kemoralan dan sila bukanlah sesuatu yang 'diberikan' atau 'diterima', tetapi saat seremonial pelimpahan jasa dan sejenisnya, kita menggunakan hal ini sebagai ritual berdasarkan tradisi dan menggunakan terminologi (istilah).

Sebenarnya, moralitas terletak pada niat seseorang. Jika Anda memiliki kesadaran yang kuat untuk menahan diri dari tindakan yang membahayakan dan dari perbuatan yang salah yang dilakukan oleh jasmani dan ucapan, maka moralitas akan datang pada diri Anda. Anda perlu mengetahuinya dalam diri Anda sendiri. Tidak apa-apa untuk berjanji pada orang lain. Anda bisa mengingat sila oleh diri Anda sendiri. Jika Anda tidak tahu sperti apa sila itu, maka Anda bisa meminta penjelasan dari orang lain. Hal ini bukanlah sesuatu yang sangat rumit dan jauh. Jadi sebenarnya, kapanpun kita mengharapkan untuk 'menerima' moralitas dan Dhamma, kita segera mendapatkannya.

Hal ini seperti udara yang mengelilingi kita dimana saja. Kapanpun kita menarik nafas, kita akan memperolehnya. Begitu juga dalam hal kebaikan dan kejahatan. Jika kita berharap untuk melakukan kebaikan, kita dapat melakukannya dimana saja, kapan saja. Kita dapat melakukannya sendiri, atau bersama-sama dengan orang lain. Begitu juga dengan kejahatan. Kita dapat melakukannya dengan kelompok besar maupun kecil, ditempat tersembunyi ataupun di tempat terbuka. Sama seperti itu.

Ini adalah hal-hal yang sudah ada. Tetapi untuk moralitas, ini adalah sesuatu yang perlu kita pertimbangkan bagi semua manusia secara umum untuk melatihnya. Seseorang yang tidak memiliki moralitas, tidak berbeda dengan hewan. Jika Anda memutuskan untuk hidup seperti hewan, maka tentunya tidak ada kebaikan maupun kejahatan bagi Anda, karena seekor hewan tidak memiliki pengetahuan seperti itu sama sekali. Seekor kucing menangkap seekor tikus, tetapi kita tidak mengatakan ia melakukan kejahatan, karena ia tidak memiliki konsep atau pengetahuan akan kebaikan dan kejahatan, benar atau salah.

Ini adalah dunia hewan. Sang Buddha menjelaskan bahwa kelompok ini hanya hidup berdasarkan pada kamma hewani. Mereka yang memahami benar dan salah, baik dan jahat adalah manusia. Sang Buddha mengajarkan dhamma-Nya untuk manusia. Jika kita manusia tidak memiliki moralitas dan pengetahuan akan benar dan salah, baik dan jahat, maka kita tidak terlalu berbeda dengan para hewan, jadi adalah hal yang tepat bagi kita untuk belajar dan mempelajari mengenai pengetahuan akan benar dan salah, baik dan jahat, dan membuat diri kita mahir akan hal-hal itu. Hal ini berhubungan dengan prestasi berharga akan eksistensi manusia dan membawa pada keberartian yang penuh.

Dhamma yang paling dalam mengajarkan bahwa moralitas adalah hal yang perlu. Maka dimana ada moralitas, seseorang perlu mengejar dhamma. Moralitas berarti peraturan-peraturan seperti apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan. Dhamma mengacu pada alam dan pada pengetahuan manusia akan alam, bagaimana segala sesuatu eksis berdasarkan alam. Alam adalah sesuatu yang bukan kita buat. Alam eksis dengan sendirinya, berdasarkan pada kondisi-kondisinya. Sebuah contoh sederhana adalah hewan. Spesies/jenis tertentu, seperti burung merak, lahir dengan berbagai macam corak dan warna. Mereka tidak diciptakan oleh manusia atau dimodifikasi oleh manusia, mereka seperti itu sejak lahir, sesuai dengan alam. Ini adalah sebuah contoh kecil bagaimana sesuatu terjadi secara alami.

Segala sesuatu yang alami, eksis dalam dunia, hal ini masih berbicara mengenai pemahaman dari sudut pandang duniawi. Sang Buddha mengajarkan dhamma bagi kita untuk mengetahui alam, untuk melepasnya dan membiarkannya ada berdasarkan kondisi-kondisinya. Hal ini berbicara mengenai di luar dunia materi. Seperti namadhamma, yang berarti pikiran/batin, dimana ia tidak bisa dibiarkan mengikuti kondisi-kondisinya sendiri. Ia (pikiran/batin) harus dilatih. Pada akhirnya, kita dapat mengatakan bahwa pikiran adalah guru bagi jasmani dan ucapan, jadi ia perlu dilatih secara baik. Membiarkan pikiran pergi berdasarkan keinginannya sendiri hanya membuat seseorang menjadi seekor hewan. Pikiran perlu diarahkan dan dilatih. Pikiran perlu mengetahui sifat alaminya, tetapi tidak perlu terus membiarkannya mengikuti sifat alaminya.

Kita lahir di dunia ini dan kita secara alami memiliki masalah akan kehausan (lobha), kebencian (dosa), dan hayalan (moha). Kehausan (lobha) membuat kita haus terus akan bebagai macam hal dan membuat pikiran dalam kondisi yang tidak seimbang dan kacau. Secara alami seperti itu. Bukan hanya membiarkan pikiran mengejar dorongan kehausan ini. Hal itu hanya mengalah pada nafsu dan penderitaan. Adalah lebih baik untuk melatih dalam dhamma, dalam kebenaran.

Ketika kebencian timbul dalam diri kita, kita ingin mengekspresikan kemarahan kepada orang lain, mungkin secara langsung melakukan penyerangan fisik atau bahkan membunuh orang lain. Tetapi kita jangan hanya membiarkan saja sesuai dengan sifat alaminya. Kita tahu sifat alami apa yang sedang timbul di sana. Kita melihatnya seperti apa adanya, dan megajarkan pikiran mengenai hal ini. Demikianlah mempelajari dhamma.

