Selasa, 19 Februari 2013

Asivisopama Sutta

 on  with No comments 
In  
ASIVISOPAMA SUTTA
(Sutta Ular-ular Berbisa)

Oleh: Venerable Sayadaw U Waryameinda (Minlha Sayadaw)
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Indonesia Oleh:
Candasili Nunuk Y. Kusmiana
Editor Oleh: Panna Kumara
Tata Letak & Sampul : Samuel B. Harsojo
Akhir Desember 2004

Asivisopama sutta atau sutta ular-ular yang sangat berbisa berasal dari Samyutta Nikaya, suatu kumpulan kata-kata dhamma dari Sang Buddha. Dan Mahasi Sayadaw telah berulang kali membabarkan ulang sutta ini. Karena sutta ini dapat dipakai sebagai dasar pengetahuan bagi para yogi yang telah tengah berlatih meditasi vipassana.

Perumpamaan
Tersebutlah seorang laki-laki yang setelah melakukan perbuatan jahat, tidak mau menanggung akibat perbuatan jahatnya itu. Ia tidak ingin dihukum dan menderita. Sang raja mengetahui bahwa lelaki ini orang jahat. Tetapi ia tidak memiliki bukti yang dapat digunakan untuk menghukum kejahatan yang telah dilakukan tersebut. Namun sang raja menemukan sebuah cara untuk menghukumnya meski tidak secara langsung. Ia diperintahkan memelihara empat ekor ular yang sangat berbisa dan berbahaya. Ular-ular berbisa ini akan menggigit jika marah. Gigitannya dapat menimbulkan penderitaan dan bahkan kematian.

Seperti perintah raja, ia pun memelihara ular-ular tersebut dengan baik. Setiap hari ia membangunkan ular-ular itu, memandikan, memberinya makan, memenuhi segala kebutuhannya dan juga melatihnya. Ia berpikir, merupakan kehormatan baginya mendapat tugas mulia semacam ini dari raja. Maka ia pun merasa bahagia dan menerimakehadiran ular-ular tersebut dengan senang hati. Keempat ular tersebut mengambil posisi demikian. Ular pertama merayap melalui kaki naik ke tubuhnya dan beristirahat di bahu kanan. Ular kedua merangkak dari sisi sebelah kiri dan beristirahat di bahu kiri. Ular ketiga memanjat dari arah depan, melingkari tubuhnya dan beristirahat di muka. Ular keempat merangkak dari belakang dan beristirahat di kepalanya.

Laki-laki ini tidak menyadari bahwa dirinya dalam bahaya. Sebaliknya, ia bahagia memiliki dan memelihara ular-ular itu. Ular-ular itu diperlakukan seperti perhiasan berharga. Dipamerkannya ular-ular itu berkeliling kota dengan penuh kebanggaan dan kebahagiaan. Suatu hari ia bersua dengan karib sahabatnya. Si sahabat mengingatkannya demikian, ''jika masing-masing ular ini ingin melakukan sesuatu yang berbeda disaat yang bersamaan, kamu tidak akan mampu memuaskan mereka. Akibatnya mereka akan marah dan menggigitmu. Apabila hal ini terjadi, kami akan menderita dan kemungkinan bisa mati.'' Kata sahabat ini lagi, ''Raja sebenarnya secara tidak langsung semghukummu. Bila engkau tidak mapu menjaga ular-ular itu dengan baik atau tidak mampu menyenagkan dan memuaskan mereka, raja akan menghukummu atau ular-ular itu yang menggigitmu sampai mati.''

Kenyataannya memang demikian. Ada beberapa orang suruhan raja yang diperintahkan mengawasinya, untuk memastikan apakah ia benar-benar menjaga ular-ular itu. Melihat keadaan ini, si sahabat menasehatinya untuk melarikan diri saat pengawas dan ular-ular sedang tidur. Laki-laki ini mematuhi nasehat sahabatnya tersebut. Ia melarikan diri pada saat yang tepat. Raja yang mengetahui bahwa ia melarikan diri, segera memerintahkan para pengawal untuk megejar dan membawanya kebambali. Tak ketinggalan ular-ular juga mengikuti, mengikuti jejaknya dari bau yang ditinggalkannya. Setelah mengejar beberapa lama, baik apara pengawal maupun para ular-ular itu tidak berhasil menemukan buruannya. Tetapi raja tidak berputus asa. Beliau ingat dengan lima musuh lelaki itu. Mereka berkenan mencari, menemukan serta mebawanya kembali dihadapan raja meski tapaimbalan apapun. Raja juga membuat pengumuman dengan hadiah besar bagi siapupun yang berhasil menangkap dirinya.

Dalam pelariannya, laki-laki ini bertemu lagi dengan sahabat baiknya dan meningatkan dirinya bahwa ia tidak hanya dikejar oleh ular-ular itu dan pesuruh raja. Tetapi juga oleh 5 musuhnya. Maka, si sahabat ini menasehatinya agar lari secepat dan sejauh mungkin. Saat raja menyadari bahwa laiki-laki ini sulit ditemukan, beliau didatangi oleh seseorang yang mengaku kawan dekat buronan raja tersebut. Orang ini akan membujuk laki-laki tersebut pulang kemabli. Jika dilihat sepintas, orang ini bersikap layaknya kawan baik. Tetapi sesungguhnya ia adalah musuh terselubung laki-laki itu. Sekali lagi sahabat baik laki-laki itu datang untuk mengingatkan datangnya seorang ''kawan'', sahabat yang salah. Maka, berbekal nasehat tersebut saat si ''kawan'' ini datang dan membujuknya untuk kembali, ia pun menolaknya. Ia terus berlari sampai menemukan sebuah desa. Desa itu keadaannya berantakan. Dan hanya ada 6 rumah yang sedang ditinggal pergi pemiliknya.

Ia pun berkeliling mencari makan dan minum di desa ini. Maklum saja, setelah berlari demikian lama, ia kehausan dan kelaparan. Rumah pertama yang dimasukinya hanya ada pot dan beberapa kotak kosong. Demikian pula dengan rumah lainnya, tidak ada sedikit pun makanan tersisa. Karena kelelahan ia duduk di bawah pohon dengan maksud tidur sejenak. Saat itu sahabat baiknya datang dan memberitahukan bahwa rumah-rumah kosong itu milik 6 perampok yang akan segera kembali. Jika para perampok menemukan dirinya, sudah pasti mereka akan membunuhnya. Mendengar nasehat ini, meski kelelahan, ia melanjutkan pelariannya dan terus berlari sampai menemukan sebuah sungai lebar, dalam dan berarus deras. Ia menyadari jika dirinya bisa mencapai sisi seberang, ia akan aman dari perahu yang bisa dipakainya untuk menyebrang.

Ia pun segera mengumpulkan ranting-ranting pohon dan megikutinya untuk dijadikan sebuah rakit. Saat rakit sederhana itu selesai, ia menaiki dan mengayuh rakit sederhana itu dengan kedua kai dan tangannya. Sekuat tenaga ia berjuang. Dengan keteguhan hati dan usah yang besar akhirnya ia sampai ke sisi seberang sungai. Ditempat ini ia baru merasa lega karena telah terbebas dari musuh-musuhnya. Dari seberang ia meliaht bagaimana ular-ular dan para pengawal raja berdiri keakutan di tepi sungai yang lain. Mereka takut kembali ke kerajaan karena gagal menjalankan tugas dan raja akan memberikan hukuman saat mereka kembalidengan tangan kosong. Akhirnya, mereka menunggu di tepi subgai dengan sia-sia dan mati kelaparan.

Setelah memberikan perumpamaan ular dan laki-laki ini secara panjang lebar, ada beberapa hal penting dari cerita ini yang dapat diambil hikmahnya bagi para yogi aat berlatih meditasi. Bagaimanapun, menyampaikan cerita saja tidaklah mencukupi. Ada hal penting lain yang perlu dijelaskan untuk para yogi sehingga mereka bisa mempelajari dan mempraktekkan dalam latihan.

Adapun 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam praktek dhamma, yaitu:
  1. Sabhava Yotti, Melihat segala fenomena pada diri sendiri sebagaimana adanya.
  2. Sadaka Yotti, Contoh mengenai orang lain yang berhasil dalam latihan. Jika menemukan kesulitan saat berlatih, kita bisa mendapat masukan dari contoh-contoh semacam ini.
  3. Ayama Yotti, Seseorang dapat terinspirasi dengan mendengrarkan suatu percakapan. Dalam dhamma tidak ada stupun yang bersifat khayalan. Semua yang dibabarkan bersumber dari Tipitaka, ajaran murni.
Untuk membabarkan kebenaran dari segala sesuatu sebagaimana danya, maka sumber yang dirujuk harus mengacu pada naskah asli. Disini, Y.M. Mahasi Sayadaw selalu mengingatkan bhikkhu guru meditasi, untuk membabarkan dhamma yang ada hubungnnya dengan vipassana. Ketika mengutip cerita-cerita dhamma seorang guru tidak boleh menekankan selain vipassana. Cerita-cerita yang diambil harus secara langsung berhubungan dengan vipassana. Karena seseorang tak akan bisa meraih pandangan terang hanya dengan belajar, berpikir, mendengarkan khotbah-khotbah atau berdiskusi, hanya melalui praktek (meditasi vipassana) sajalah seseorang bisa mencapai pandangan terang.

Sekarang kami akan memberikan penjelasan tentang lambang-lambang yang digunakan dalam cerita di atas:
  1. Empat ular berbisa melambangkan empat unsur utama.
  2. Lima musuh berarti lima kelompok kehidupan.
  3. Kawan yang salah adalah nafsu-nafsu raga atau kemelekatan atas kenikmatan indrawi.
  4. Desa berantakan dan enam rumah kosong melambangkan tubuh dan landasan indra.
  5. Sisi sungai merujuk pandangan salah tentang adanya dir-atta ditthi
  6. Sungai berarti empat banjir besar.
  7. Rakit melambangkan Delapan Jalan Utama
  8. Sisi seberang sungai berarti Nibbana
  9. Laki-laki yang menagyuh rakit dengan sekuat tenaga melambangkan diri kita yang berjuang dengan sepenuh daya.
  10. Mencapai pantai seberang berarti mencapai nibbana.
Empat Ular
Empat ular berbisa pada cerita di atas merujuk pada 4 unsur utama yang bisa ditemui pada cerita ini adalah diri kita sendiri. Kita semua, dari ujung kepala sampai ujung kaki terbuat dari 4 unsur utama tersebut.

