Rabu, 09 Januari 2013

Penggolongan Kamma

 on  with No comments 
In ,  
Penggolongan Kamma
(A) Menurut perbedaan fungsinya, kamma digolongkan empat macam:
1. Janaka kamma (kamma penghasil)
Setiap kelahiran dikondisikan oleh kamma baik atau kamma buruk masa lampau, yang muncul sesaat sebelum kematian. Kamma yang menciptakan kondisi bagi kelahiran yang akan datang disebut sebagai janaka kamma atau kamma penghasil. Kematian seseorang hanyalah merupakan ‘akhir yang sementara dari fenomena yang bersifat sementara pula’. Meskipun wujud yang sekarang musnah, wujud yang lain akan menggantikannya, sesuai dengan getaran pikiran yang dibangkitkan pada momen kematian. Hal ini dikarenakan kekuatan kamma yang menunjang alur kehidupan masih ada. Pikiran terakhir inilah yang secara teknis disebut kamma penghasil. Kamma penghasil menentukan keadaan seseorang di kelahirannya yang berikut.

Kamma penghasil mungkin saja berupa kamma baik ataupun kamma buruk. Menurut Kitab Komentar, kamma penghasil adalah kamma yang menghasilkan kelompok batin dan kelompok jasmani pada saat pembuahan. Kesadaran awal, yang disebut dengan istilah ‘kesadaran kelahiran kembali’ atau pa*isandhi, dikondisikan oleh kamma ini. Bersamaan dengan munculnya ‘kesadaran kelahiran kembali’, timbul pula ‘sepuluh faktor pembentuk fisik’, ‘sepuluh faktor pembentuk seks’, dan ‘sepuluh faktor unsur pokok’ (kāya-bhavavatthu dasaka).

Sepuluh faktor pembentuk fisik terdiri dari:
(a) Empat unsur pokok (mahābhuta):
1. Unsur padat (pațhavi)
2. Unsur cair (āpo)
3. Unsur panas (tejo)
4. Unsur gerak (vāyo)


(b) Empat unsur pembentuk (upādāna rupa), yakni;
1. Unsur warna (vaņņa)
2. Unsur bau (gandha)
3. Unsur rasa (rasa)
4. Unsur nutrisi (ojā)

Kedelapan unsur ini (4 mahābhuta + 4 upādāna = 8) disebut Avinibhoga Rupa (kondisi atau pembentuk yang tidak dapat dipisah atau dibagi).

(c). Unsur kehidupan atau vitalitas (jivitindriya) dan jasmani (kāya).
Kesepuluh unsur ini (8 avinibhoga + 1 jivitindriya + 1 kāya) disebut sebagai sepuluh faktor pembentuk jasmani (kāya dasaka).

Sepuluh faktor pembentuk jenis kelamin terdiri dari 4 mahābhuta, 4 upādāna, 1 jivitindriya, dan 1 jenis kelamin (bhava). Sepuluh faktor unsur pokok terdiri dari 4 mahâbhûta, 4 upādāna, 1 jivitindriya dan 1 landasan kesadaran (vatthu), yaitu; mata, telinga hidung, lidah, dan tubuh / kulit. Dari keterangan di atas, sangat jelas bahwa jenis kelamin ditentukan pada tahap awal pembuahan mahluk hidup. Hal ini dikondisikan oleh kamma dan bukan oleh kombinasi sel sperma dan sel telur yang bersifat kebetulan. Penderitaan dan kebahagiaan yang dialami oleh suatu individu dalam rangkaian hidupnya merupakan akibat yang tidak dapat dihindari dari adanya kamma penghasil.