Sama juga dengan hayalan, ketika hal itu muncul, kita menjadi bingung akan segala sesuatu. Jika kita membiarkannya seperti apa adanya, maka kita berada dalam kebodohan batin. Jadi sang Buddha memberitahu kepada kita untuk mengetahui sifat alami, untuk melatih dan mengatur sifat alami, untuk mengetahui apa sebenarnya alam itu.

Sebagai contoh, seseorang lahir dengan tubuh fisik dan pikiran. Pada permulaan, lahirlah bentuk tubuh fisik dan pikiran, dipertengahan mereka berubah, dan pada akhirnya mereka mengalami pemadaman. Ini adalah hal yang umum, inilah sifat alami mereka. Kita tidak bisa melakukan banyak hal untuk mengubah kenyataan ini. Kita melatih pikiran sebisa kita, dan ketika waktunya tiba kita harus melepaskannya semua. Hal ini melampaui kemampuan manusia untuk mengubah hal ini atau untuk mendapatkan hal di luar itu.

Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha merupakan sesuatu yang bisa diterapkan selagi kita ada di sini, untuk melakukan tindakan, perkataan, dan pikiran yang benar dan sepatutnya. Artinya, Ia mengajarkan mengenai pikiran manusia sehingga manusia tidak akan terperdaya dalam sifat alaminya, realitas dan anggapan umum. Guru Buddha mengajarkan kita untuk melihat dunia. Dhamma-nya merupakan ajaran yang mengatasi dan melampaui dunia. Kita berada di dunia. Kita lahir di dunia ini, ia mengajarkan kita untuk melampaui dunia, bukan menjadi tahanan bagi kebiasaan dan cara-cara duniawi.

Hal ini seperti sebuah berlian yang jatuh ke dalam kubangan lumpur. Tak perduli betapa banyaknya lumpur dan kotoran yang menutupinya, hal itu tidak menghilangkan sinar, warna dan nilai dari berlian itu. Meskipun lumpur itu menempel padanya, berlian tetap tidak kehilangan apapun, tetapi tetap sama seperti asalnya. Mereka adalah dua hal yang berbeda.

Jadi Sang Buddha mengajarkan untuk mengatasi dunia ini, yang berarti mengetahui dunia secara jelas. Yang Beliau maksud dengan 'dunia' bukanlah mengenai tanah, langit dan unsur-unsur, tetapi lebih kepada pikiran, roda samsara yang ada dalam pikiran manusia. Yang Beliau maksud dengan roda adalah dunia ini. Inilah dunia yang Sang Buddha ketahui secara jelas, ketika kita berbicara tentang mengetahui dunia secara jelas, kita berbicara mengenai hal-hal ini (perihal diri manusia). Jika bukan mengenai perihal diri manusia, maka Sang Buddha harus terbang kemana saja untuk 'mengetahui dunia secara jelas'. Hal ini bukanlah seperti itu. Ini merupakan hal yang pokok/utama. Semua dhamma berasal dari hal pokok. Seperti manusia, yang berarti pria dan wanita. Jika kita mengamati seorang pria dan seorang wanita, kita megetahui sifat alami dari manusia di alam semesta. Mereka tidaklah berbeda.

Atau mempelajari mengenai panas. Jika kita mengetahui satu hal ini, kualitas dari menjadi panas, maka tidaklah menjadi masalah apakah sumber atau penyebab dari panas itu, seperti itulah kondisi dari 'panas' itu. Mengetahui satu hal ini, maka dimana saja yang memungkinkan adanya rasa panas di semesta ini, maka rasanya sama seperti itu. Jadi Sang Buddha mengetahui satu hal pokok, dan pengetahuan-Nya meliputi dunia. Sang Buddha mengetahui rasa dingin dengan cara yang pasti, ketika Beliau menemukan rasa dingin dimanapun di dunia, Beliau sudah mengetahuinya terlebih dahulu. Beliau mengajarkan satu hal pokok, bagi makhluk hidup di dunia untuk megetahui dunia, unutk mengetahui sifat alami dari dunia. Seperti mengetahui manusia. Mengetahui manusia pria dan wanita, mengetahui perihal keberadaan makhluk hidup di dunia. Seperti itulah pengetahuan-Nya. Mengetahui satu hal pokok, Beliau telah mengetahui segala hal.

Dhamma yang Sang Buddha uraikan adalah untuk melampaui penderitaan. Mengenai apa sajakah 'melampaui penderitaan' ini? Apa yang harus kita lakukan untuk 'lepas dari penderitaan'? Diperlukan bagi kita untuk melakukan pembelajaran, kita perlu datang dan mempelajari pikiran dan perasaan yang ada dalam diri kita. Hanya itu. Kadang kala kita tidak bisa berubah dengan segera. Jika kita bisa mengubahnya, kita bisa bebas dari semua penderitaan dan ketidakpuasan dalam hidup, hanya dengan mengubah satu hal pokok ini saja yaitu kebiasaan sudut pandang duniawi kita, cara kita berpikir dan merasakan. Jika kita ingin memiliki pengertian baru akan segala sesuatu, pemahaman yang baru, maka kita perlu melebihi persepsi dan pemahaman lama kita.