Empat unusr utama tersebut adalah:
  1. Pathavi dhatu, unsur tanah dengan karakteristik kasar, halus, keras dan menahan.
  2. Apo dhatu, unsur air yang memiliki karakteristik cair, saling melekat (kohesi), basah dan berat.
  3. Tejo dhatu, unsur api yang memiliki karakteristik panas, dingin, dan ringan.
  4. Vayo dhatu, unsur udara yang memiliki karakteristik pergerakan, tekanan, kaku dan tegang.
Tak ada seorangpun yang tidak memiliki emapt unsur utama yang dilambangkan sebagai empat ular berbisa tersebut. Setiap hari harus menjaga 4 ular berbisa ini. Meski dalam kenyataannya, kita memiliki jutaan ular berbisa dalam tubuh yang harus dipelihara setiap hari. Sering kita saksikan seorang laki-laki memamerkan tubuh kekarnya yang beroto. Mereka berpikir bahwa dirinya kuat, gagah, dan tampan. Mereka tidak menyadari bahwa tubuh ini berbahaya. Ada lagi sebagian orang berolahraga, lari pagi misalnya, sampai berkeringat dan merasa puasa. Sebagian lagi bahkan mengijinkan mobil atau truk melindas tubuhnya dengan maksud memamerkan kekuatan tubuhnya. Tanpa disadari, orang-orang ini sedang memancing bahaya marahnya ''ular-ular'' yang dapat menggigit serta membunuh mereka. Banyak orang tidak waspada akan bahaya yang dikandung oleh empat unsur utama ini. Adapun keempat ular tersebut adalah ular katthamukha (unsur tanah), ular Putimukha (unsur air), ular Aggimukha (unsur api), ular Sattamukha (unsur udara).

Ular-ular itu sangat berbisa danberbahaya. Dalam bahasa dhamma dikatakan, bila kita dalam kondisi sakit, berarti kita sedang digigit ular. Gigitan ular-ular ini dapat menimbulkan derita sakit luar biasa atau kematian. Bila ular Kattamukha (unsur tanah) menggigit, tubuh menjadi kaku seperti sepotong balok kayu. Misalnya leher, tungkai, tangan atau tubuh menjadi kaku, berarti ada yang salah dengan unsur tanah. Apabila ular Putimukha (unsur air) menggigit, maka tubuh atau bagian tubuh tertentu mengalami pembusukan. Misalnya muncul bisul-bisul berisi air dan darah kotor berbau busuk yang sering kita kenal dengan nama nanah. Ini menunjukkan ketidakseimbangan pada unsur air. Adapun gigitan ular Aggimukha (unsur api) membuat suhu tubuh meninggi atau timbul sensasi panas seperti terbakar. Terakhir, gigitan ular Sattamukha (unsur udara) akanmembuat tubuh seakan terpotong, seperti lumpuhnya sebagian anggota tubuh, yang disebabkan ketidakseimbangan unsur udara dalam tubuh.

Unsur tanah
Setiap unsur memiliki karakter tersendiri. Unsur tanah misalnya, berkarakter keras, lunak, halus atau kasar. Adapun bagian-bagian tubuh yang termasuk kedalam unsur tanah adalah:
  1. Rambut di kepala
  2. Rambut di tubuh
  3. Kuku
  4. Gigi
  5. Kuku
  6. Otot-otot
  7. Daging
  8. Tulang-tulang
  9. Tulang Sum-sum
  10. Ginjal
  11. Hati
  12. Jantung
  13. Selaput-selaput
  14. Paru-paru
  15. Limpa
  16. Usus Besar
  17. Usus Kecil
  18. Otak
  19. Kotoran
  20. Isi Perut
Setiap orang, naik laki-laki maupun perempuan, dari ras manapun juga memiliki unsur tanah. Saat menyentuh rambut, rambut terasa lembut. Sebaliknya tulan-tulang dan gigi terasa keras. Kedua puluh bagian unsur tanah ini bisa dirasakan sebagai: keras, lembut, halus, atau kasar. Sebagai perumpamaan, saat kaki menyentuh lantai kita bisa merasakan apakah lantai itu terasa keras, lembut, halus atau kasar. Jika kita menyentuh batang pohon, batang pohon itu terasa kasar. Permukaan dinding terasa lebih lembut dari pada batang pohon. Tetapi permukaan cermin lebih lembut dibanding dinding. Maka, saat membandingkan permukaan dinding dengan permukaan cermin, permukaan dinding tersebut terasa lebih kasar. Dengan demikian istilah kasar dan lembut bersifat relatif. Apa yang sedang dialami merupakan kebenaran hakiki tentang unsur tanah.

Unsur air
Unsur air memiliki karakteristik berat, cair, saling melekat atau lengket. Unsur air ini tidak bisa dirasakan seperti pada unsur tanah. Tapi saat bermeditasi seorang yogi bisa ''melihat'' dan merasakan unusr ini apa adanya.

Dua belas bagian tubuh yang didominasi oleh unsur air ini adalah:
  1. Darah
  2. Keringat
  3. Lemak
  4. Air Empedu
  5. Lendir/dahak
  6. Nanah
  7. Air mata
  8. Lemak
  9. Air Ludah
  10. Selaput Lendir
  11. Minyak sendi
  12. Air Kencing
Sebagai contoh kita membutuhkan semen dan air untuk membuat patung. Patung tidak bisa dibentuk bila hanya digunakan semen saja. Maka, bila sebuah patung dipecah dan dipisah-pisah secara kimiawi, kita temukan partikel-partikel padat dan cair. Tubuh kitapun terbentuk dari unsur air dan unsur tanah. Dimana bentuk itu akan timbul dari persenyawaan unusr air dan unsur tanah tersebut. Terbentuknya bulir-bulir padi dikarenakan percenyawaan unusr air dan unsur tanah tersebut. Di musim kemarau kita bisa melihat partikel-partikel debu dengan jelas karena tidak ada unsur air yang membuat debu melekat. Saat turun hujan, partikel-partikel debu saling melekat dan terjadi bentukan baru. Inilah akibat kondisi alami air yang bersifat saling melekat.

Ketika bermeditasi, seorang yogi tidak boleh menganalisa unsur apa saja yang sedang di catatnya (dalam batin). Pikiran sepenuhnya ditujkan mengwasi keadaan unsur-unsur tersebut secara alami. Jadi, saat mencatat unsur air, seperti adanya cairan yang keluar dari mulut, hidung atau mata, catat tepat pada saat terjadinya. Contohnya, ketika air mata terkumpul, kemudian mulai mengalir dari ujung mata lalu turun ke pipi, rasakan sensai panas dan dingin yang muncul pada saat itu. Unsur api pun memiliki karakteristik berat meski berbeda dari unsur tanah. Tanah memiliki dayamenahan. Sedangkan air tidak. Kita bisa berdiri di atas tanah tetapi tidak di atas air. Saat berjalan, saat meletakkan kaki, kita merasakan berat, tetapi ini bukan keadaan alami mengalir bekerjanya unsur air. Jadi saat meditasi, kita bisa merasakan unsur air dengan pikiran tapi tidak dengan sentuhan.

Unsur api
Unsur api dengan karakteristik panas, dingin atau ringan terdiri dari empat jenis yaitu:
  1. Panas dari tubuh yang menyebabkan penuaan seperti munculnya kerutan-kerutan, gigi tanggal, rusak dan rambut memutih. Unsur api memang berbahaya, tetapi tanpa keberadaan unsur ini kita tidak akan bisa bertahan hidup. Namun bila keberadaannya dalam tubuh berlebihan akan membuat kita sakit.
  2. Panas tubuh yang berada diatas batas suhu normal seperti pada saat demam. Meski sakit yang diderita tidak terlalu serius tapi dapat menimbulkan ketidaknyamanan
  3. Kelebihan pembakaran seperti saat demam tinggi. Pada saat itu akan muncul penderitaan karena panas berlabihan. Jenis panas semacam ini dapat membuat seseorang mengigau.
  4. Panas di perut yang membantu pencernaan makanan. Tanpa panas ini makanan tak bisa dicerna. Tetapi, bila panas muncul berlebihan dapat mengakibatkanal yang tidak baik.
Keempat panas ini bisa berbahaya dan membuat seseorang sangat menderita . Dari keempatnya, panas pencernaan memaikan peranan penting dalam tubuh. Dari perut panas ini menyebar ke seluruh tubuh. Jika suhunya normal maka seseorang akan merasa nyaman. Tetapi bila suhunya dibawah ambang batas normal, makanan tidak busa dicerna. Dalam keadaan demikian seseorang akan merasa kurang sehat. Saat suhu berlebihan akanmenimbulkan demam. Akibat panas di pencernaan ini ketiga jenis panas lainnya berkembang. Hanya orang-orang sehat seperti Sang Budha yang dapat makan apapun karena suhu di pencernaanNya selalu dalam keadaan seimbang. Ketika seseorang merasa panas atau dingin, hal itu muncul dari bekerjanya unsur api. Rasa dingin merupakan panas yang lembut. Sedangkan kepanasan adalah panas yang kuat. Sebagai contoh bila di bawah sinar matahari dan di dalam lemari es, perbedaan suhunya relatif. Akan sangat berbahaya bila terlalu banyak panas dalam tubuh. ,

Semak-semak dan pohon tumbuh karena adanya panas. Manusia juga tumbuh dan menjadi tua karena adanya panas. Panas dapat membuat benda-benda menjadi lebih lembut. Contohnya, beras. Sebelum dimasak beras itu masih keras dan tidak dapat dimakan. Tetapi setelah terjadi proses pemanasan pada saat memasak, beras menjadi lunak dan dapat dimakan. Demikian pula dengan besi yang bisa meleleh bila dipanasi pada suhu tinggi. Panas dapat membuat benda-benda menjadi lebih ringan. Pada saat yogi merasa tubuhnya ringan, dikarenakan bekerjanya unsur api. Demikianpula saat seseorang merasa kedinginan. Tak hanya panas berlebih tapi dingin yang berlebih juga dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit. Di daerah-daerah beriklim dingin seseoragn bisa meninggal karena diserang hawa yang terlampau dingin.

Unsur Udara
Terdapat 6 jenis unsur udara, yakni:
  1. Sendawa, angin yang naik ke atas
  2. Angin yang turun ke bawah
  3. Udara di luar usus besar (dalam perut)
  4. Udara di dalam usus besar
  5. Pergerakan di tubuh atau anggota badan
  6. Udara saat menarik atau mengeluarkan napas
Saat bermeditasi dan mencatat kembang-kempisnya perut, kita bisa merasakan bekerjanya unsur udara secara jelas. Sebagai contoh, saat meniup sebuah balon dengan udara maka balon akan mengembang. Tapi bila udara dikeluarkan, balon akan mengempis. Sama halnya saat menarik nafas maka perut akan mengembang. Dan saat mengeluarkan nafas perut akan mengempis. Fenomena ini erat kaitannya dengan bekerjanya unsur udara. Udara masuk dan keluarnya saat ini menarik dan mengeluarkan nafas.

