Selasa, 15 Januari 2013

Mohottiwatte Gunananda Thera

 on  with No comments 
In  
Mohottiwatte Gunananda Thera atau  Migettuwatte Gunananda Thera dilahirkan pada 9 Februari tahun 1823 di desa Mohottiwatta di keluarga Buddhis yang makmur. Para bhikkhu di Sri Lanka, setelah pentahbisan, biasanya menambahkan nama dari desa mereka ke nama mereka sendiri. Gunananda telah memiliki hubungan dekat dengan pendeta Katolik di masa mudanya dan menerima pendidikan di sekolah-sekolah Kristen. Beliau pernah, pada suatu waktu, bahkan mempertimbangkan untuk menjadi seorang pendeta Kristen. 

Akan tetapi, beliau berubah pikiran setelah berhubungan dengan beberapa bhikkhu dari desanya dan ditahbiskan sebagai Bhikkhu di usia ke 20, di Vihara Dodanduwa Gala Uda oleh Y.M. Thelikada Sonutthara Thera, menjadi anggota dari kelompok persaudaraan Amarapura. Kecakapan pidatonya dengan segera menjadi nyata dan beliau juga mulai memperoleh kecakapan besar dalam ajaran-ajaran Buddha. 

Pada suatu hari beliau membaca majalah Buddha Sahodaraya (Sinhala Buddha Brotherhood), beliau melihat bahwa umat Buddha di Colombo tunduk pada diskriminasi agama oleh umat Kristen. Setelah mempelajari bahwa umat Buddhis di Colombo merupakan subjek tekanan dari misionaris dan diskriminasi oleh pemerintah, beliau pindah kesana dan mulai mempertahankan ajaran Buddha dengan publikasi dan pidatonya. 

Di tahun 1862, beliau membentuk ‘Society for the Propagation of Buddhism’ (Perhimpunan untuk Penyebaran Ajaran Buddha) untuk menyusun perlawanan terhadap serangan-serangan misionaris, dan untuk mempublikasikan brosur dan selebaran untuk melawan material anti-Buddhis yang dibagikan oleh umat Kristen. Gunananda kemudian memimpin umat Buddhis dalam rangkaian dari debat-debat yang sangat penting dengan umat Kristen, yang memuncak dalam Debat Panadura yang terkenal di tahun 1873. 

Para misionaris Kristen menyebarkan agama memlalui pamflet dan buku-buku. Rev.D.J. Gogerly misionaris dari Weselyn menerbitkan "Christian Pragnapthi" pada tahun 1849. Gunananda menjawabnya dengan menerbitkan Durlabdi Vinodini pada tahun 1862. Hikkaduwe Sumanggala Thera menulis "Christiani Vada Mardanaya dan Samyak Darshanaya" pada tahun 1862-1863. Setelah itu publikasi di gantikan dengan debat publik.

Perdebatan Baddegama berasal dari argumen yang timbul antara seorang biarawan muda bernama Sumangala dan seorang pendeta Kristen di kuil Baddegama. Gunananda Thera dan biarawan lainnya, termasuk Bulatgama Dhammalankara, Sri Sumanatissa, Kahawe Nanananda, Hikkaduwe Sumangala, Weligama Sri Sumangala, Pothuwila Gunaratana berpartisipasi dalam perdebatan. Perdebatan tidak diadakan tatap muka. Hal ini karena cara perilaku para pendebat Kristen telah menyebabkan konflik, Buddha, sebagai mayoritas, secara alami akan disalahkan. Mengingat situasi kedua pihak sepakat untuk melaksanakan debat secara tertulis. Awalnya teks disusun dalam Baddegama, meskipun tulisan-tulisan selanjutnya dilakukan di Galle. Perdebatan Waragoda juga diadakan pada tahun 1865.

Debat selanjutnya dilakukan di Udanwita di  Distrik Hathara, sekarang Distrik Kegalle. Sang Pencipta, Penebus dan Surga Abadi adalah topik debat. Perdebatan dilakukan pada 1 Februari 1866. John Edwards Hunupola mewakili pihak Kristen, Dia adalah seorang mantan Bhikkhu Buddhis yang beralih ke Kristiani. Seperti disepakati sebelum debat, Gunananda Thera menerbitkan ringkasan perdebatan sebagai tanggapan atas Hunupola yang juga menerbitkan sendiri versi ringkasan. Gunananda Thera mengeluarkan publikasi yang lebih untuk melawan ringkasan Hunupola itu. Tidak ada catatan dari perdebatan Liyanagemulla, faktanya hanya dikenal  bahwa debat itu diadakan pada tahun 1866.

Sebagai intensitas dari perdebatan yang semakin naik di sisi Buddha dan pihak Kristen, kedua belah pihak sepakat untuk berdebat di Gampola pada 9 dan 10 Juni tahun 1871. Gunananda Thera menampilkan keterampilan pidato dalam debat ini dan di apresiasi penonton sampai menangis dalam sukacita dan kemudian  Gunananda Thera diarak sekitar kota Gampola. Setelah Gunananda Thera menyampaikan  khotbah di beberapa tempat di Gampola, orang-orang mulai mengatur prosesi, membawa Thera ke stasiun kereta api Peradeniya dan mengirim dia kembali ke Kolombo. Kemudia orang-orang mengumpulkan uang sebesar £ 75,00 untuk mencetak khotbah yang telah disampaikan Gunananda Thera.

Semua perdebatan yang paling memuncak dan paling menonjol dari semua perdebatan, adalah perdebatan Panadura, dua tahun setelah perdebatan Gampola pada tahun 1873. Penyebab debat ini terjadi  ketika Pendeta David De Silva menyampaikan khotbah tentang Soul di Chapel Wesleyan, Panadura pada 12 Juni 1873.  Gunananda Thera menyampaikan khotbah seminggu kemudian mengkritik poin yang diangkat oleh Pendeta David De Silva. Kedua belah pihak menandatangani perjanjian pada tanggal 24 Juli 1873 untuk menggelar Perdebatan di Panadura, meskipun ini bukan satu-satunya penyebab perdebatan karena perdebatan tentang isu-isu agama telah dimulai lebih dari 10 tahun sebelumnya. 

Penampilannya yang mengagumkan dan kemenangannya yang meyakinkan mencetuskan kebangkitan dari ajaran Buddha di seluruh pulau, dan beliau disambut sebagai pahlawan nasional. Sebelum kematiannya di usia ke 67 pada 21 September tahun 1890, Gunananda meneruskan usahanya dalam membantu untuk menghidupkan kembali Sasana. Beliau mempublikasikan banyak majalah Buddhis seperti Riviresa, Lakmini Kirana, dan Sathya Margaya dan juga ikut terlibat dalam panitia yang merancang bendera Buddhis.
Share:

0 Komentar:

Posting Komentar