Dhamma asli Sang Buddha bukanlah sesuatu yang mengacu pada hal-hal yang jauh. Dhamma mengajarkan mengenai diri. Mengajarkan tentang atta, diri dan ini semua bukanlah diri yang sesungguhnya (anatta). Itu saja. Semua ajaran yang diberikan oleh Sang Buddha menunjukkan bahwa 'ini bukanlah diri, ini bukanlah milik diri, tidak ada sesuatu seperti diri milik sendiri atau diri milik orang lain'. Ketika kita berhubungan dengan hal ini, kita tidak benar-benar membacanya, kita tidak 'menerjemakan' Dhamma secara benar. Kita masih berpikir 'inilah aku', 'inilah miliku'. Kita melekat pada segala sesuatu dan mengumpulkannya dengan penuh arti. Ketika kita melakukan hal ini, kita belum dapat terbebas dari mereka, keterikatan menjadi lebih dalam dan kekacauan menjadi semakin memburuk. Jika kita megetahui bahwa tidak ada diri sesungguhnya, bahwa batin dan jasmani sesungguhnya adalah anatta, seperti yang Sang Buddha ajarkan, maka ketika kita tetap dalam penyelidikan, dengan segera kita akan menyadari kondisi dari ketanpa-akuan sesungguhnya.

Kita akan menyadari dengan sebenarnya bahwa tidak ada diri sendiri ataupun diri orang lain. Kenikmatan hanyalah kenikmatan. Perasaan hanyalah perasaan. Ingatan hanyalah ingatan. Pikiran hanyalah pikiran. Mereka adalah segala hal yang 'hanyalah' demikian adanya. Kebahagiaan hanyalah kebahagiaan; penderitaan hanyalah penderitaan. Kebaikan hanyalah kebaikan, kejahatan hanyalah kejahatan. Segala sesuatu yang eksis 'hanyalah' demikian adanya. Tidak ada kebahagiaan yang sejati atau penderitaan yang sejati. Mereka hanyalah kondisi-kondisi yang ada. Hanya kebahagiaan, hanya penderitaan, hanya panas, hanya dingin, hanya suatu makhluk atau seseorang. Anda perlu terus mencari untuk melihat bahwa hal-hal yang 'hanya' seperti itu sangat banyak. Hanya tanah, hanya air, hanya api, hanya udara. Kita tetap perlu 'membaca' hal-hal ini dan menyeledikinya. Dengan demikian segera persepsi kita akan berubah, kita akan memilki perasaan yang berbeda akan hal-hal ini. Keyakinan yang kuat akan adanya diri dan segala sesuatu adalah milik diri akan berangsur-angsur terlepas. Ketika pemikiran akan hal-hal ini tersingkir, maka persepsi yang berlawanan akan terus meningkat dengan mantap.

Ketika penyadaran tentang anatta menjadi penuh, maka kita akan mampu untuk berhubungan dengan berbagai hal di dunia ini, harta benda dan hubungan yang paling berharga, teman-teman dan relasi, kekayaan, pencapaian dan status, sama seperti yang kita lakukan terhadap pakaian kita. Ketika baju dan celana masih baru, kita megenakannya, mereka mejadi kotor dan kita mencucinya, suatu waktu pakaian itu menjadi tidak berguna dan kita membuangnya. Tidak ada hal yang luar biasa, kita tetap membuang hal-hal tua dan mulai mengenakan pakaian baru.

Jadi kita akan memiliki perasaan yang sama persis terhadap keberadaan kita di dunia ini. Kita tidak akan menangis ataupun merintih terhadap segala seuatu. Kita tidak akan menderita dan disusahkan olehnya. Mereka tetap merupakan hal yang sama seperti sebelumnya, tetapi perasaan dan pemahaman kita terhadap mereka telah berubah. Sekarang pengetahuan kita akan menjadi mengagumkan dan kita akan melihat kebenaran. Kita akan mencapai pandangan tertinggi dan pengetahuan sejati akan dhamma tersebut yang harus kita ketahui. Sang Buddha mengajarkan dhamma yang harus kita ketahui dan kita lihat. Dimanakah dhamma yang harus kita ketahui dan ita lihat itu? Ia ada disini bersama kita, tubuh dan pikiran ini. Kita telah memilikinya, kita perlu mengetahui dan melihatnya.

Sebagai contoh, kita semua lahir di dunia masa ini. Apapun yang kita peroleh dari dunia ini, kita akan kehilangan. Kita sudah melihat manusia lahir dan melihat mereka mati. Kita hanya melihat hal ini terjadi, tetapi tidak melihatnya secara jelas. Ketika ada suatu kelahiran, kita bergembira atasnya, ketika seseorang meninggal kita menangis untuk mereka. Tidak ada akhirnya. Hal itu berjalan seperti ini, dan tidak ada akhir bagi kebodohan kita. Melihat kelahiran, kita bersikap sangat bodoh. Yang ada hanyalah kebodohan yang tidak berakhir. Mari kita lihat semua ini. Hal-hal ini adalah kejadian yang alami. Renungkan dhamma disini, dhamma yang perlu kita ketahui dan kita lihat. Dhamma ini ada saat ini juga. Bentuklah pikiran Anda terhadap hal ini.

Gunakan pengendalian dan pengekangan diri. Sekarang kita berada di tengah-tengah segala hal dari kehidupan ini. Kita tidak perlu merasa takut akan kematian. Jangan takut mati, dibandingkan akan takut jatuh ke neraka. Anda perlu merasakan takut untuk melakukan kesalahan ketika Anda masih hidup. Yang kita hadapi ini adalah hal-hal yang lama, bukanlah hal yang baru. Beberapa orang hidup tetapi tidak mengetahui sama sekali diri mereka sendiri. Mereka berpikir, ''apa masalah besar dari apa yang saya lakukan sekarang ini, saya tidak dapat mengetahui apa yang terjadi ketika saya mati''. Mereka tidak berpikir untuk benih-benih baru yang diciptakan untuk masa depan. Mereka hanya melihat buah masa lampau. Mereka hanya memandang pengalaman masa sekarang, tidak menyadari bahwa jika ada buah, pastilah ada benih dan di dalam buah yang kita miliki sekarang terdapat benih-benih masa depan. Benih-benih ini hanya menunggu untuk ditanam. Perbuatan yang lahir dari ketidaktahuan (kebodohan) meneruskan rangkaian ini dengan cara demikian, tetapi ketika Anda memakan buahnya, Anda tidak akan memikirkan apapun implikasinya (hubungan keterlibatan).