Pergerakan, rasa kaku, goyangan, bergerak dari saru tempat ke tempat lain, ketika sedang berjalan, semuanya ini behubungan dengan unsur udara. Seperti sebuah rumah tua yang membutuhkan penyangga untuk menopang agar tidak ambruk. Unsur udara menyangga tubuh agar bisa berdiri. Sesosok mayat tidak memilik unsur udara, jadi mayat tidak bisa berdiri dan menjadi lebih berat (dibandingkan saat masih hidup) karena ketidak hadiran unsur udara. Sayangnya ada sekelompok orang yang percaya tubuh orang mati menjadi lebih berat karena bekerjanya makhluk jahat. Kepercayaan ini hanya omong kosong belaka.

Sifat alami dari unsur tanah, api dan udara bisa dirasakan oleh tubuh. Sementara unsur air tidak bisa dirasakan dan disentuh. Sebagai contoh, bila kita menyentuh es akan terasa dingin karena bekerjanya unsur api. Ketika menyentuh dan merasakan es itu keras atau lembut, kita merasakan unsur tanah. Sedang unsur air hanya bisa disentuh oleh pikiran. Ketika bermeditasi dan muncul sensasi seperti terbakar di kepala, panas atau dingin, ini akibat bekerja nya unsur api. Bila rambut terasa lembut, kak atau halus, semua ini merupakan unsur tanah. Kita tidak dapat melihat unsur-unsur itu dengan mata, telinga, ataupun mencicipinya dengan lidah. Tapi ketiga unsur (tanah, api, udara) itu dapat dirasakan. Sementara unsur air hanya bisa dirasakan melalui pikiran, tidak bisa dirasakan oleh indra.

Keempat unsur utama itu tidak bisa dilihat dengan mata namun bisa dirasakan dan diketahui melalui mediatasi dan pengetahuan. Apabila kita merasakan sesuatu yang kasar, lunak, lembut ini meruakan unsur tanah. Sedangkan unsur api ditunjukkan dengan adanya rasa panas, hangat, atau dingin. Dan unsur udara dapat diketahui keberadaannya dengan terjadinya kekakuan, tekanan, tegangan, maupu pergerakan. Dalam meditasi kita bisa memenuhi kebenaran hakiki dari unsur unsur tersebut. Saat kita membayangkan atau berpikir itu bukanlah kebenaran. Tetapi khayanlan belaka. Apabila dianalisa lebih jauh, maka keempat unsur utama tersebut terbagi menjadi 20 jenis unsur tanah, 12 jenis unsur air, 4 jenis unsur api dan 6 jenis unsur udara. Jadi seluruhnya berjumlah 42 jenis. Ke-42 unsur tersebut dikelompokkan dalam 4 unsur utama yang membentuk jasmani. Atau dengan kata lain kita didalam kekuasaan empat ular berbisa.

Ketika muncul ketidakseimbangan pada unsur-unsur tersebut seseorang bisa menderita. Jenis penderitaan itu muncul dalam bebagai penyakit seperti kanker, lumpuh, demam tinggi dan lain-lain. Atau dikatakan kita sedang digigit oleh salah satu dari emapt ular berbisatersebut. Ini berarti ada yang tidak beres dengan salah satu dari empat unsur tersebut. Untuk menjaga empat unsur tersebut seimbang, kita mengalami penderitaan (dukkha) tetepi sering menganggapnya sebagai kebahagiaan (sukkha). Bila kita bahagia tanpa menyadari bahaya dari empat unsur tersebut, kita persis seperti cerita laki-laki dengan ular-ular diatas. Agar terbebas dari bahaya tersebut kita harus rajin berlatih meditasi vipassana. Dalam mencatat setiap objek yang muncul pada saat bermeditasi dapat diumpamakan seperti mengambil sebauh langkah menjauh dari ular-ular berbisa tersebut. Dengan demikian kita mengikuti nasehat dari sahabat baik yakni Sang Buddha. Beliau telah menyadari sepenuhnya sifat alami unsur-unsur tersebut dan membimbing kita dengan kebijaksanaan melalui praktek meditasi satipathana vipassana.

Lima Musuh
Lima musuh dalam cerita diatas merujuk pada lima kelompok kehidupan (panca khanda), yaitu:
  1. Kelompok kehidupan materi (rupa khanda)
  2. Kelompok kehidupan perasaan (vedana khanda)
  3. Kelompok kehidupan persepsi (sanna khanda)
  4. Kelompok kehidupan bentuk bentuk pikiran (sankhara khanda)
  5. Kelompok kehidupan kesadaran (vinanna khanda)
Secara umum kelompok-kelompok kehidupan terdiri dari kelompok kehidupan duniawi dan ado duniawi. Dalam buku ini kelompok kehidupan yang dimaksud hanya berhubungan dengan tingkat kehidupan duniawi. Kehidupan-kehidupan duniawi memiliki kemelekatan, upadana. Sementara kehidupan adi duniawi tak memiliki kemelekatan. Bila dirinci kata upadana adalah gabungan dari kata upa dan adana. Upa artinya kehausan, keinginan. Sedangkan adana berarti menggenggam. Dan khanda artinya kelompok. Ada beberapa contoh untuk menjelaskan arti kata ini. Selama diserang badai para penumpang kapal akan menggenggam erat-erat benda berharga miliknya. Hal ini terjadi karena munculnya rasa takut kehilangan benda-benda berharga itu. Contoh lainnya, dikeramaian seperti pasar atau pusat perbelanjaan para orang tua menggenggam erat-erat tangan anak-anak mereka karena takut anak-anak itu akan teluka atau hilang. Dengan cara seperti inilah kita melekat pada panca khanda, atau lima kelompok kehidupan.

Pada cerita diatas juga diceritakan bagaimana kelima musush mengikuti dan mengejar laki-laki tersebut. Namun sejatinya kelima musuh tu tidak mengikuti melainkan berada ''di dalam '' kita. Saat seseorang sedang bermeditasi ''musuh-musuh'' tersebut jelas terlihat. Misalnya, ketika kita sedang duduk bermeditasi, kaki akan terasa kauk atau kesemuatan. Kaki merupakan materi (rupa) dan sensasi rasa kaku, gatal, sakit, atau kesemutan adalah perasaan (vedana). Saat mencatat sakit atau kesemutan yang muncul pada jasmani, kita mengenali atau mengetahui adanya rasa sakit dan kesemutan itu (sanna). Aktifitas batin yang dilibatkan dalam proses mencatat dan meyelidiki bentuk-bentuk batin (sankhara). Sementara mengetahui apa yang sedang terjadi adalah kerja kesadaran (vinnana). Apapun yang kita lakukan, kelima kelompok kehidupan itu bisa menimbulkan kesulitan setiap saat.

Didalam berlatih meditasi vipassana kita berusaha menemukan kelima musuh di dalam diri. Jadi, kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam melakukan pencatatan dalam batin secara akurat. Kadang kita menemukan satu musuh atau lebih. Perlu disadari musuh-musuh itu tak hanya ada di satu tempat tetapi di seluruh tubuh. Mulai dari kepala hingga ujung kaki. Tak ada satu tempatpun yang bebas dari mereka. Waktu berada di rumah sendiri kita tahu dimana letak-letak benda yang dicari. Tapi dirumah orang lain akan sulit untuk mencarinya. Dengan cara sama, saat menemukan kelima kelompaok kehidupan di dalam diri, kita harus mengenali mereka sebagai musuh. Bila tidak menyadari bahaya ini kita tidak akan bisa menyelamatkan diri dari cengkramannya. Tetapi bila kita sanggup mengenali mereka apa adanya, bahwa mereka sungguh berbahaya, saat itulah kita bisa menyelamatkan diri.

Sahabat Yang Salah
Nandiraga artinya kehausan, keinginan, atas kesenangan-kesenangan. Walaupun nandiraga adalah musuh, ia selalu berpura-pura menjadi sahabat yang akhirnya akan menjerumuskan kita kedalam masalah. Sahabat salah ini berpura-pura meajaga kita padahal sebenarnya ia selalu berusaha untuk membawa kita pada penderitaan. Ada satu cerita yang dapat mejelaskan tentang sahabat yang salah ini. Sewaktu Sang Buddha masih hidup ada seorang raja yang bernama Ajatasattu dari Rajagaha yang ingin menghancurkan kerajaaan Vesali. Ia mengirim salah satu menterinya yang bernama Visakara ke Vesali untuk membuat masalah di sana. Visakara berpura-pura menjadi sahabat baik raja Vesali. Tak butuh waktu yang lama utuk memperoleh kepercayaan dari raja Vesali, Visakara diangkat menjadi menteri. Setelah memiliki kedudukan tersebut Visakara mulai menjalankan recananya, yakni menimbulkan perselisihan antara para menteri. Saat orang-orang di vesali mulai terpecah maka itu merupakan waktu yang tepat bahginya untuk memberitahukan raja Ajatasattu agar menyerang. Akibatnya Vesali dalapat ditaklukkan dengan mudah.

Dengan adanya nandiraga dalam diri, kita suka mencari kesenangan melalui mata, mendengar lagu-lagu merdu dengan telinga, menghirup bau-bauan yang harum dengan hidung, mencicipi makanan-makanan lezat dengan lidah. Demikian pula muncul keinginan untuk mencicipi sensasi-sensasi menyenangkan melalui tubuh. Serta berkhayal dan berpikir tentang sesuatu yang menyenangkan dari orang-orang yang dicintai dan benda-benda yang diinginkan. Para yogi pemula umumnya mengalami sensasi rasa sakit dan meuncul perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Berikutnya, saat konsentrasi berkembang akan muncul perasaan-perasaan yang menyenangkan. Pada keadaan ini ada sebagian yogi yang melekat pada bentuk perasaan-perasaan yang menyenangkan itu sedemikian rupa, sehingga ia tidak mau merubah posisi duduknya.

Yogi ini begitu melekat pada keadaan menyenangkan tersebut sehingga ia tidak mampu meraih kemajuan dalam latihannya. Kemelekatan seperti ini menjadi rintangan meski muncul sesaat sebelum ia mencapai jalan (magga) dan buah (phala). Saat konsentrasi membaik ada sebagian yogi yang melihat munculnya sinar terang benderang dan merasa bahagia dengan pengalaman tersebut. Para yogi harus mencatat semua fenomena yang muncul sehingga praktek meditasi yang dilakukan mengalami kemajuan.

