Minggu, 10 Februari 2013

Milinda Panha - Apendiks

 on  with No comments 
In ,  
Apendiks
Kata Kata Pali dan Istilah Teknis
  • Empat Buah Sang Jalan
    1. Pemenang-Arus (sotappana, tingkat kesucian pertama). Ketika mewujudkan nibbana untuk pertama kalinya, pemenang-arus telah menghancurkan tiga belenggu pandangan salah: percaya adanya pribadi, percaya pada tata-cara dan ritual, dan keraguan. Dia tidak mungkin dapat melakukan kejahatan yang keji, dan seandainya melakukan suatu perbuatan jahat, dia tidak dapat menyembunyikannya. Dia terjamin pasti mencapai tingkat Arahat, paling banyak dalam tujuh kali kelahiran.
    2. Yang-Kembali-Sekali-Lagi (sakadagami, tingkat kesucian kedua). Yang-kembali-sekali-lagi ini telah menghilangkan sebagian besar kekuatan belenggu nafsu keinginan dan niat jahat; dia akan dilahirkan di bumi paling banyak hanya satu kali lagi sebelum mencapai tingkat Arahat.
    3. Yang-Tidak-Kembali-Lagi (anagami, tingkat kesucian ketiga). Yang-tidak-kembali-lagi ini telah sepenuhnya mematahkan belenggu-belenggu nafsu keinginan dan niat jahat; dia tidak akan dilahirkan kembali di bumi tetapi akan mencapai tingkat Arahat di alam-alam yang lebih tinggi, di alam dewa atau alam Brahma.
    4. Arahat. Arahat telah menyingkirkan lima sisa belenggu, telah menghancurkan semua kebodohan batin dan nafsu keinginan, serta mengakhiri semua bentuk kelahiran kembali. Dengan demikian dia mencapai tujuan akhir kehidupan suci. Empat Cara Hidup Tanpa Rasa Takut (vesarajja)
    5. Sang Buddha berkata, “Aku tidak melihat alasan apa pun yang dipakai orang untuk marah terhadapku di dalam hal:
      1. telah sepenuhnya tercerahkan,
      2. banjir-banjir yang telah sepenuhnya dihancurkan,
      3. pengetahuan tentang penghalang kemajuan,
      4. pengetahuan Dhamma yang menuju ke penghancuran banjir-banjir itu.
  • Lima Kelompok Pembentuk Makhluk (khandha)
    Ketika kita mengatakan ‘makhluk hidup’, ini hanyalah suatu cara bicara konvensional. Yang mendasari konvensi ini adalah pandangan salah mengenai kepercayaan akan adanya pribadi, kekekalan dan adanya substansi. Tetapi, apabila kita periksa dengan lebih seksama apakah sebenarnya makhluk hidup atau orang itu, maka yang akan kita temukan hanyalah suatu arus fenomena yang terus menerus berubah. Fenomena-fenomena ini dapat diatur di dalam lima kelompok: tubuh atau fenomena materi, perasaan, persepsi (pencerapan), bentukan-bentukan mental dan kesadaran murni. Ini hanya kategori, dan janganlah menganggap bahwa kelompok-kelompok ini merupakan sesuatu yang stabil.

  • Lima Penghalang (nivarana)
    Nafsu keinginan, keinginan jahat, kelambanan dan kemalasan, keresahan dan penyesalan yang mendalam, serta keraguan. Kekotoran-kekotoran batin ini disebut penghalang karena menghambat perkembangan konsentrasi.