Dimana saja pikiran memiliki banyak kemelekatan, disanalah kita akan mengalami penderitaan yang besar, kekuatan besar. Tempat dimana kita mengalami banyak permasalahan adalah tempat dimana kita memiliki banyak daya tarik, keinginan, dan perhatian. Cobalah untuk memecahkan hal ini. Sekarang, saat Anda masih hidup dan bernafas, tetaplah memperhatikan dan membacanya, sampai Anda mampu 'menerjemahkan' nya dan memecahkan masalah.

Apapun yang kita alami sebagai bagian dari kehidupan kita sekarang, suatu hari kita akan berpisah darinya. Jadi janganlah hanya menyia-nyiakan waktu. Latihlah pengembangan spiritual. Ambil perpisahan, perceraian, dan kehilangan ini segera sebagai objek dari perenungan, pada masa sekarang, sampai Anda pandai dan mahir didalamnya, sampai Anda dapat melihat bahwa hal itu adalah hal yang biasa dan alami. Ketika kegelisahan dan penyesalan muncul, miliki kebijaksanaan untuk mengenali batas-batas dari kegelisahan dan penyesalan itu, untuk mengetahui apa sebenaranya mereka itu menurut kebenaran. Jika Anda dapat menyadari hal-hal ini dengan cara ini, maka kebijaksanaan akan muncul. Tetapi secara umum orang-orang tidak mau menyelidikinya. Kapan saja penderitaan muncul, kebijaksanaan dapat muncul di sana, jika kita meyelidikinya.

Dimana pengalaman yang menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan terjadi, kebijaksanaan dapat muncul di sana. Jika kita mengetahui penderitaan dan kebahagiaan sebagaimana sebenarnya mereka, maka kita mengetahui Dhamma. Jika kita mengetahui Dhamma, kita mengetahui dunia secara jelas, jika kita mengetahui dunia secara jelas kita mengetahui Dhamma.

Sebenarnya, untuk kebanyakan dari kita, jika sesuatu itu tidak menyenangkan, kita tidak ingin benar-benar mengetahui mengenainya. Kita terperangkap dalam kebencian kepadanya. Jika kita tidak menyukai seseorang, kita tidak ingin melihat wajah mereka atau dekat dengan mereka di mana saja. Ini adalah tanda dari kebodohan, ketidakcakapan seseorang, ini bukanlah cara dari seorang yang baik. Jika kita menyukai seseorang, maka tentunya kita dekat dengan mereka, menerima kesenangan dari mereka. Ini juga kebodohan. Mereka sebenarnya sama, seperti telapak tangan dan belakang tangan. Ketika kita membalikkan tangan ke atas dan melihat telapak tangan, belakang tangan tersembunyi dari pandangan. Ketika kita membalikkannya lagi, maka telapak tangan tidak terlihat. Kesenangan menyembunyikan kesakitan, dan kesakitan menyembunyikan kesenangan dari pandangan kita. Kesalahan menutupi kebenaran, kebenaran menutupi kesalahan. Hanya dengan memperhatikan satu sisi saja, pengetahuan kita tidaklah lengkap sempurna.

Mari lakukan sesuatu secara lengkap sempurna, selama kita masih memiliki hidup. Teruslah memperhatikan sesuatu, memisahkan kebenaran dari kesalahan, memperhatikan bagaimana sebenarnya sesuatu itu, mencapai akhir daripadanya, mencapai kedamaian. Ketika waktunya tiba, kita akan mampu memotong dan terlepas secara penuh. Sekarang kita harus sekuat tenaga memisahkan segala sesuatu, terus berusaha memotongnya.

Sang Buddha mengajarkan tentang rambut, kuku, kulit dan gigi. Ia mengajarkan kita untuk memisahkannya. Seseorang yang tidak mengetahui mengenai pemisahan, ia hanya mengetahui tentang memegangnya untuk diri mereka sendiri. Sekarang sementara kita belum berpisah dari hal-hal ini, kita perlu mahir dalam meditasi terhadap mereka. Kita belum meninggalkan dunia ini, jadi kita perlu berhati-hati. Kita perlu banyak merenung, banyak memberikan dana, banyak mengulang kitab, banyak mengembangkan; mengembangkan perenungan akan ketidakkekalan, ketidakpuasan, ketanpaakuan. Meskipun jika pikiran tidak mau mendengarnya, kita perlu terus menghancurkan hal-hal itu seperti ini dan terus mengetahuinya pada masa sekarang. Hal ini dapat dilakukan oleh manusia. Seseorang dapat menyadari pengetahuan yang melebihi dunia itu. Kita terperangkap di dunia. Inilah cara untuk 'menghancurkan' dunia, melalui perenungan dan melihat melampaui dunia sehingga kita dapat melebihi dunia kita. Meskipun sementara kita hidup di dunia ini, pandangan kita dapat mengatasi dunia.

Dalam keberadaan duniawi, seseorang menciptakan baik kejahatan ataupun kebaikan. Sekarang kita mencoba untuk melatih kebajikan dan meninggalkan kejahatan. Ketika hasil yang baik datang, maka Anda harusnya berada di 'bawah' kebaikan itu, tetapi justru mampu lepas darinya. Jika Anda tidak lepas darinya, maka Anda akan menjadi budak bagi kebajikan dan budak bagi konsep-konsep Anda mengenai kebajikan. Hal ini menempatkan Anda dalam kesulitan, dan tidak akan ada akhir untuk air mata Anda yang menetes. Tidak masalah berapa banyak kebaikan yang telah Anda latih, jika Anda melekat padanya, maka Anda tidak bebas, dan tidak akan ada akhir untuk air mata Anda yang menetes. Tetapi seseorang yang telah melepaskan diri dari kebaikan dan kejahatan tidak akan meneteskan air mata lagi. Mereka sudah kering. Disanalah ada akhir. Kita perlu belajar untuk menggunakan kebajikan, bukan untuk digunakan oleh kebajikan.