Ada suatu pengalaman dari yogi yang selalu melihat batang lilin yang terus bertambah dalam meditasinya. Hari demi hari yogi ini menceritakan pengalaman yang sama. Meski ia telah dinasehati untuk mencatat fenomena ini dengan cara melihat ''melihat.....melihat......melihat......''. Tetapi ia tidak lakuka karena melekat dengan pengalaman tersebut. Dan setiap hari yogi ini terus melaporkan melihat lilin-lilin yang bertambah dalam jumlah tak terhitung lagi banyaknya. Akhirnya sang guru meditasi berkata demikian, ''Mengapa kamu tidak membawa sebatang lilinmu ke sini ?''

kejadian lainnya. Ada yogi perempuan yang melihat Sang Buddha duduk diatas kepalanya saat meditasi. Ia selalu melaporkan pengalaman yang sama setiap hari. Meski gurunya menasehati untuk selalu mencatat dengan teliti apapun yang dialaminya, ia tidak mengindahkannya. Kenyataannya ia melekat dan terus tertarik dengan pengalaman ini sehingga enggan untuk mencatat (dalam batin) dengan cermat objek yang dilihatnya ini. Pada akhirnya sang guru mengatakan demikian kepadanya, '' Mengapa tidak kamu bawa Sang Buddha ke vihara ini?''

Menurut isitilah orang Burma, nandiraga merupakan musuh tersembunyi. Bila seseorang belum menacapai tingkat hidup Arya maka nandiraga akan membawanya menuju bahaya bahkan kematian. Karena hanya para Arahat sajalah yang telah dengan sungguh-sungguh menenyahkan nandiraga. Sebagai conth kemelekatan terhadap nandiraga, saat seorang yogi pertama kalimemperoleh ketenangan akibat berkembangnya konsentrasi, ia bisa melekat dengan pengalamn ketenangan itu. Selanjutnya ia akan berharap memperoleh ketenangan yang sama lagi, sehingga ia tidak bisa meraih pengetahuan yang lebih tinggi.

Di dunia ini banyak kesenangan yang bisa dinikmati. Kesenangan timbul melalui telinga, hidung, lidah, mata atau sentuhan. Seandainya terhidang makanan yang lezaT tak peduli betapa kenyangnya, kita tetap tergoda untuk mencicipi makanan itu meski hanya sedikit. Bila ada yang membujuk, seseorang merasa belum terpuaskan tengah berbaring diranjang mewah karena ia bergairah untuk mencicipi kesenangan lebih banyak lagi. Bahkan para narapidana yang dipenjarapun bisa berkhayal dan berencana menikmati kesenangan-kesenangan pikiran dimsa yang akan datang. Faktanya, pikiran tidak pernah lelah bermimpi dan berpikir tenatng masa lalu, kini dan akan datang. Kembali pada musuh alami, kita tidak akan pernah mengenali musuh-musuh itu bila tidak berlatih meditasi. Sebagai seorang awam kita selalu menganggap nandiraga sebagai kawan karena kesenangan-kesenangan yang mereka suguhkan. Kita tidak menyadari bahaya nandiraga malah menganggapnya sebagai teman. Sementara bermeditasi adalah mengambil langkah sebaliknya.

Para yogi yang melakukan pencatatan-pencatatan dengan cermat dan rajin atas fenomena apapun tepat pada saat kemunculannya, sama seperti sedang menyelamatkan diri dari nandiraga. Ini persis sama seperti yang dilakukan oleh laki-laki dalam cerita diatas yang sedang melarikan dir dari kejaran musuh-musuhnya. Sewaktu bermeditasi kita akan menyadari bahwa nadiraga sejatinya bukan teman tapi musuh tersembunyi. Jadi berusahalah untuk mencatat (dalam batin) dengan rajin dan tekun. Setelah berlatih vipassana seorang yogi perlu melihat ''kedalam'', apakah nafsu-nafsu indrawinya berkuran atau belum. Bila stelah berlatih nafsu-nafsu indrawinya berkurang, maka bisa dikatakan bahwa dirinya semakin dekat dengan dhamma. Seandainya kita tidak terlampau haus/ingin akan benda-benda seperti sebelumnya berarti kita mengalami kemajuan.

Para arahat telah terbebas dari semua kekotoran batin. Sementara bila kita sedikit memiliki kekotoran batin, keinginan/kehausan, berarti dapat dikatakan kita semakin membaik. Apabila nadiraga bekerja sangat kuat dalam diri, orang pada umumnya enggan pergi ke vihara meski sudah berusia lanjut. Ini dikarenakan dorongan nafsunya untuk menikmati kesenangan indrawi jauh lebih besar dibandingkan untuk mengembangkan dhamma dalam diri. Hewan-hewan ternak seperti babi, kelinci, atau ayam yang dipelihara dan diberi makan setiap hari guna dijual, dubunuh dan diambil dagingnya. Para hewan ini tidak menyadari bahaya tersembunyi yang megancanm nyawa mereka. Saat hidup dipeternakan mereka menikmati makanan yang diberikan oleh para peternak. Sebagian dari mereka bahkan bermain-main dengan riangnya. Demikian pula dengan kita yang menikmati kesenangan indrawi karena tidak menyadari kebenaran hakiki darinya (bahaya).

Anak-anak suka bermain dengan boneka atau mobil-mobilan. Permainan ini membuat anak-anak itu senang. Kesenangan pada orang dewasa lebih berkembang. Mereka menemukan kesenangan dari hal-hal lain. Sehingga permainan orang dewasa berbeda dari anak-anak. Namun Sang Buddha dan para Arahat mengetahui bahaya yang ditawarkan nandiraga. Karenanya orang-orang yang mengenal dhamma harus berusaha menjauhi nandiraga.

Desa yang Terbengkalai dan Enam Rumah kosong
Desa yang terbengkalai dan enam rumah yang kosong melambangkan tubuh kita dengan enam landasan indriya (ayatana) yakni: mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran. Enam landasan indra kita ibarat pintu-pintu. Melalui darinya kita menerima kesan dari objek-objek indra. Lewat enam landasan indra ini kita dapat melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat (akusala).

Saat mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan akan mencul kemarahan diikuti kekotoran batin yang lain. Bila kita melihat suatu objek yang menyenangkan maka akan muncul keserakahan atau nafsu-nafsu raga. Melalui enam landasan indra inipula kita dapat melakukan perbuatan yang bermanfaat (kusala). Tapi, tanpa pencatatan yang tepat sebagian perbuatan kita tidak bermanfaat. Mata dimaksudkan untuk melihat. Pada saat memejamkan mata tidak ada satupun objek yang bisa dillihat, namun visualisasi dapat dilakukan dengan pikiran. Misalnya muncul gambaran dari orang tua, teman-teman atau anak kita dalam pikiran. Bila keadaanya demikian yang perlu dilakukan oleh seorang yogi adalah melakukan pencatatan dengan cara ''melihat......melihat......melihat......''

Ketika mendengar suara mobil, gonggongan anjing atau suara apapun, seorang yogi tidak perlu membeda-bedakan jenis suara tersebut, siapa atau apa yang menimbulkan bunyi tersebut. Semua suara yang didengar hanya perlu dicatat (dalam batin) dengan cara ''mendengar......mendengar......mendengar......'' Demikian juga bila kita mencium segala jenis bau-bauan, apakah itu aroma harum atau busuk. Yang perlu kita laukan adalah mencatat (dalam batin) ''mencium......mencium......mencium......'', tanpa memnbedakan bebauannya. Ketika megunyah makanan, rasa apapun yang meyentuh lidah, apakah pahit, manis,asin, atau asam, kita tidak perlu membeda-bedakannya. Yang harus dilakukan adalah hanya melakukan pencatatan dengan cara yang saa seperti sebelumnya.

Apabila pikiran mengembara,berkhayal, sedih, bahagia atau malas, kita harus mencatat bentuk-bentuk pikiran ini tepat pada saat munculnya sampai mereka lenyap. Singkatnya kita harus selalu melakukan pencatatan dari saat ke saat, tak hanya pada meditasi duduk dan meditasi jalan. Kita harus mencatat semua aktifitas batin dan jasmani sepanjang hari. Bahkan pergi ke kamar kecil juga harus disadari sehingga dapat melihat hakekat sesungguhnya dari fenomena batin dan jasmani. Pintu jasmani meliputi titik-titik sentuhan dari kepala sampai ujung jari kaki. Ini berlaku untuk semua titik-titik sentuhan baik di luar atau di dalam tubuh. Saat meditasi duduk, selain kembang dan kempisnya perut, kita juga dapat mencatat kontak dari kedipan mata saat mata tertutup, sentuhan-sentuhan di tangan, sentuhan tubuh pada lantai,sentuhan rambut di atas kepala atau pada leher belakang. Kita juga dapat mencatat sentuhan baju pada kulit, apakah terasa kasar, ketat atau lembut.

Perlu juga dicatat sensasi-sensasi yang timbul, baik itu terasa dingin, panas, hangat, lembut, kasar ataupun halus. Saat meneguk air panas, kita dapat merasakan rasa hangat yang turun ke tenggrorokan sampai ke perut. Ini semua pengalaman melalui pintu jasmani. Setiap pengalaman harus dicatat dengan penuh perhatian, tepat dan berkesinambungan (terus-menerus), dari awal sampai akhir. Dengan cara semacam inilah konsentrasi dapat berkembang dan semakin kokoh dari saat ke saat. Apabila konsentrasi yang kokoh dan bekesinambungan ini dapat dipertahankan akan muncul pandangan terang, vipassana. Munculnya pandangan terang akan membawa kita merasakan pengalaman jalan (magga) dan buah (phala)

Melalui pintu jasmani kita bisa merasakan keberadaan unsur tanah, api, dan udara. Kecuali unsur air. Dibandingkan dengan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pencerapan yang terdiri dari masing-masing organ-organ yang dimaksud, indra sentuhan memiliki lingkup yang lebih luas. Unsur udara berkarakteristik sedemikian halus sehingga dapat dilihat dengan mata manusia. Unsur udara itu hanya dapat dialami dan dirasakan oleh tubuh. Gajah, singa dan harimau memiliki empat unsur yang sama dengan manusia. Tetapi manusia berbeda dengan hewan itu karena makanan yang dikonsumsi. Bahkan diantara manusia, misalnya pekerja kantoran berbeda dengan kaum buruh. Perbedaan terjadi dari apa yang kita makan.