2. Upathambaka kamma (kamma pendorong / penyokong)
Kamma penyokong adalah kamma yang datang setelah kamma penghasil dan menyokongnya. Kamma ini tidak bersifat baik atau buruk, akan tetapi hanya bersifat membantu atau mempertahankan kekuatan kamma penghasil dalam rangkaian siklus hidup seseorang. Dari sesaat sesudah pembuahan hingga pada saat menjelang kematian, kamma penyokong akan terus bekerja mendorong kamma penghasil. Kamma penyokong yang baik (kusala upathambhaka) akan membantu dalam memberikan kesehatan, kekayaan, kebahagiaan, dsb kepada seseorang yang terlahir dengan kamma penghasil yang baik (kusala janaka). Sebaliknya, kamma penyokong yang buruk (akusala upathambaka) akan membantu dalam memberikan penyakit, penderitaan, dsb kepada seseorang yang terlahir dengan kamma penghasil yang buruk (akusala janaka)

3. Upapilaka kamma (kamma penghalang / pelemah)
Tidak seperti kamma penyokong, kamma penghalang bersifat untuk memperlemah, menghalangi, dan memperlambat berbuahnya kamma penghasil. Sebagai contoh, seseorang yang terlahir dengan kamma penghasil yang baik, bisa saja menderita berbagai macam penyakit, yang mencegahnya menikmati hasil-hasil yang menyenangkan dari perbuatan-perbuatan baik yang telah dia lakukan. Sebaliknya, seekor binatang yang dilahirkan akibat kamma penghasil yang buruk, bisa saja menikmati hidup yang nyaman dengan memperoleh makanan yang baik, tempat tinggal yang layak, dsb, sebagai hasil dari kamma penghalangnya yang baik, yang mencegah berbuahnya kamma penghasil yang buruk.

4. Upaghataka kamma (kamma penghancur)
Menurut hukum Kamma, kekuatan dari kamma penghasil dapat dihapus hanya oleh dorongan kamma berlawanan yang sangat kuat yang dilakukan di masa lampau. Kamma ini mencari kesempatan untuk berbuah dan bisa saja bekerja tanpa disangka-sangka, seperti sebuah daya penghalang berkekuatan besar yang dapat menghentikan lajunya anak panah dan menjatuhkannya ke tanah. Kamma seperti ini disebut sebagai kamma penghancur, yang lebih kuat dibandingkan kedua kamma sebelumnya, karena tidak hanya menghalangi tetapi menghancurkan kekuatan kamma penghasil secara total. Kamma penghancur ini juga dapat bersifat baik atau buruk. Cerita Devadatta dapat digunakan untuk menggambarkan cara kerja dari keempat Kamma di atas.

Devadatta adalah orang yang berusaha untuk membunuh Sang Buddha dan menyebabkan perpecahan dalam Sangha (siswa-siswa Sang Buddha). Kamma penghasil yang baik membawanya terlahir dalam sebuah keluarga kerajaan. Kenyamanan dan kekayaan yang dia peroleh secara terus menerus merupakan perbuatan dari kamma penyokong. Kamma penghalang atau pelemah bekerja pada dirinya ketika dia menjadi bahan hinaan saat dikucilkan oleh Sangha. Akhirnya, kamma penghancur memyebabkan kehidupannya berakhir secara menyedihkan.

(B) Penggolongan kamma, menurut prioritas hasilnya;
1. Garuka Kamma
Garuka Kamma adalah kamma yang berat atau serius –dapat berarti baik atau buruk. Kamma ini menghasilkan buahnya di kehidupan sekarang serta di beberapa kehidupan yang akan datang. Yang merupakan garuka kamma yang baik adalah pencapaian Jhana (tingkatan dalam meditasi). Sedangkan untuk garuka kamma yang buruk, terdapat lima kejahatan kejam / keji yang akan berbuah dengan segera (pañcanantariya kamma), yaitu: membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh seorang arahat, melukai seorang Buddha, dan menyebabkan perpecahan Sangha. Mempertahankan pandangan salah yang permanen juga termasuk garuka kamma.