Untuk meletakkan ajaran Sang Buddha di dalam kepala kita, yang utama adalah merubah pandangan kita. Adalah mungkin untuk mengubahnya. Yang dibutuhkan hanyalah memperhatikan segala sesuatu, maka hal itupun terjadi. Setelah dilahirkan kita akan mengalami penuaan, sakit, kematian dan perpisahan. Hal-hal ini ada disini (ditubuh kita). Kita tidak perlu melihat ke langit atau ke bawah bumi. Dhamma yang kita perlu, kita lihat dan ketahui dapat dilihat tepat di sini, di dalam diri kita, setiap saat, setiap hari. Ketika ada suatu kelahiran, kita dipenuhi dengan kebahagiaan. Ketika ada kematian, kita berduka. Demikianlah bagaimana kita mengisi kehidupan kita. Ini adalah hal-hal yang perlu kita ketahui, tetapi kita tetap tidak benar-benar mempelajarinya dan mencari kebenaran. Kita terperangkap di dalam kebodohan ini. Kita bertanya, kapan kita akan mendapatkan kesempatan untuk melihat Dhamma, tetapi sebenarnya ia ada disini untuk dilihat pada saat ini.

Inilah Dhamma yang seharusnya kita lihat dan kita pelajari. Inilah yang Sang Buddha ajarkan. Ia tidak mengajarkan mengenai para dewa dan para iblis dan naga, dewa pelindung, setengah dewa, makhluk halus dan sejenisnya. Ia mengajarkan hal-hal yang perlu seseorang ketahui dan lihat. Inilah kebenaran yang kita harus benar-benar mampu menyadarinya. Fenomena eksternal seperti ini, menunjukkan tiga karakteristik. Fenomena internal yaitu tubuh, juga seperti itu. Kebenaran dapat dilhat dari rambut, kuku, kulit, dan gigi. Pada awalnya mereka tumbuh. Sekarang mereka berkurang. Rambut menjadi menipis dan memutih (uban). Seperti ini. Anda melihatnya? Atau Anda ingin mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang tidak dapat Anda lihat? Anda pastilah dapat melihatnya dengan sedikit penyelidikan.

Jika kita benar-benar tertarik dengan ini semua dan merenungi dengan serius, kita bisa mendapatkan pengetahuan yang luar biasa. Jika hal ini adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan, maka Sang Buddha tidak akan berbicara menyinggung mengenai hal ini. Berapa banyak dari puluhan ratus ribu pengikutnya yang telah tersadarkan? Jika seseorang benar-benar tertarik dalam memperhatikan hal-hal ini, seseorang akan menjadi tahu. Seperti itulah Dhamma.

Kita hidup di dunia ini. Sang Buddha menginginkan kita mengetahui dunia. Hidup di dunia, kita mendapatkan pengetahuan dari dunia. Sang Buddha disebut sebagai Lokavidu, seseorang yang mengetahui dunia dengan jelas. Artinya, hidup di dunia ini tetapi tidak terperangkap dalam cara-cara dunia; hidup diantara banyak daya tarik dan kebencian, tetapi tidak terperangkap dalam daya tarik dan kebencian. Hal ini dapat dibicarakan dan dijelaskan dalam bahasa biasa.

Secara normal kita berbicara dalam istilah atta, diri, berbicara mengenai aku dan milikku, kamu dan milikmu, tetapi pikiran dapat mengingat tanpa terganggu sama sekali dalam merealisasikan anatta, ketanpaakuan. Pikirkan hal ini. Ketika kita berbicara kepada anak kecil, kita berbicara dengan satu cara, ketika berhadapan dengan orang dewasa, kita berbicara dengan cara yang lain. Jika kita menggunakan kata-kata yang seharusnya cocoknya bagi anak-anak untuk berbicara kepada orang dewasa, atau menggunakan kata-kata orang dewasa untuk berbicara kepada anak-anak, maka hal ini tidak akan berhasil. Sebenarnya dalam pebincangan, kita perlu mengetahui kapan kita berbicara kepada anak-anak. Akan menjadi hal yang tepat untuk berbicara mengenai aku dan milikku, kamu dan milikmu dan seterusnya, tetapi secara mendalam pikiran adalah Dhamma, yang tinggal dalam merealisasikan anatta.

Anda harus memiliki pondasi seperti ini. Oleh karena itu Sang Buddha mengatakan bahwa Anda harus menerima Dhamma sebagai pondasi Anda, dasar Anda. Hidup dan berlatih di dunia, akankah Anda menjadikan diri Anda, ide-ide Anda, nafsu keinginan dan pendapat-pendapat Anda sebagai dasar? Hal itu tidaklah benar. Dhamma-lah yang seharusnya menjadi acuan, patokan Anda. Jika Anda mejadikan diri Anda sebagai patokan, Anda akan terikat pada diri. Jika Anda menjadikan orang lain sebagai patokan Anda, maka Anda akan terus tergila-gila padanya. Memperbudak diri sendiri atau kepada orang lain bukanlah cara dari Dhamma. Dhamma tidak mengarah pada siapapun atau mengikuti personalitas apapun. Ia mengikuti kebenaran. Dhamma tidak secara sederhana berdasarkan pada suka atau tidak suka seseorang; reaksi-reaksi kebiasaan seperti itu tidak ada hubungan dengan kebenaran akan sesuatu.

Jika kita benar-benar menyadari semua hal ini dan menyelidikinya secara seksama untuk mengetahui kebenaran, maka kita akan memasuki jalan yang benar. Cara kita hidup akan menjadi benar. Berpikir akan menjadi benar. Tindakan-tindakan dan perkataan akan menjadi benar. Jadi kita harus benar-benar memeriksa semua hal ini. Mengapa kita memiliki penderitaan? Karena miskin akan pengetahuan, tidak memahami sebab musabab, inilah kebodohan. Ketika ada kebodohan ini, maka beragam nafsu keinginan muncul, dan dikendalikan oleh mereka, kita menciptakan segala penyebab penderitaan. Maka hasilnya pasti penderitaan. Ketika Anda mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan korek api, dan kemudian Anda tidak mengharapkan panas apapun, apa yang Anda perkirakan? Bukankah Anda menciptakan api? Demikian asal-muasalnya.