Seperti halnya unsur udara yang tidak dapat kita lihat oleh mata, para dewa yang terbentuk oleh materi yang lebih halus (dari manusia) juga tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Hanya disebabkan tidak bisa dilihat oleh mata bukan berarti para dewa itu tidak ada. Bagian-bagian berbeda dari tubuh manusia memiliki fungsi yang berbeda-beda. Kita menggunakan bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda itu untuk menyelidiki benda-benda disekeliling kita. Saat meilhat buah yang asing, tidak pernah kita ketahui sebelumnya, kita menyelidikinya dengan amata. Untuk mengetahui apakah buah itu berair atau tidak kita mengguncang-guncangkannya dan mendengarkan dengan telinga. Contohnya buah kelapa. Untuk mengetahui aromanya kita menggunakan hidung. Dengan cara inilah kita bisa mencium atau membau aroma buah itu seperti saat membaui buah durian, mangga, pisang, jambu dann lain-lain. Untuk mengetahui rasanya kita menggunakan lidah, apakah buah itu terasa asam, manis, pahit, dan sebagainya. Kadang kita tidak yakin apakah buah itu matang dengan hanya melihat warna kulitnya. Untuk itu kita perlu menyentuhnya dengan tangan dan merasakan keras-lunaknya.

Disebuah bengkel harus ada para pekerja untuk menangani para pekerja. Bengkel tanpa pekerja tidak akan ada gunanya. Demikian pula dengan orang-orang yang terlahir buta atau tuli, meski organ-organ tersebut secara fisik ada tetapi tidak berfungsi sebagaiman mestinya, sehingga mereka tidak dapat melihat atau pun mendengar. Sedangkan indra perasa dan penciuman masih berfungsi dengan baik. Tubuh, dari kepala hingga ujung kaki sangat sensitif dengan rangsangan dari luar. Kecuali bagi yang lumpuh sarafnya, seseorang akan merasa sakit bila dicubit. Juga orang yang koma atau setengah sadar tidak akan tahu apa yang sedang berlangsung atau tidak mengenali lingkungannya. Dengan demikian enam indra dapat diibaratkan enam bengkel. Kembali pada cerita tentang laki-laki pemelihara ular diatas. Ketika melarikan diri dari kejaran ular-ular berbisa dan para musuhnya, ia sampai ke sebuah desa. Di tempat ini ia bepikir ada orang-ornag desa yang akan menolongnya dan berharap bisa mendapakan makanan, minuman, serta tempat beristirahat. Pada kenyataannya ia tidak memperoleh apa-apa.

Mirip dengan kisah ini, sebelum datang ke tempat meditasi, kita berpikir semua makhluk hidup dan benda-benda adalah baik semata. Bila kita merasakan sensai yang menyenangkan saat mencium, membau, mencicipi, melihat dan meyentuh, kita menyukainya. Saat bermeditasi dan mecatat dengan rajin, kita menyadari bahwa semua makhluk itu tidak berada dibawah kendali kita. Mereka bekerja mengikuti hukum alaminya. Mereka datang dan pergi mengikuti kondisi yang ada pada saat itu. Disinilah kita baru menyadari bahwa semuanya kosong (tidak ada apa-apa). Tidak ada sesuatupun di jasmani ini yang bersifat permanen. Dengan alasan ini kita menyadari bahwa segala sesuatu bersifat tidak kekal-anicca. Semua ini bersifat penuh dengan penderitaan dan diluar kendali kita. Dengan demikian semua fenomena ini tidak bmemiliki diri atau bersifat anatta. Tubuh ini juga biasa diibaratkan keong kosong, tidak ada yang benar-benar berharga di dalamnya.

Ada saat-saat dimana kita berpikir bahwa mata berbinar indah seperti bintang gemintang atau permata. Ada cerita dimasa Sang Buddha, hiduplah seorang perempuan bernama Subha, perempuan cantik dengan mata indah. Ketika berumur 20 tahun ia memutuskan menjadi bhikkuni. Suatu kali ia berpapasan dengan seorang laki-laki pemabuk yang meghalangi jalanya. Laki-laki ini mengucapkan banyak bujuk rayu kepada bhikkhuni muda ini. Si laki-laki pemabuk ini mengatakan kagum dan mencintai mata indah miliknya. Mendengar hal ini si bhikkhuni mencungkil matanya dan memberikan kepada laki-laki itu. Bila bola mat atersebut berada di tempat yang tepat, maka ia nampak indah. Tetapi, saat bola mata itu dikeluarkan ternyata benda ini terdiri dari ribuan pembuluh darah yang tampak mengerikan.

Enam Perampok
Enam perampok adalah lambang dari enam objek indra seperti objek-objek yang bisa dilihat, didengar, dicicipi, disentuh dan objek-objek mental.

Objek-objek yang tampak
Harus ada empat syarat bagi sesrorang untuk bisa melihat sesuatu yaitu:
  1. Harus ada objek
  2. Cahaya yang cukup
  3. Organ penglihatan yang befungsi dengan baik
  4. Maksud atau kehendak untuk melihat
Jika keempat syarat ini hadir maka kit akan memiliki kesadaran melihat. Sementara mata hanya berfungsi sebagai penerima.

Ketika bermeditasi, sewaktu melihat sebuah objek, kita harus mencatatnya (dalam batin) sebagai ''melihat......melihat......melihat......''. Objek adalah materi. Mata juga materi. Saat mata kontak dengan objek muncul kesadaran melihat. Kesadaran melihat adalah pikiran atau batin. Hal ini dapat diketahui hanya ketika kita menyadari adanya batin dan jasmani. Saat itulah pandanagan terang muncul. Proses melihat itu sendiri bukanlah pandangan terang. Sewaktu kita bergembira dengan objek yang dilihat itu merupakan yang menyenangkan. Dan saat timbul perasaan tidak suka terhadap apa yang dilihat itu merupakan perasaan tidak menyenangkan akibat proses melihat.

Saat melihat warna-warna sperti hijau, biru, merah dan lainnya, itu adalah persepsi. Jika kit atidak bisa melihat objek dengan jelas tetapi berusaha membuat objek menjadi lebih jelas, ini merupakan keadaan batin. Demikian pula saat mengetahui apa yang kita lihat, itu merupakan kerja dari kesadaran. Sebagai contoh orang yang menerima obat dalam bentuk tablet, orang awam hanya mengetahui tablet itu dilapisi gula dengan warnanya. Sementara seorang ahli kimia mengetahui setiap bagian terkecil dari tablet tersebut.

Mirip dengan itu, orang pada umumnya melihat benda-benda dalam wujud laki-laki, perempuan, anjing, dan lain-lain. Disisi lain seorang yogi melihat berbagai hal sama seperti ahli kimia tersebut. Ia bisa melihat dengan jelas adanya lima kelompok kehidupan serta bagian-bagian dari kelompok kehidupan yang membentuk keberadaan.

Suara
Ada sementara orang yang memiliki orang pendengaran atau telinga, tetapi tidak berfungsi sejak lahir, mejadi tuli karena kecelakaan atau penyakit. Untuk bisa mendengar seuatu bunyi organ pendengaran harus berfungsi dengan sempurna. Saat suara datang akan muncul kontak dengan indra pendengaran, muncullah kesadaran mendengar. Seseorang harus memiliki kesadaran mendengar untuk bisa mendengar. Orang mati sudah tidak memiliki kesadaran untuk mendengar. Tidak peduli betapa kerasnya suara tangisan di dekatnya, ia tidak akan bereaksi karena tidak lagi bisa mendengar.

Sebagai contoh. Untuk meghasilkan suara, sebuah genderang harus ditabuh dengan tongkat. Suara adalah materi. Telinga juga materi. Begitu keduanya kontak, timbul kesadaran mendengar. Dan ketika seorang yogi melakukan pencatatan dengan kesadaran murni, ia dapat membedakan yang mana pikiran (batin) dan yang mana materi (jasmani). Seperti halnya orang awam yang mengatakan mereka bisa membedakan suara seekor anjing, sebuah pesawat dan lain-lain. Demikian halnya ketika seseorang bisa membedakan antara batin dan jasmani barulah dikatakan ia memiliki pandangan terang.

Pada tahap awal seorang yogi harus mencatat proses mendengar dengan mengatakan dalam batin ''mendengar......mendengar......mendengar......''. Bila konsentrasinya semakin tajam, ia akan meyadari adanya dua hal, yakni batin dan jasmani yang terdiri dari lima kelompok kehidupan. Haruskah merasa senang apabila mendenarkan sesuatu yang baik? Sesungguhnya yang harus dilakukan pada saat itu adalah mencatat perasaan senang tersebut dengan mengatakan dalam batin ''senang......senang...senang...''.

Apabila menerima berita buruk kita merasa sedih. Ini jenis perasaan yang tidak menyenangkan. Jika kita bersikap acuh dan tidak acuh terhadap sesuatu yang kita dengar itu adalah bentuk perasaan acuh tak acuh. Lebih ajauh. Saat mendengar (suara) berkembang pula kelompok perasaan. Ketika mengamati suara itu sebagai suara yang merdu, buruk atau netral ini termasuk kelompok persepsi. Sementara memahami apa yang kita dengar, itu merupakan keadaan mental. Mengetahui apa yang didengar adalah kelompok kehidupan kesadaran. Telinga dan suara merupakan materi. Disinilah kita tahu apa yang disebut dengan lima kelompok kehidupan.

Sewaktu konsentrasi meguat kita mengetahui bahwa semua sura yang muncul pasti lenyap. Apakah suara-suara itu muncul disaat kita mencatatnya? Disini kita tahu, apakah kita mendengar atau tidak, suara-suara itu tetap muncul dan lenyap. Karena suara-suara itu selalu muncul dan lenyap maka dikatakan mereka tidak kekal. Terlepas dari apakah suara-suara itu indah atau tidak, kita tetap mendengarnya. Kita tidak bisa memilih, ini merupakan penderitaan. Karena tidak dapat mengendalikan suara yang masuk, maka tidak ada yang disebut ''diri'' pada indra pendengaran. Jadi, saat mencatat (objek) dengan konsentrasi yang baik, kita menyadari adanya ketikdakkekalan (anicca), ketidakpuasan (dukkha) dan tanpa ''aku'' (anatta).

Pada saat kita mendengar suara apapun, kita hanya berusaha mencatatnya (dalam batin) dengan mengatakan ''mendengar......mendengar......mendengar......'' tanpa berusaha mencari tahu apakah suara itu indah atau tidak. Dengan demikian keserakahan dan kemarahan tidak akan muncul. Perlu diketahui akan timbul bahaya bila kita tidak mencatat munculnya objek-objek dan hanya mengikuti hasrat-hasrat tersebut. Dimasa lalu di India kuno hiduplah seorang pemain harpa yang handal bernama Kotila. Ia jatuh cinta pada seorang gadis dan ingin melamar gadis tersebut untuk dijadikan istrinya. Tapi gadis itu menolak cintanya dengan kata-kata kasar.

Suatu malam Kotila pergi ke rumah si gadis. Ia memainkan harpa di bawah jendela kamar gadis itu. Kotila adalah pemain harpa yang sangat ahli sehingga lagu cinta yang dimainkannya sangat menawan dan membuai kalbu. Saat si gadis mendengar suara harpa nan merdu itu, ia mulai tertarik. Ia pergi ke balkon rumahnya yang terletak di lantai atas Kotila. Si gadis begitu terbuai dengan lagu itu sehingga tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Tak lama ia jatuh ke tanah dan mati.