  • Delapan Penyebab Gempa Bumi
    1. Bumi ini ditopang oleh air, air ditopang oleh udara, udara oleh ruang. Kadang-kadang angin besar bertiup kencang dan air tergoncang. Ketika air tergoncang, bumi tergoncang. (Catatan- Air adalah elemen kohesi/ kepaduan atau ketidak-stabilan, udara adalah elemen gerak. Elemen-elemen ini ada sekalipun pada batu karang yang meleleh).
    2. Seorang petapa atau dewa dengan kekuatan yang besar menyebabkan bumi bergoncang lewat kekuatan konsentrasinya.
    3. Ketika Sang Bodhisatta secara sengaja dan sadar meninggal dari surga Tusita, dan terkandung dalam rahim ibunya, bumi besar ini bergoncang.
    4. Ketika Sang Bodhisatta secara sengaja dan sadar keluar dari rahim ibunya, bumi besar ini bergoncang.
    5. Ketika Sang Tathagata mencapai pencerahan tertinggi yang sempurna, bumi besar ini bergoncang.
    6. Ketika Sang Tathagata memutar roda Dhamma, bumi besar ini bergoncang.
    7. Ketika Sang Tathagata secara sengaja dan sadar melepaskan proses mental yang menahan kehidupan, bumi besar ini bergoncang. (Dengan kekuatan kesaktiannya Beliau sebenarnya dapat memperpanjang kehidupannya, tetapi karena tidak diminta, Beliau melepaskan kemungkinan itu dan mengumumkan waktu wafatnya)
    8. Ketika seorang Buddha meninggal dunia dan mencapai Parinibbana, bumi besar ini bergoncang. Sepuluh Belenggu (samyojana)
  • Kamachanda (nafsu), byapada (kemauan jahat), mana (kesombongan), sakkaya-ditthi (percaya adanya pribadi), vicikiccha (keraguan), silabattam (kemelekatan pada ritual dan upacara), ruparaga (nafsu akan keberadaan), issa (iri hati), macchariya (ketamakan), avijja (kebodohan batin).

  • Sepuluh Kesempurnaan (Parami)
    Dana (kedermawanan), sila (moralitas), nekkhama (meninggalkan keduniawian), panna (kebijaksanaan), viriya (semangat), khanti (kesabaran), sacca (kejujuran), adhitthana (tekad), metta (cinta-kasih), upekkha (ketenang-seimbangan).

  • Delapan Belas Sifat Kebuddhaan (Buddhadhamma)
    1-3. Melihat segala hal: di masa lalu, kini dan yang akan datang.
    4-6. Pantas dalam tindakan, ucapan, dan pikiran.
    7-12. Mantapnya hal-hal berikut ini sehingga tidak dapat dicegah oleh yang lain: kehendak, doktrin, hal-hal yang dihasilkan oleh konsentrasi, semangat, pembebasan dan kebijaksanaan.
    13-14. Menghindari kesenangan atau apa pun yang dapat mengundang hinaan, serta perselisihan dan pertikaian.
    15. Mahatahu.
    16. Melakukan segala hal dengan kesadaran penuh.
    17. Melakukan semua hal dengan tujuan tertentu.
    18. Tidak melakukan apa pun dengan memihak secara tidak bijaksana.

  • Tiga Puluh Dua Bagian Tubuh (untuk perenungan)
    Rambut kepala, bulu tubuh, kuku, gigi, kulit; daging, otot, tulang, sumsum tulang, ginjal; jantung, hati, sekat rongga dada, limpa, paru-paru; usus besar, usus kecil, isi perut, makanan di dalam perut, tahi; empedu, lendir, nanah, darah, keringat; lemak padat, lemak cair, ludah, ingus, minyak sendi, air kencing, otak.

  • Abhidhamma- berarti Ajaran yang lebih tinggi. Abhidhamma menggunakan metode analitis. Sementara khotbah-khotbah menggunakan bahasa konvensional manusia atau makhluk, Abhidhamma menggunakan istilah-istilah seperti ‘lima khanda makhluk’.

  • Penyerapan (jhana) – yaitu tahap-tahap konsentrasi mental yang dapat dicapai dengan mengatasi lima rintangan. Hasil dari keadaan-keadaan ini adalah kelahiran kembali di alam Brahma.

  • Latihan Keras (dukkarakarikam) – Ini adalah latihan-latihan penyiksaan diri yang dijalankan oleh Sang Bodhisatta tetapi harus dibedakan dari latihan-latihan petapa (dhutanga), yang walaupun sulit namun bukannya rendah dan bukan pula tidak menguntungkan.

  • Arahat – Lihat Empat Buah dari Sang Jalan.

  • Yunani Bactria (Bactrian Greek) – (Yonaka) Ada beberapa acuan untuk kata yonaka selain yang ada di dalam Milinda Pañha. Sebuah prasasti di gua di Nasik, dekat Bombay, menyebutkan sembilan Yonaka yang merupakan donor, dan Mahavamsa menghubungkannya dengan bhikkhu-bhikkhu dari Yona, seorang Yonadhammarakkhita yang pasti merupakan seorang bhikkhu Yunani Baktria.