Jika Anda benar-benar memahami hal ini, maka moralitas akan lahi disini. Dhamma akan lahir di diri kita. Jadi siapkanlah diri Anda. Sang Buddha menasehati kita untuk mempersiapkan diri kita. Anda tidak memerlukan begitu banyak urusan atau kegelisahaan akan segala sesuatu. Lihat di sini saja. Carilah di tempat dimana tanpa nafsu keinginan, tempat tanpa ada bahaya. Nibbana paccayo hotu, Sang Buddha mengajarkan, biarkan diri kita menjadi penyebab bagi Nibbana.

Jika diri kita bisa menjadi penyebab untuk merealisasikan Nibbana, maka artinya adalah mencari di tempat dimana segalanya kosong, dimana segalanya telah dilakukan, dimana mencapai akhir, dimana mereka merasa lelah. Carilah di tempat dimana tidak ada lagi segala penyebab, dimana tidak ada lagi diri atau diri orang lain, aku dan milikku. Pencarian ini menjadi penyebab atau kondisi, kondisi untuk mencapai Nibbana. Kemudian mempraktekkan kedermawan menjadi sebab untuk merealisasikan Nibbana. Mempraktekkan kemoralan menjadi sebab untuk merealisasikan Nibbana. Jadi, kita dapat mendedikasikan seluruh aktivitas Dhamma kita menjadi penyebab Nibbana. Tetapi kita justru tidak mencari Nibbana. Kita melihat pada diri kita sendiri, orang lain dan kemelekatan dan ketamakan yang tiada akhir. Hal ini tidak akan menjadi penyebab bagi Nibbana.

Ketika kita berhadapan dengan orang lain dan mereka berbicara mengenai diri, mengenai aku, milikku, mengenai apa milikku, lalu dengan cepat kita setuju dengan sudut pandang ini. Kita dengan cepat berpikir, ''Yeah, itu benar!'' Tetapi tu tidaklah benar. Meskipun jika pikiran mengatakan, benar, benar, kita harus mengontrolnya dengan kuat. Hal ini sama dengan anak kecil yang takut akan hantu. Mungkin kedua orang tuanya juga takut. Tetapi tidaklah patut bagi kedua orang tuanya untuk mengatakan hal itu; jika mereka mengatakannya, maka si anak akan merasa dirinya tidak memiliki perlindungan atau keamanan. ''Tidak, tentu saja Ayah tidak takut. Jangan khawatir, Ayah di sini. Tidak ada hantu sama sekali. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan''. Baik, mungkin sang Ayah ketakutan juga. Jika ia mulai mengatakannya, maka mereka semua semakin takut kepada hantu yang membuat mereka loncat dan lari, ayah, ibu, dan anak, sehingga mereka meninggalkan rumah.

Ini bukan masalah menjadi cerdik. Anda harus melihat segala sesuatu secara jernih dan belajar bagaimana menghadapinya. Meskipun ketika Anda merasa bahwa ilusi yang muncul sepertinya nyata, Anda harus mengatakan pada diri Anda sendiri bahwa mereka tidak nyata. Lawanlah hal seperti ini. Ajarkan di dalam diri Anda sendiri. Ketika pikiran mengalami keduniawian dalam kaitannya dalam dengan diri, yang mengatakan, ''ini benar'', Anda harus mampu mengatakannya, ''ini tidak benar'', Anda seharusnya mengapung di atas air, bukan tenggelam oleh arus air habitat duniawi. Air membanjiri pikiran kita, jika kita mengejar segala sesuatu, apakah kita pernah melihat apa yang sedang terjadi? Apakah ada seorang pun yang akan 'menjaga rumahnya?'

Nibbana paccayam hotu – Seseorang sama sekali tidak perlu mengarahkan tujuannya ke apapun atau menginginkan apapun. Hanya arahkan pada Nibbana. Segala hal berkaitan dengan kemunculan dan kelahiran, kebaikan dan kebajikan dalam cara keduniawian tidak akan menjangkaunya. Melakukan banyak kebaikan dan kamma baik, mengharapkan hal itu akan menyebabkan kita mencapai beberapa keadaan yang lebih baik, kita tidak perlu berharap akan banyak hal; hanya arahkan secara langsung ke Nibbana. Menginginkan sila, menginginkan ketenangan – kita hanya berakhir pada tempat lama yang sama – tidaklah perlu menginginkan segala hal ini. Kita hanya perlu berharap untuk tempat penghentian.

Hal ini seperti demikian. Sepanjang pemunculan dan kelahiran, kita semua menjadi sangat-sangat khawatir akan sangat banyak hal. Ketika terjadi perpisahan, ketika terjadi kematian, kita menangis dan meratap. Bagi saya, saya hanya dapat berpikir, betapa bodohnya hal ini. Apa yang kita tangisi? Lagipula menurut Anda kemanakah orang-orang akan pergi? Jika mereka masih terikat pada pemunculan dan kelahiran, mereka tidak akan pergi jauh. Ketika anak-anak beranjak dewasa dan pindah ke kota besar Bangkok, mereka tetap memikirkan kedua orang tua mereka. Mereka tidak akan merindukan orang tua dari orang lain, hanya ornag tua mereka saja. Ketika mereka kembali, mereka akan kembali ke rumah orang tua mereka, bukan ke rumah orang lain. Dan ketika mereka pergi lagi, mereka tetap akan berpikir tentang rumah mereka di Ubon.