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali terjadi pertengkaran dan perkelahian akibat terlalu sering menaruh perhatian terhadap apa yang kita dengar. Suatu kali dimasa yang lampau, ada sepasang suami istri yang sering bertengkar. Si suami tidak berani memukul istrinya pada saat bertengkar. Ia lebih memilih memukul anjingnya. Belakangan si anjing menyadari saat suami istri itu bertengkar akan ada pukulan yang menimpanya. Sehingga ia berlari menjauh jika mendengar suara pertengkaran suami istri tersebut.

Sewaktu berlatih meditasi kita harus mencatat dengan baik shingga terbebas dari kekotoran batin. Ada contoh yang berkenaan dengan hal ini. Suatu kali seorang kepala dusun berlatih meditasi di sebuah pusat meditasi. Kala itu dusunnya diserang perampok. Kepala dusung sangat takut dan melarikan diri.

Malam hari ia memilih kembali ke dusunnya dan dengan penuh kesadaran pergi kepusat latihan meditasi untuk melanjutkan meditasinya. Ia sadar bahwa dirinya harus berhadapan dengan para perampok tersebut. Ketika para perampok menanyakan siapakah dirinya, si kepala dusun idak mengindahkan pertanyaan itu. Ia tetap mempraktekkan meditasi jalan dan mencatat dengan kesadaran penuh seluruh proses yang sedang terjadi. Para penjahat kemudia berpikir bhawa dirinya adalah orang gila. Maka mereka meninggalkannya sendirian. Walaupun tidak meperoleh pandangan terang, si kepala dusun berhasil kelaur dari mara bahaya. Berdasarkan cerita ini dapat disimpulkan, para yogi juga bisa selamat dari kekotoran batin bila memiliki kesadaran yang baik.

Bau
Kita jarang bertemu dengan objek bau ketika berlatih meditasi. Bila bau itu muncul kita harus mencatatnya dengan cermat. Dan sewaktu bau berkontak dengan hidung maka akan muncul kesadaran membau. Apakah bau itu harum atau busuk tidaklah penting. Yang utama adalah kita harus mencatat dengan cermat kala bau itu muncul.

Dengan berkembangnya konsentrasi kita akan menyadari bahwa objek indra dan hidung adalah materi (jasmani). Saat objek bau berkontak dengan hidung akan muncul kesadaran membau. Ini adalah pikirna atau batin.

Saat tercium bau, seperti aroma bunga yasmin, kari dan lainnya, tugas kita hanya mencatat bau itu apa adanya tanpa perlu menganalisa apakah bau itu harum atau busuk. Jadi, kita tidak seharusnya melakukan penyelidikan lebih jauh kecuali hanya mencatat bau itu saja. Dengan mencatat secara tepat dan berkesinambungan, kita dapat mengetahui ketidakkeakalan bau itu secara alami. Karena tidak kekal bau itu tidak memuaskan adanya. Fenomena datang dan pergi. Secara alami ia muncul dan lenyap diluar kendali kita. Dengan demikian tak ada ''diri'' didalamnya. Kita tidak akan mampu menyadari fenomena secara alami bila tidak mencatatnya secara terus-menerus dengan konsentrasi yang baik.

Ada sebuah cerita tentang seorang pemuda desa penjual kayu bakar. Suatu hari, saat menjual kayu bakar di kota ia bertemu dengan temannya. Pada saat itu ada seorang penduduk kaya di kota tersebut sedang menyelenggarakan pesta makan malam yang mewah. Rumah penduduk kaya ini sangat besar dan dibangun sedemikian rupa sehingga orang-orang yang berada di luar bisa tahu apa yang sedang terjadi di dalam rumah tersebut. Ketika itu para pelayan sedang menyiapkan nasi beraroma wangi yang akan dihidangkan kepada para tamu. Dan si pemuda desa melihat bagaimana si orang kaya ini sedang dilayani untuk mengambil nasi yang kemudian diletakkan di sebuah piring emas. Meski pemuda itu melihat dari jauh, tetapi ia dapat mencium aroma wangi nasi tersebut.

Kemudian muncullah keinginan kuat dalam dirinya untuk bisa mencicipi nasi harum itu. Jika keinginan ini tidak terpenuhi, ia akan mati saja. Keinginan ini sedemikian kuat sehingga jantungnya berdebar keras seperti anak kecil yang ingin dibelikan mainan. Temannya membawa pemuda desa ini menghadapsi orang kaya agar mendapat sedikit nasi beraroma harum itu. Si orang kaya mau menagbulkan permintaan itu dengan syarat. Syarat tersebut adalah si pemuda desa harus mau jadi budaknya selama3 tahun. Bila ia puas dengan kerja si pemuda desa ini, barulah ia akan memberi sedikit nasi harum itu.

Si pemuda desa tidak dapat mengendalikan keinginannya sehinggga ia setuju menjadi budak orang kaya itu. Seandainya ia telah berlatih meditasi dan menacatat keinginan tersebut tepat pada saat munculnya, ia akan menyadari bahwa keinginan tersebut bersifat tidak kekal. Dan ia akan tetap menjadi orang yang bebas. Tanpa pencatatan kita menjadi tidak berdaya sehingga cendrung mengikuti keinginan-keinginan yang pada akhirnya akan memperbesar keserakahan. Haruskah indra penciuman mendatangkan bahaya bagi kita? Semuanya ini berbahaya dan hanya bila seorang dipenuhi kesadaran, ia dapat terbebas dari kekotoran batin.

Sisi Seberang Sungai
Tepi sungai dimana laki-laki dalam cerita di atas berusaha menyelamatkan diri dari sakkaya. Sakkaya artinya memenuhi kebutuhan bathin dan jasmani. Yang dinamakan batin dan jasmani tidak lain adalah lima kelompok kehidupan. Kelompok kehidupan yang merujuk pada batin adalah perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Sementara kelompok kehidupan materi adalah jasmani dan tubuh.

Sang Buddha menggunakan berbeda-beda untuk menjelaskan sakkaya saat beliau membabarkan dhamma. Karena para bhikkhu dan umat awam yang hadir saat pembababran dhamma itu memiliki kecerdasaan dan pengertian yang berbeda-beda. Bagi umat awam digunakan istilah upadana khanda (keinginan, kemelekatan). Kadang Sang Buddha menggambarkan empat unsur utama atau lima kelompok kehidupan ini sebagai bukit kecil yang selalu mengeluarkan asap keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin (lobha, dosa, moha). Tetapi istilah ini merujuk pada lima kelompok kehidupan atau batin dan jasmani yang menjadi sebab keberlangsungan penderitaan.

Upadana khanda terdiri dari dua kata, yaitu: upa (kehausan terhadap benda benda materi maupun bukan materi) dan dana (melekat atau menggenggam). Sedangkan khanda artinya kelompok kehidupan. Sehingga uadan khanda berarti kehausan dan kemelekatan terhadap batin dan jasmani. Bila objek-objek tersebut mendatangkan kesenangan bagi kita, maka kita menginginkannya lagi dan lagi. Bila yang terjadi sebaliknya, kita berusah menghindari dan menolaknya mentah-mentah. Ini merupakan keterikatan dan kemelekatan terhadap lima kelompok kehidupan yang menyebabkan kelahiran berulang-ulang dan penderitaan. Sebagai contoh, bila seseorang memiliki batu permata, dikarenakan kemelekatan terhadap batu permata tersebut, maka permata berharga itu disimpannya di tempat yang nyaman agar tidak hilang.

Contoh lainnya. Kala orang tua dan anak-anaknya bepergian maka anak-anak itu diberitahu untuk selalu memegang erat tangan orang tua mereka erat-erat. Sehingga anak-anak tersebut tidak hilang atau tersesat. Orang-orang terikat dengan benda-benada, baik benda hidup ataupun benda mati. Orang-orang sangat mencintai tubuhnya sehingga mereka marah jika tubuhnya disentuh. Demikian pula saat seseorang bermeditasi dan mengalami kesakitan atau kesemutan, maka ia mulai khawatir rasa sakit atau kesemutan itu akan menyebabkan timbulnya sakit jantung bahkan menimbulkan kematian.

Semua kekhawatiran ini muncul karena keterikatan atau kemelekatan. Bila kita tidak memiliki keinginan, kita tidak akan peduli munculnya rasa sakt itu. Seperti misalnya, banyak anjing atau kuncing kamping yang dilempari batu atau dipukuli, tetapi kita tidak memperdulikan kejadian itu. Itu karena kita tidak memiliki keterikatan dengan hewan-hewan tersebut. Lain halnya jika yang dipukuli adalah hewan peliharaan kita. Hal ini dapat menimbulkan kemarahan.

Sakkaya adalah tepi sungai dimana laki-laki dalam cerita diatas berusaha menyelamatkan diri. Sementara nibbana adalah sisi seberang sungai yang tidak memiliki lima kelompok kehidupan atau batin dan jasmani. Sebagaimana dengan munculnya cahaya maka kegelapan akan sirna. Demikanlah nibbana. Yang perlu dicamkan, untuk mencapai hal ini seseorang harus mengenyahkan sakkaya. Karena adanya batin dan jasmani, kita harus menghadapi penderitaan.

Hanya ada satu jalan agar terbebas dari penderitaan yakni jalan satipatthana. Inilah satu-satunya jalan menuju nibbana. Ada contoh sederhana. Untuk mencuci sepotong pakaian kotor maka diperlukan air dan dabun. Tetapi itu saja tida cukup. Kita juga harus menggosok, menyikat dan menyiram, pakaian tersebut berkali-kali dengan air sampai bersih. Untuk mencapai nibbana kita harus menyenyahkan kekotoran-kekotoran batin berkali-kali sampai mencapai tujuan akhir.

Kita menamai orang-orang dan benda-benda. Ini disebut konsep. Padahal kenyataannya, hanya ada batin dan jasmani dan lima kelompok kehidupan. Saat berlatih meditasi kita berusaha melihat apakah yang sebenarnya disebut ''diri'' ini, yang ternyata hanya gabungan dari batin dan jasmani. Sakkaya hanya bisa dilihat oleh para ariya. Sedangkan orang-orang biasa pada umumnya diselimuti oleh Sakkaya ditthi (cara pandang salah yang menganggap bahawa ''aku, saya, diri, laki-laki, perempuan'' itu ada). Hanya para Ariya yang bisa melihat Sakkaya sebagaiman adanya.

