Dalam proses bekerjanya kamma, terdapat kekuatan atau kondisi yang merugikan dan menguntungkan untuk menghalangi maupun menyokong hukum ini. Kelahiran (gati), waktu atau kondisi (kala) dasar dari kelahiran kembali atau kemelekatan untuk terlahir kembali (upadhi), dan usaha (payoga) bertindak sebagai penyokong dan penghalang yang kuat terhadap berbuahnya Kamma. Meskipun kita tidak sepenuhnya menjadi budak maupun majikan dari kamma kita sendiri, berdasarkan adanya faktor-faktor penghalang dan penyokong, maka berbuahnya kamma dipengaruhi sampai tingkat tertentu oleh keadaan eksternal, lingkungan sekitar, kepribadian, perjuangan individu itu sendiri, dan lain sebagainya.
Ajaran tentang kamma inilah yang menjadi penghiburan, harapan, pegangan, dan keteguhan hati bagi seorang Buddhis. Ketika hal yang tidak diharapkan terjadi, atau menghadapi kesulitan, kegagalan, dan kemalangan, seorang Buddhis menyadari bahwa dia hanya sedang memetik apa yang telah ditanamnya, dia sedang melunasi hutang-hutang masa lampaunya. Daripada bersikap pasrah dan menyerahkan semuanya kepada kamma, dia melakukan usaha yang tekun untuk menyingkirkan tanaman pengganggu dan menanam benih yang bermanfaat, karena masa depan ada di tangan mereka sendiri. Orang yang meyakini hukum Kamma tidak akan mengutuk bahkan orang yang paling jahat sekalipun, karena mereka juga mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri kapan saja. Meskipun ‘ditakdirkan’ untuk menderita di alam-alam sengsara, mereka tetap mempunyai harapan untuk mencapai kedamaian abadi. Melalui perbuatan sendiri mereka menciptakan neraka bagi dirinya sendiri, dan melalui perbuatan sendiri pula mereka menciptakan surga.
Seorang Buddhis yang sepenuhnya meyakini hukum Kamma tidak akan memohon dan berdoa pada ‘sesuatu’ untuk diselamatkan melainkan sepenuhnya bergantung kepada dirinya sendiri untuk mencapai pembebasan. Daripada bersikap pasrah atau bergantung pada hal-hal gaib, ia lebih memilih untuk bergantung pada kekuatan kehendaknya sendiri dan berusaha tanpa kenal lelah demi kebahagiaan dan kesejahteraan semua mahluk. Keyakinan akan kamma membulatkan usahanya dan membangkitkan semangatnya, karena hukum ini mengajarkan untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Bagi seorang Buddhis yang tidak paham, Kamma menjadi penghalang untuk berbuat. Sedangkan bagi mereka yang mengerti, Kamma berfungsi sebagai pendorong untuk melakukan kebajikan. Mereka berusaha untuk menjadi orang yang baik, toleran, dan penuh perhatian. Hukum Kamma ini menjelaskan masalah penderitaan, penguasaan oleh apa yang disebut nasib dan takdir dalam agama lain, dan tentang penyebab semua perbedaan yang ada di antara umat manusia.
Judul asli: The Teory Of Kamma in Buddhism
Oleh: Y.M. Mahasi Sayadaw
Alih Bahasa: Marlin & Bodhi Limas
Editor: Y.M. Bhikkhu Abhipañño
Ajaran tentang kamma inilah yang menjadi penghiburan, harapan, pegangan, dan keteguhan hati bagi seorang Buddhis. Ketika hal yang tidak diharapkan terjadi, atau menghadapi kesulitan, kegagalan, dan kemalangan, seorang Buddhis menyadari bahwa dia hanya sedang memetik apa yang telah ditanamnya, dia sedang melunasi hutang-hutang masa lampaunya. Daripada bersikap pasrah dan menyerahkan semuanya kepada kamma, dia melakukan usaha yang tekun untuk menyingkirkan tanaman pengganggu dan menanam benih yang bermanfaat, karena masa depan ada di tangan mereka sendiri. Orang yang meyakini hukum Kamma tidak akan mengutuk bahkan orang yang paling jahat sekalipun, karena mereka juga mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri kapan saja. Meskipun ‘ditakdirkan’ untuk menderita di alam-alam sengsara, mereka tetap mempunyai harapan untuk mencapai kedamaian abadi. Melalui perbuatan sendiri mereka menciptakan neraka bagi dirinya sendiri, dan melalui perbuatan sendiri pula mereka menciptakan surga.
Seorang Buddhis yang sepenuhnya meyakini hukum Kamma tidak akan memohon dan berdoa pada ‘sesuatu’ untuk diselamatkan melainkan sepenuhnya bergantung kepada dirinya sendiri untuk mencapai pembebasan. Daripada bersikap pasrah atau bergantung pada hal-hal gaib, ia lebih memilih untuk bergantung pada kekuatan kehendaknya sendiri dan berusaha tanpa kenal lelah demi kebahagiaan dan kesejahteraan semua mahluk. Keyakinan akan kamma membulatkan usahanya dan membangkitkan semangatnya, karena hukum ini mengajarkan untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Bagi seorang Buddhis yang tidak paham, Kamma menjadi penghalang untuk berbuat. Sedangkan bagi mereka yang mengerti, Kamma berfungsi sebagai pendorong untuk melakukan kebajikan. Mereka berusaha untuk menjadi orang yang baik, toleran, dan penuh perhatian. Hukum Kamma ini menjelaskan masalah penderitaan, penguasaan oleh apa yang disebut nasib dan takdir dalam agama lain, dan tentang penyebab semua perbedaan yang ada di antara umat manusia.
Judul asli: The Teory Of Kamma in Buddhism
Oleh: Y.M. Mahasi Sayadaw
Alih Bahasa: Marlin & Bodhi Limas
Editor: Y.M. Bhikkhu Abhipañño
0 Komentar:
Posting Komentar