Apa yang Anda pikirkan? Apakah mereka akan merindukan tempat lain? Jadi, ketika nafas berhenti dan kita mati, tidak masalah melewati berapa kali kehidupan, jika penyebab-penyebab dari pemunculan dan kelahiran masih ada, kesadaran akan berusaha dan mengambil kelahiran di tempat yang dikenalinya. Saya pikir, kita hanya terlalu takut, mengenai semua hal ini. Jadi janganlah berlebihan menangisinya. Pikirkanlah mengenai hal ini. Satta kammam vipassati – kamma mengendalikan semua makhluk dalam beragam jenis kelahiran – mereka tidak akan pergi jauh. Berputar maju dan mundur dalam lingkaran kelahiran, begitu semuanya, hanya berubah penampilan, muncul dengan wajah yang berbeda pada masa mendatang, tetapi kita tidak mengetahuinya.

Hanya datang dan pergi, pergi dan berputar dalam lingkaran samsara, tidak benar-benar pergi kemanapun. Hanya tinggal di sana. Seperti buah mangga yang jatuh digoyangkan dari pohon atau seperti perangkap yang tidak mengenai sarang lebah dan jatuh ke tanah; ia tidak peegi kemanapun. Ia hanya tinggal di sana. Jadi Sang Buddha mengatakan, Nibbana Paccayam Hotu; jadikanlah Nibbana tujuan Anda satu-satunya. Berjuanglah dengan keras untuk memenuhinya; janganlah berakhir seperti buah mangga yang jatuh ke tanah dan tidak pergi kamanapun.

Ubahlah perasaan Anda akan segala sesuatu seperti ini. Jika Anda bisa mengubahnya, Anda akan mengetahui kedamaian yang luar biasa. Ubahlah; datanglah untuk melihat dan mengetahui. Segala sesuatu ini sangat perlu untuk dilihat dan diketahui. Jika Anda melihat dan mengetahui, maka ke mana lagi Anda perlu pergi?

Moralitas akan datang. Dhamma akan datang. Ini tidaklah berada jauh sekali, selidikilah hal ini.

Ketika Anda merubah pandangan Anda, maka Anda akan menya dari bahwa hal ini seperti memperhatikan dedaunan yang gugur dari pepohonan. Ketika mereka menjadi tua dan kering, mereka akan jatuh dari pohon. Dan ketika musimnya datang, mereka akan mulai muncul kembali. Adakah seseorang yang menangis ketika dedaunan gugur atau tertawa ketika mereka tumbuh? Jika Anda menangis dan tertawa, Anda mungkin telah gila, bukankah demikian? Hanya seperti ini. Jika kita dapat melihat segala sesuatu dengan cara seperti ini, kita akan baik-baik saja. Kita akan mengetahui bahwa hal itu hanyalah sifat alamiah dari segala sesuatu. Tidak masalah berapa banyak kelahiran kita alami, hal itu akan selalu seperti ini. Ketika seseorang mempelajari Dhamma, mendapatkan pengetahuan yang jernih dan mengalami suatu perubahan akan pandangan duniawi seperti ini, seseorang akan merealisasikan kedamaian dan menjadi bebas akan kebingungan atas fenomena kehidupan ini.

Tetapi hal yang penting, sebenarnya adalah bahwa kita harus hidup sekarang, dimasa sekarang. Saat ini kita mengalami hasil dari perbuatan-perbuatan kita di masa lampau kita. Ketika makhluk lahir di dunia ini, itu merupakan hasil dari perbuatan masa lampau yang muncul. Apapun kebahagiaan ataupun penderitaan yang dimiliki para mkhluk pada masa sekarang merupakan buah dari apa yang telah mereka perbuat dari masa sebelumnya. Dilahirkan pada masa lampau dan dialami pada masa sekarang. Kemudian pengalaman masa sekarang ini menjadi dasar bagi masa depan, sepanjang kita menciptakan penyebab-penyebab selanjutnya dalam pengaruhnya, maka pengalaman masa depan menjadi hasilnya. Pergerakan dari satu kelahiran ke kelahiran selanjtunya juga terjadi seperti ini. Anda harus memahami hal sperti ini.

Mendengarkan dhamma dapat memecahkan keragu-raguan Anda. Hal ini dapat menjernihkan pandangan Anda terhadap segala sesuatu dan merubah cara hidup Anda. Ketika keragu-raguan telah terpecahkan, penderitaan akan berakhir. Anda menghentikan penciptaan nafsu keinginan dan penderitaan batin. Kemudian, apapun yang Anda alami, jika sesuatu tidak menyenangkan bagi Anda, Anda tidak akan menderita karenanya, karena Anda memahami perubahannya. Jika sesuatu menyenangkan bagi Anda, Anda tidak akan terbawa dan mabuk kepayang olehnya, karena Anda memahami ketidakkekalan dan tahu bagaimana untuk memecahkan segala hal ini berdasarkan Dhamma. Anda mengetahui bahwa kondisi baik ataupun buruk selalu mengalami perubahan. Mengetahui fenomena internal (dalam), Anda mengetahui fenomena eksternal (luar). Tidak melekat pada yang eksternal, Anda tidak melekat pada yang internal. Mengamati segala sesuatu dalam diri Anda sendiri atau diluar Anda sendiri, semuanya adalah benar-benar sama.

Dengan cara seperti ini, kita dapat hidup dalam keadaan yang alami damai dan tenang. Jika kita dikritik kita tetap merasa tidak terganggu, jika kita dipuji kita tidak merasa terganggu. Biarkan segala sesuatu seperti ini, tidak terpengaruh oleh yang lain. Inilah kebebasan. Mengetahui dua pinggiran ekstrem seperti apa adanya mereka, seseorang dapat mengalami kesejahteraan. Seseorang tidak akan berhenti pada sisi manapun. Inilah perdamaian dan kebahagiaan sejati, melampaui semua hal-hal dunia. Seseorang melampaui hal-hal dunia. Seseorang melampaui kebaikan dan kejahatan. Mengatasi sebab dan akibat, melampaui kelahiran dan kematian. Lahir di dunia ini, seseorang dapat melampaui dunia. Melampaui dunia, mengetahui dunia, inilah tujuan dari ajaran Sang Buddha. Beliau tidak bertujuan agar manusia menderita, beliau menginginkan manusia mencapai kedamaian, mengetahui kebenaran akan segala sesuatu dan merealisasikan kebijaksanaan. Inilah dhamma, mengetahui sifat alami dari segala sesuatu. Apapun yang ada di dunia ini adalah alam. Tidak perlu bingung karenanya. Dimanapun Anda berlaku hukum yang sama.