Beberapa orang berkata, ''Pertama-tama, untuk belajar dhamma, kita harus mengenyahkan cara pandang salah tentang adanya diri''. Pernyataan semacam ini tidak benar. Karena, jika kita telah mengenyahkan cara pandang yang salah terhadap diri, makakita telah berada di wilayah, setidak-tidaknya, sebagai pemenang arus (sotapanna). Mengucapkan hal itu memang mudah. Tetapi tidak dengan prakteknya. Sebab dibutuhkan banyak usaha dan kesabaran.

Contoh. Bila penyewa rumah tidak membayar ongkos sewa rumah kita berhak untuk mengusirnya. Namun, untuk mengenyahkan pandangan salah tentang adanya diri tidaklah segampang itu. Jika melekat dan melihat diri sebagai ''laki-laki'' atau ''perempuan'', ini berarti kita memiliki sakkaya ditthi.

Disis lain, ada sekelompok orang yang percaya adanya atta (jiwa atau roh) yang bisa berpindah pada saat seseorang meninggal dunia. Jiwa atau roh ini akan berreinkarnasi lagi ketubuh yang baru.

Kepercayaan atau pandangan yang salah terhadap adanya diri ini bisa membuat kita terjatuh ke empat alam-alam tingkat bawah. Tidak hanya sekarang, kita memiliki pandangan yang salah ini sejak dari masa lampau. Itulah mengapa kita tetap berada di alam samsara (lingkaran atau siklus kehidupan dan kematian)

bagaimana caranya mebebaskan diri dari sakkaya ditthi? Kita bisa membebasakan diri dari pandangan salah ini hanya dengan mempraktekkan satipatthana. Ini adalah satu-satunya cara, kita harus melatih dengan cara yang tepat dan bersunggu-sungguh. Jika tidak, pengetahuan pandangan terang tidak akan berkembang dengan baik. Umumnya orang-orang memiliki pandangan salah tentang adanya diri. Mereka melihat diri sebagai ''aku, laki-laki, perempuan, lain-lain''. Itu adalah pandangan salah orang-orang awam.

Apabila kita hanya sepintas melihat pada orang-orang, mungkin kita berpikir orang itu rendah hati. Tetapi mungkin orang lain lebih bisa melihat ''kedalam'' bahwa sebenarnya ia hanya berpura-pura rendah hati. Bagi para Ariya yang melihat kebenaran, pandangan mereka sangat berbeda. Mereka tidak memiliki pandangan salah sehingga tidak ada keterikatan. Sementara kebanyakan oran awam memiliki kemelekatan. Akibatnya mereka menuai penderitaan setiap saat.

Seperti halnya orang-orang berpikir bahwa mereka memiliki wajah yang tampan, indah dilihat, cerdas dan lain-lainnya. Hanya para ariya, rang yang telah mengembangkan konsentrasi dan pandangan terang sajalah yang bisa melihat bahwa ''diri'' ini penuh dengan kekotoran batin. Dengan demikian mereka tidak memiliki kemelekatan terhadap tubuh.

Dalam cerita di atas, laki-laki yang melarikan diri dari empat ular, lima musuh, lima kawan yang salah, dan lain-lain sedang berusaha keras untuk mencapai sisi seberang sungai. Mirip dengn cerita ini, para yogi berjuang keras dari mulai pukul 4 pagi sampai pukul 10 malam, setiap harinya. Pengalaman apapun yang terjadi berusaha mereka catat dengan tepat. Setiap pencatatan sebandig dengan satu langkah berlari menjauh dari mara bahaya.

Saat para yogi berlatih meditasi vipassana sebenarnya mereka sedang berusaha menembus sakkaya (batin dan jasmani), kebenaran adanya penderitaan, melihat ketidakkekalan dan ketiadaan diri. Orang awam melihat, dengan pandangan salahnya, sesuatu sebagai laki-laki, perempuan dan lain-lainnya. Sementara para yogi seharusnya berusaha keras berkonsentrasi untuk merealisasikan kebenaran hakiki segala sesuatu sebagaimana adanya. Untuk merealisasikan hal ini kita harus memperoleh pengetahuan-pengetahuan pandangan terang.

Ada sementara orang yang mempersembahkan dana agar bisa terlahir kembali di alam manusia atau alam dewa, perbuatan bajik kala berdana itu hanya bisa menjadi faktor pendukung untuk meraih pengetahuan. Dalam berlatih meditasi samtha, meditasi ketenangan, seseorang bisa mencapai jhana, tingkat-tingkat dalam konsentrasi. Dimana tingkat tertinggi pencapaian jhana adalah bisa bertumimbal lahir di alam brahmana. Sayangnya, beberapa orang salah melihat alam-alam brahmana sebagai nibbana, karena kehidupan brahmana sangat lama, selama jutaan tahun manusia.

Kenyataannya, saat seseorang selesai hidup di alam brahmana ia akan bertumimbal lahir lagi di alam manusia lalu menuju keempat alam-alam tingkat bawah. Sementara itu saat pengetahuan pandangan terang seseorang berkembang melalui praktek meditasi vipassana, kemungkinan besar ia dapat mencapai nibbana. Sebagai pemula, yang melihat batin dan jasmani dalam wujud laki-laki, perempuan, atau bentuk benda-benda materi lainnya, menunjukkan tidak adanya pandangan terang. Pencatatan harus dilakukan penuh perhatian samapi disadari pada setiap pencatatan yang dilakukan hanya ada batin dan jasmani atau lima kelompok kehidupan.

Pada saat seorang anak mulai membaca, ia mulai dengan huruf a, b, c, dan seterusnya. Setelah itu ia baru meulai membaca kata dan kalimat. Dari sini kita mengetahui bahwa kecerdasaan si anak berkembang. Ia semakin cerdas kal menyelesaikan SD, SMP dan seterusnya. Sama dengan ini, para yogi harus berkonsentrasi mencatat setiap pergerakan batin dan jasmani sehingga pandangan terangnya terus berkembang didalam mencapai pandangan terang seutuhnya.

Para yogi yang tidak mampu mencatat dengan baik secara terus-menerus tidak akan memperoleh kemajuan. Pencatatan harus terus dilakukan dengan tepat, sepenuh daya upaya dan terus menerus. Dengan cara inilah baru konsentrasi bisa berkembang dengan baik. Bila diantara proses pencatatan itu muncul kekotoran batin, maka hal ini menjadi penghalang munculnya pengetahuan pandangan terang.

Selama berlatih meditasi jalan, seorang yogi tidak boleh melihat kesekeliling dengan pikiran mengembara, karena hal ini akan menimbulkan jeda pada konsentrasi dan jeda di pencatatan. Bila ini terjadi maka konsentasi tidak akan berkembang dengan kuat. Saat merubah posisi tubuh dari duduk ke berdiri, harus dicatat ''maksud'' atau ''kehendak'' untuk bergerak dan setiap pergerakkan yang belangsung dari saat ke saat, mulai dari posisi duduk sampai berdiri. Untuk seluruh kegiatan, gerakan dan pikiran yang mencatat harus terjadi bersamaan seperti dua lemabr kertas yang saling menempel.

Api obor olimpiade menyala mulai dari saat ia dinyalakan samapi ajang olahraga ini selesai. Demikian juga dengan meditasi vipassan. Pencatatan harus dilakukan dengan segenap daya upaya, tepat dan berkesinambungan. Mulai dari fenomena itu muncul sampai berakhir. Sehingga konsentrasi bisa berkembang. Setelah kensentrasi itu berkembang barulah muncul pandangan terang.

Sungai
Sungai adalah simbol dari emapt banjr, ogha yaitu:
  1. Banjir nafsu-nafsu indra
  2. Banjir kemelekatan atas keneradaan
  3. Banjir pandangan salah
  4. Banjir ketidaktahuan atau kebodohan
Sngat tidak mudah menyebrangi sungai berarus deras yang bisa menyeret dan menengglamkan seseorang ke dasar sungai. Begitu pula seseorang bisa saecara mudah ditenggelamkan oleh keempat banjir yang membuatnya terus-menerus berputar-putar dilingkaran samsara. Bahkan dalam salah satu kehidupannya ia bisa saja terlahir di alam neraka tingkat bawah.
  1. Banjir nafsu-nafsu indrawi
    sepanjang seseorang belum mencapai magga (jalan) dan phala (buah), sepanjang waktu ia akan diselimuti oleh banjir nafsu indra. Jika ada sesaat kala seseorang melakukan pencatatan dalam latihan meditasinya, ia bisa diterobos oleh banjir nafsu-nafsu indra. Umumnya ornag awam tidak mengetahui betap deras dan kuatnya arus nafsu indra ini. Karena ketidaktahuan ini, banyak diantara orang awam yang bekerja keras sepanjang hidup untuk memiliki objek-objek indra seperti yang diinginkan.

  2. Banjir kemelekatan untuk mengada
    Ada orang-orang yang mempraktekkan sila dan berdana dengan tujuan bisa menjadi jutawan, raja dunia, terlahir sebagai dewa, brahmana, dan lain-lainnya. Sebenarnya sangat berbahaya memiliki tujuan-tujuan semacam ini. Meski ia bermaksud untuk mendapatkan status yang lebih tinggi tetapi bila kondisinya tidak terpenuhi, ia dapat terlahir di alam-alam bawah. Sering kita berpikir, adalah baik terlahir sebagai dewa. Sedangkan hewan-hewan berpikir adalah baik terlahir sebagi hewan. Kenyataannya, tak perduli betap baiknya hidup, sepanjang ia masih terperangkap di lingkaran samsara, ia adalah subjek dari penderitaan, usia tua, sakit dan mati.

  3. Banjir Pandangan-Pandangan Salah
    Terdapat sebagian orang yang memiliki pandangan salah bahwa memeprsembahkan hewan-hewan kepada dewa akan membawa kebajikan. Jika terus mempraktekkan pandangan salah ini akan menyebabkan terlahir di alam-alam tingkat bawah. Sementara kelompok lainnya lahi berpikir, setelah meninggal dunia mereka tidak akan lagi ''meng-ada'', telahir lagi. Pandangan ini menyebabkan mereka tidak memiliki sifat hormat terhadap orang yang lebih tua dan merasa lebih bermoral dari yang lain. Pemikiran ini berbahaya bagi dirinya dan masyarakat, karena ia bisa berbuat keji/kejam.