Sebagai contoh, jika seseorang yang telah mengembangkan jhana dan kemudian ia melakukan salah satu dari kejahatan keji diatas, maka kamma baiknya akan terhapus oleh kamma buruknya yang berkekuatan lebih besar. Kelahirannya yang berikut akan dikondisikan oleh kamma buruk tanpa dapat dicegah oleh pencapaian jhana yang telah dia dilakukan lebih dahulu. Devadatta kehilangan kekuatan batinnya dan terlahir dalam alam yang rendah karena telah melukai Sang Buddha dan menyebabkan perpecahan Sangha. Raja Ajatasattu akan dapat mencapai tingkat kesucian pertama (sotāpanna) jika dia tidak membunuh ayahnya. Dalam kasus ini, kekuatan kamma buruk bertindak sebagai penghalang bagi dirinya untuk mencapai tingkat kesucian.

2. Asanna kamma
Asanna Kamma adalah kamma yang dilakukan oleh seseorang atau diingat seseorang tepat sesaat sebelum kematian. Oleh karena asanna kamma berperanan amat penting dalam menentukan kelahiran yang akan datang, banyak orang di negara Buddhis yang mencurahkan perhatian lebih terhadap kamma ini. Tradisi untuk mengingatkan orang yang hampir meninggal akan semua perbuatan baiknya dan membuat mereka banyak melakukan perbuatan baik menjelang kematiannya masih dilakukan di negara-negara Buddhis. Terkadang seorang yang jahat dapat meninggal dengan tenang dan mendapatkan kelahiran yang baik, jika dia mengingat atau melakukan perbuatan-perbuatan baik pada saat terakhir hidupnya.

Ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa seorang algojo secara kebetulan memberikan dana makanan kepada Yang Ariya Sariputta. Pada saat menjelang kematiannya ia mengingat perbuatan bajik ini dan sabagai akibatnya ia dilahirkan di alam bahagia. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa meskipun algojo tersebut menikmati kelahiran yang menyenangkan, ia akan terbebas dari akibat-akibat perbuatan buruk yang telah terkumpul selama masa hidupnya. Perbuatan-perbuatan itu akan berbuah ketika kesempatannya atau kondisinya tiba. Seseorang yang baik dapat meninggal dengan tidak tenang karena tiba-tiba teringat akan perbuatan buruknya atau karena memiliki pikiran jahat, yang secara bersamaan didukung oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Dalam kitab suci, Ratu Mallika, permaisuri Raja Kosala, mengingat sebuah kebohongan yang telah dilakukannya kepada suaminya sebelum meninggal, dan karena itu ia menderita selama tujuh hari di alam menyedihkan. Jadi, bisa dikatakan pikiran seseorang pada saat menjelang kematian sangat dipengaruhi oleh tingkah laku atau perbuatannya secara umum ketika masih hidup.

3. Acinna Kamma
Acinna Kamma adalah kamma yang dilakukan secara berulang-ulang dan akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasaan, apakah itu baik atau buruk, cenderung membentuk karakter seseorang. Pada saat pikiran kurang waspada, seseorang dapat tergelincir pada pola pikir mentalnya yang sudah menjadi kebiasaan. Pada saat menjelang kematian, jika tidak dipengaruhi oleh faktor-fator lainnya, seseorang biasanya akan mengingat kembali kebiasaan-kebiasaan yang telah dia lakukan. Cunda, seorang tukang jagal, yang tinggal di sekitar vihara tempat Sang Buddha tinggal, meninggal sambil menjerit seperti seekor binatang karena dia menafkahi hidupnya dengan menjagal atau menyembelih binatang. Raja Sri Langka yang bernama Dutthagamini, mempunyai kebiasaan memberikan dana makanan kepada para Bhikkhu sebelum ia sendiri makan. Acinna kamma atau kebiasaan inilah yang menyebabkan ia berbahagia dan tenang pada saat meninggal dan sebagai akibatnya ia terlahir ke alam surga Tusita.