Hal yang paling penting adalah ketika kita masih hidup, kita harus melatih pikiran bahkan untuk dalam berhubungan dengan segala sesuatu. Kita perlu dapat membagikan kekayaan dan harta benda kita. Ketika waktunya tiba, kita perlu memberikan beberapa bagian kepada yang membutuhkan, sama seperti ini, kita merasakan kebahagiaan, dan jika kita dapat membagikan semua kekayaan kita, maka kapanpun nafas kita berhenti, tidak akan ada kemelekatan atau kekhawatiran karena segala sesuatunya telah lenyap. Sang Buddha mengajarkan untuk, ''matilah sebelum Anda mati, akhirilah sebelum segalanya berakhir''. Maka Anda akan berada dalam ketentraman. Biarkanlah mereka berakhir sebelum mereka berakhir. Inilah yang menjadi perhatian Sang Buddha dalam mengajarkan Dhamma. Meskipun Anda mendengarkan Dhamma selama beratus-ratus atau beribu-ribu tahun lamanya, jika Anda tidak memahami hal ini, Anda tidak akan menyingkirkan penderitaan Anda dan Anda tidak akan menemukan kedamaian.

Anda tidak akan melihat Dhamma. Tetapi dengan memahami segala sesuatu ini berdasarkan pada apa yang Sang Buddha tekankan dan mampu memecahkan (menyelesaikan) berbagai hal inilah yang disebut sebagai melihat Dhamma. Sudut pandang terhadap segala sesuatu seperti ini dapat menciptakan akhir dari penderitaan. Ia dapat melepaskan segala tekanan dan kesukaran. Siapapun yang bekerja keras dengan sungguh-sungguh dan tekun dalam berlatih, yang dapat memikul, yang berlatih dan mengembangkan dirinya secara penuh, orang tersebut akan mencapai kedamaian dan penghentian. Dimanapun mereka tinggal, mereka tidak akan memiliki penderitaan. Apakah mereka orang muda atau tua, mereka akan bebas dari penderitaan. Apapun situasi mereka, apapun pekerjaan yang harus mereka lakukan, mereka tidak akan memiliki penderitaan, karena pikiran mereka telah mencapai tempat dimana penderitaan telah padam, dimana ada kedamaian. Sama seperti ini. Ini adalah hal yang alamiah.

Sang Buddha mengatakan demikian untuk mengubah persepsi seseorang, sehingga muncullah Dhamma. Ketika pikiran selaras dengan Dhamma, maka Dhamma akan masuk kedalam 'hati' (batin). Pikiran dan Dhamma menjadi tidak dapat dibedakan. Inilah sesuatu yang perlu disadari oleh mereka yang berlatih, mengubah pandangan dan pengalaman seseorang akan segala sesuatu. Seluruh Dhamma adalah paccattam (bersifat pribadi). Ia tidak dapat diberikan oleh seseorang; hal yang tidak mungkin untuk diberikan. Jika kita memegangnya sebagai sebuah kesulitan, maka ia akan menjadi sesuatu yang sulit. Jika kita menerimanya sebagai suatu kemudahan, maka ia akan menjadi sesuatu yang mudah. Siapapun yang merenungkannya dan melihat satu hal saja, maka tidak perlu mengetahui berbagai macam hal. Melihat satu hal, melihat kelairan dan kematian, kemunculan dan keberakhiran dari fenomena berdasarkan sifat alamiahnya, seseorang akan mengetahui banyak hal. Ini adalah masalah kebenaran.

Inilah cara sang Buddha. Sang Buddha memberikan ajarannya lebi dari mengharapkan manfaat untuk semua makhluk. Beliau berharap kepada kita untuk lepas dari penderitaan dan mencapai kedamaian. Ini bukan berarti kita harus mati dahulu untuk terlepas dari penderitaan. Kita seharusnya tidak berpikir bahwa kita akan mencapainya setelah mati. Kita bisa terlepas dari penderitaan di sini dan sekarang, dimasa sekarang. Kita melepaskan persepsi kita dari segala hal, diseluruh kehidupan, sampai pandangan itu muncul dari pikiran kita.

Maka, kita akan bahagia ketika kita duduk, kita akan bahagia ketika kita berbaring, dimanapun kita berada kita akan merasakan kebahagiaan. Kita menjadi tanpa kesalahan, tidak mengalami hal-hal yang menyakitkan, hidup dalam kondisi yang merdeka. Pikiran menjadi jernih, terang dan tenang. Tidak ada lagi kegelapan ataupun kekotoran. Itulah seseorang yang telah mencapai kebahagiaan tertinggi dari jalan Sang Buddha. Selidikilah hal ini untuk diri Anda sendiri. Para umat awam, renungkanlah hal ini untuk mendapatkan pemahaman dan kemampuan. Jika Anda memiliki penderitaan, maka berlatihlah untuk mengurangi penderitaan Anda. Jika penderitaan itu besar, buatlah menjadi kecil, dan jika kecil, buatlah menjadi tidak ada. Setiap orang perlu melakukan hal ini untuk mereka sendiri, jadi buatlah tekad untuk mempertimbangkan perkataan-perkataan ini. Semoga Anda sejahtera dan berkembang.

Evam
(Demikian)

[1]. Ceramah ini diberikan oleh Ajahn Chah dalam kunjungan ke Amerika Serikat pada tahun 1979.
Share:

0 Komentar:

Posting Komentar