  • Bhikkhu – Biarawan Buddhis yang telah menerima penahbisan yang lebih tinggi.

  • Bodhisatta – Makhluk yang sepenuhnya mengabdi untuk mencapai pencerahan sempurna seorang Buddha. Untuk itu dia harus mengembangkan kesempurnaan-kesempurnaan (parami) selama berkalpa-kalpa.

  • Pohon Bodhi – Pohon di mana Sang Bodhisatta menjadi seorang Buddha. Pohon Bodhi Ananda merupakan anak pohon dari pohon aslinya, yang dibawa Ananda ke Savatthi untuk mengingatkan orang-orang pada Sang Buddha jika Beliau sedang pergi. Sebatang anak pohon lain dikirim ke Sri Lanka oleh Raja Asoka dan masih dipuja sampai kini.

  • Brahma – Seorang dewa atau makhluk agung yang berada di alam kehidupan yang terbebas dari hawa nafsu.

  • Brahmacari – Orang yang menjalani kehidupan selibat.

  • Brahmana – Seorang pendeta Hindu atau orang dari kasta itu.

  • Cara (perilaku yang baik) merupakan penyelesaian tugas-tugas. Pengimbangnya, sila, adalah penahanan diri dari perbuatan salah.

  • Jasa (puñña) – Perbuatan-perbuatan baik yang merupakan landasan untuk kebahagiaan dan kemakmuran di dalam lingkaran kelahiran kembali.

  • Peraturan-peraturan yang Minor dan Kurang Penting
    Pengarang Milinda Pañha mengatakan bahwa yang dimaksud dengan peraturan-peraturan minor adalah pelanggaran karena perbuatan salah (dukkata), sedangkan peraturan-peraturan yang kurang penting adalah pelanggaran karena ucapan salah (dubhasita), walaupun dia mengakui bahwa lima ratus bhikkhu thera yang mulia tersebut tidak satu suara mengenai hal ini.

  • Yang-Tidak-Kembali-Lagi - Lihat Empat Buah Sang Jalan.

  • Yang-Kembali-Sekali-Lagi – Lihat Empat Buah Sang Jalan.

  • Parinibbana – Kematian seorang Buddha, Paccekka Buddha, atau Arahat.

  • Patimokkha – 227 peraturan latihan yang diucapkan lagi oleh para bhikkhu pada upacara hari uposatha, setiap bulan baru dan bulan purnama.

  • Masa Vassa – Masa tiga bulan, dari Agustus sampai Oktober, di mana para bhikkhu tetap tinggal di satu tempat. Senioritas seorang bhikkhu diukur dari vassa atau jumlah tahun dia menjadi bhikkhu.

  • Penalaran (Yoniso Manasikara) – Sering diterjemahkan sebagai “perhatian sistematis”. Artinya perhatian akan sifat-sifat yang mengikis kekotoran batin dan bukannya sifat-sifat yang meningkatkan kekotoran batin. Samana – Seorang petapa, tidak harus Buddhis.

  • Buddha Soliter – Pacceka Buddha atau Buddha yang mencapai pencerahan tanpa bantuan seorang Buddha Mahatahu. Tidak seperti Buddha Mahatahu, Buddha Soliter belum sepenuhnya mengembangkan kemampuan untuk mengajar orang lain.

  • Pemenang Arus – Lihat Empat Buah Sang Jalan.

  • Tipitaka – Kumpulan berunsur tiga, yaitu Sutta, Vinaya dan Abhidhamma; yang berupa khotbah, peraturan disiplin dan filsafat – Lihat Kitab Suci Pali.

  • Vedagu – digunakan di Milinda Pañha dengan pengertian suatu jiwa atau sesuatu yang mengalami, yang melihat, mendengar, membau, mencicipi, merasa atau mengetahui. Ini juga merupakan julukan bagi Sang Buddha yang artinya ‘Yang Telah Memperoleh Pengetahuan.’

  • Vinaya – Enam dari Kitab Suci yang menangani disiplin-disiplin para bhikkhu dan berbagai urusan pengaturan lainnya.

  • Visuddhimagga – Buku pegangan yang sangat berharga yang ditulis di dalam bahasa Pali pada abad ke-3 M oleh Yang Mulia Buddhaghosa, yang menjelaskan latihan berunsur tiga: moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan.

Share:

0 Komentar:

Posting Komentar