4. Katata kamma
Secara harafiah, kațatā kamma berarti “karena telah dilakukan”. Semua perbuatan yang tidak termasuk dalam penggolongan yang telah disebutkan sebelumnya dan perbuatan yang segera dilupakan setelah dilakukan, termasuk kedalam kategori ini. Hal ini seperti simpanan perbuatan dari si pelaku.

(C) Penggolongan kamma berdasarkan waktu berbuahnya, yakni;
1. Kamma yang berbuah pada kehidupan sekarang (Dițțhadhamma-vedaniya-kamma)
2. Kamma yang berbuah langsung pada kehidupan berikutnya (upapajja-vedaniya-kamma)
3. Kamma yang berbuah pada kehidupan yang akan datang (aparāpariya-vedaniya-kamma)
4. Kamma yang gagal berbuah (ahosi-kamma)

Dițțhadhamma-vedaniya-kamma adalah kamma yang berbuah langsung pada kehidupan sekarang ini juga. Menurut Abhidhamma, seseorang melakukan kebaikan dan kejahatan (kamma) pada saat berlangsungnya proses javana (dorongan / impuls pikiran), yang biasanya berlangsung selama tujuh momen pikiran. Hasil dari momen pikiran yang pertama, yang paling lemah, seseorang dapat memetiknya pada kehidupan sekarang juga. Inilah yang disebut sebagai Dițțhadhamma-vedaniya-kamma. Jika Kamma itu tidak berbuah pada kehidupan sekarang, maka ia disebut sebagai ahosi-kamma (kamma yang gagal berbuah).

Momen pikiran yang ketujuh adalah yang terlemah kedua. Akibat-akibatnya dapat berbuah langsung pada kehidupan berikutnya (kehidupan langsung setelah sekarang). Ini yang disebut sebagai upapajja-vedaniya-kamma. Kamma ini juga akan disebut sebagai ahosi-kamma, jika tidak berbuah pada kelahiran yang berikutnya sesudah sekarang. Akibat dari momen pikiran yang terletak ditengah (momen pikiran kedua hingga keenam) dapat berbuah kapan saja dalam siklus kehidupan seseorang hingga ia mencapai Nibbana. kamma yang seperti ini disebut sebagai aparāpariya-vedaniya-kamma.

Tidak seorang pun, bahkan para Buddha dan Arahat, yang terbebas dari penggolongan kamma ini selama mereka masih menjalani rangkaian kehidupan di alam samsara. Tidak ada penggolongan khusus bagi ahosikamma, akan tetapi ketika perbuatan yang seharusnya menghasilkan akibatnya di kehidupan sekarang atau di kehidupan langsung sesudah sekarang tidak berbuah, maka mereka dinamakan sebagai ahosi-kamma atau kamma yang gagal berbuah.

(D) Penggolongan kamma berdasarkan tempat dimana kamma akan berbuah, yakni;
1. Perbuatan jahat (akusala kamma), yang berbuah di alam-alam penuh nafsu (kāmaloka). (Enam alam surge + satu alam manusia + empat alam sengsara = sebelas kāmaloka). Yang dimaksud disini hanyalah empat alam sengsara.
2. Perbuatan baik (kusala kamma), yang berbuah di alam-alam penuh nafsu (kāmaloka) kecuali di empat alam sengsara.
3. Perbuatan baik (kusala kamma), yang berbuah di alam brahma yang berbentuk (rupa- brahmaloka). Ada enam belas rupa- brahmaloka.
4. Perbuatan baik (kusala kamma), yang berbuah di alam brahma tanpa bentuk (arupa- brahmaloka). Ada empat arupa- brahmaloka.
Judul asli: The Teory Of Kamma in Buddhism
Oleh: Y.M. Mahasi Sayadaw
Alih Bahasa: Marlin & Bodhi Limas
Editor: Y.M. Bhikkhu Abhipañño
Share:

0 Komentar:

Posting Komentar