  4. Banjir Ketidaktahuan/Kebodohan
    Karena ketidaktahuannya, orang yang telah melakukan pembunuhan, perampokan atau perbuatan-perbuatan buruk lainnya berpikir, bila mereka mengakui kesalahannya, mereka akan dimaafkan. Sebenarnya, pikiran semacam ini tidak benar. Bila seseorang memiliki ketidaktahuan atas kebenaran ia akan diperangkap oleh empat arus di atas.
Semua orang awam ada dalam pengaruh empat banjir besar ini. Mereka mau menikmati kesenangan sensual (indra) bukan hanya ingin mempertahankan kesenangan tersebut tetapi untuk memperoleh lebih banyak dan lebih banyak lagi. Arus nafsu indra semacam ini memang sangat kuat dan bila seorang tak memiliki kemauan kuat untuk membebaskan diri, ia akan ditenggelamkan. Dibawah kendali kemelekatan untuk meng-ada, seseorang tidak memiliki bahaya keber-ada-an. Bahkan hewan sekalipun menikmati keberadaannya sebagai hewan karena bahaya keber-ada-an, ia tidak akan mampu memotong arus menuju keselamatan.

Sepanjang belum mampu memotong arus menuju keselamatan kita tetap berada dibawah pengaruh 62 pandangan salah. Selama masa itu kita akan menjadi orang yang mementingkan diri sendiri dan menutup mata terhadap kebenaran. Kita memandang diri sendiri teralalu berlebihan dan mengakibatkan kita ditenggelamkan oleh bajir dari pandangan-pandagan salah.

Dengan diliputi ketidaktahuan kita sedang berada disuatu tempat gelap-gulita dan tidak bisa melihat apapun. Akibatnya saat melangkah kita bisa menabrak didning, pohon, tersandung batu, dan lain-lainnya. Sepanjang masih terperangkap oleh arus ketidaktahuan kita tidak akan bisa melihat kebenaran.

Saat ini kita cukup beruntung karena mengenal ajaran Sang Buddha, dimana beliau telah membabarkan bagaimana cara menyebrang sungai menuju keselamatan. Tugas kita adalah bersungguh-sungguh. Sebab, bila kita hanya berusaha setengah-setengah, maka kita bahkan tidak bisa melihat sisi seberang sungai. Juga bagi yang mau berusaha akan dapat melihat sekejap keselamatan (nibbana) itu. Dengan demikian mereka akan berusaha lebih keras lagi hingga keselamatan (nibbana) dapat diraih.

Tanpa mengenal ajaran Sang Buddha, kita seperti berada di palung sungai yang gelap gulita. Tidak peduli betapa kerasnya berlatih, kita tidak akan memiliki kesempatan mencapai sisi seberang sungai. Karena kita tidak mengetahui cara yang benar. Jika kita menyadari betapa berharganya cara yang ditunjukkan oleh Sang Buddha, maka kita harus bekerja keras untuk meraih nibbana. Kita harus bersungguh-sungguh dalam berlatih meditasi vipasssana dan mencatat (dalam batin) dengan tepat. Yang perlu diketahui, sangat tidak mudah mencapai sisi seberang sungai saat kita berada dibawah pengaruh kekotoran batin. Dengan demikian kita harus berusaha keras dan lebih keras lagi.

Rakit
Seperti laki-laki pada cerita di atas yang harus membuat rakit dan mengayuh sekuat tenaga menggunakan kedua tangan dan kakinya untuk menyelamatkan diri sampai ke sisi seberang sungai. Rakit adalah lambang dari 8 jalan utama yang dapat digolongkan kedalam tiga besar, yakni sila (moralitas), samadhi (konsentrasi), dan panna (kebijaksanaan).

Para yogi harus berusaha dengan tekun agar konsentrasinya bisa berkembang dengan baik, sehingga bisa meraih pengetahuan-pengetahuan pandangan terang. Jadi, kala duduk atau berjalan para yogi ahrus mencatat dengan rajin. Ini seperti cerita laki-laki diatas yang mengayuh rakit sekuat tenaga. Tentu saja, hal ini berbeda dengan peumpang di atas kapal yang hanya duduk dan bersenang-senang saaat kapal itu menyebrangkan mereka. Dalam hal ini para yogi harus bekerja keras, baik pada saat meditasi duduk maupun jalan, harus mencatat dengan rajin. Jik atidak, mereka tidak akan sampai ke pantai seberang.

Untuk bisa memenuhi ''Delapan Jalan Utama'' seseorang harus memiliki 3 kualitas ini, yakni:
  1. Saddha, keyakinan yang dipayungi dengan pengertian.
  2. Sila, moralitas
  3. Viriya, semangat.
Saddha bisa diibaratkan dengan tangan. Apabila seseorang melihat sebuah tas berisi permata yang terletak di meja dan maksud mengambil tas tersebut, ia harus menggunakan tangannya. Untuk itu ia harus berdiri tegak, lalu mengambil tas tersebut dengan tangannya. Sepasang kaki yang yang menopang tubuh dengan kuat itu dapat diumpamakan dengan sila. Dan viriya digambarkan sebagai kekuatan yang mengangkat tas tersebut.

Agar bisa melarikan diri dengan cepat dari kejaran para musuhnya, ia harus mengayuh rakit sekuat tenaga untuk mencapai pantai seberang. Saat seseorang harus melawan sendiri musuh-musuhnya, ia harus berjuang dengan rajin, sungguh-sungguh dan berteguh hati. Jenis perjuangan semacam ini juga ditujukan kepada para yogi.

Kita harus menunjukkan kemurahan hati, berlatih sila dan memperkuat mental. Kemurahan hati dapat diibaratkan sebagai perak, sila sebagai emas dan meditasi seumpama intan atau permata. Seseorang harus memiliki keyakinan sebelum mengunjungi pusat latihan meditasi. Dengan dilandasi sila yang baik ia bisa meraih tingkat-tingkat konsentrasi. Tingkat-tingkat konsentrasi ini bisa diraihnya karena ia terbebas dari perasaan bersalah akibat melanggar sila.

Bagi orang yang belum pernah bermeditasi berpikir bahwa berlatih meditasi itu mudah. Kenyataannya tidak demikian. Karena dalam melatih meditasi para yogi harus berlatih keras, bahkan sampai berkeringat dimusim panas. Disamping itu ia pun ahrus memliki semangat untuk memperoleh kemajuan.

Dijaman dahulu, bila seseorang ingin menyalakan api dengan 2 batu, ia harus memukulkan batu-batu itu satu sama lain berulang-ulang sampai mendapatkan percikan api. Demikian pula seorang yogi harus berusaha dengan ekun terus-menerus sampai memperoleh konsentrasi yang kuat. Saat melatih lima, delapan, atau sepuluh sila, kita tengah mengembangkan jalan moralitas yang terdiri dari berkata-kata benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar. Berkata-kata benar berarti tidak berbohong, bergosip, menggunakan bahasa yang kasar, menyakiti pihak lain dengan kata-kata yang kasar dan menghindari berbicara tanpa tujuan.

Arti dari perbuatan benar adalah tidak membunuh, tidak mencuri atau melakukan perbuatan asusila. Sementara penghidupan benar berarti mengelola hidup dengan cara yang benar, tidak membunuh, mencuri dan melanggar sila yang dimaksudkan untuk menunjang kehidupannya. Umumnya banyak orang melakukan sesuatu untuk keuntungan dirinya sendiri tanpa peduli dengan yang lainnya. Ketika seorang yogi berlatih menjalankan delapan sila, mereka berusaha untuk berkata-kata benar, melakukan perbuatan benar, dan berpenghidupan benar. Dengan cara ini mereka telah menegakkan moralitas.

Moral yang baik merupakan pendukung bagi tumbuhnya konsentrasi yang benar. Konsentrasi benar dapat diraih dengan daya upaya benar. Dan konsentrasi benar ini akan emnajdi sebab bagi tumbuhnya kebijaksanaan. Usaha benar, konsentrasi benar dan perhatian benar termasuk dalam golongan konsentrasi pada ''Delapan Jalan utama''. Saat mencatat kembang dan kempisnya perut atau rasa sakit pada jasmani, kita harus membuat suatu usaha, mencatat (objek-objek yang muncul dan lenyap) dengan semestinya. Inilah yang dinamakan usaha benar.

Seorang nelayan yang berusaha menagkap ikan, juga pencuri atau perampok yang berusaha untuk mencuri atau merampok, juga mengerahkan suatu usaha. Tetapi usaha yang mereka laukakan adalah usaha yang salah. Sewaktu kita membangun suatu usaha, misalnya bangun lebih pagi untuk meditasi, untuk berkonsentrasi sebaik-baiknya dan berusaha keras lagi didalamnya, maka inilah yang dinamakan usaha atau daya upaya benar. Selain itu harus pula ada perhatian benar.

Saat mencatat kembang dan kempisnya perut, pikiran harus waspada melihat segala fenomena yang muncul pada saat terjadinya. Inilah yang dinamakan perhatian benar. Jika pikiran dibiarkan mengingat orang yang dicintai, masa lalu atau menginginkan sesuatu, ini bukanlah perhatian benar. Sewaktu mencatat rasa panas atau dingin, kembang atau kempisnya perust, rasa sakit pada kemunculannya berkonsentrasi dari saat ke saat, inilah yang dinamakan konsentrasi benar. Dengan demikian daya upaya benar, perhatian benar, konsentrasi benar, saat kita berusaha keras mencatat dari saat ke saat, ini termasuk samadhi dalam ''Delapan Jalan Utama''.

Ada orang yang bertanya, dapatkah memperoleh konsentrasi benar saat mengerjakan hal-hal lain? Orang-orang yang bermain kartu atau catur perlu pula berkonsentrasi. Tapi konsetrasi yang dikembangkan disini bukanlah konsentrasi benar. Karena konsetrasi itu dilandasi oleh keserakahan untuk meraih kemenangan serta dilandasi pula perasaan marah, benci dan kecewa bila kalah. Konsentrasi juga diperlukan pada saat memancing. Tetapi maksud yang dikandung didalamnya tidak baik. Karena ada suatu hasrat disana untuk membunuh ikan-ikan. Inipun bukan termasuk dalam konsentrasi benar.

Didalam meditasi, pikiran yang mencatat terbebas dari nafsu kebencian, keserakahan dan ketidaktahuan (kebodohan). Ini adalah konsentrasi benar. Dimasa lalu untuk mengetahui kemurnian emas kita perlu mengujinya dengan batu khusus. Sama halnya setelah berusaha dengan keras dijalan yang benar, seseorang akan dapat merealisasikan kesunyataan.

Dalam dhamma yang ada hanya batin dan jasmani, tak ada ''kamu, aku, laki-laki, perempuan'' dan lain-lain. Jasmani, saat mencatat sepenuhnya, kita memiliki pengertian benar dan pemikiran benar. Bila konsentrasi dengan baik, kita akan menyadari kebenaran sejati pada batin dan jasmani dan apa yang dinamakan kebenaran atas kesepakatan belaka. Demikian pula ketika melakukan pencatatan, berarti kita tengah mempraktekkan ''Delapan Jalan Utama'' yakni, menegakkan moralitas atau sila (berkata benar, perbuatan benar, dan perhatian benar), samadhi benar (usaha benar, konsentrasi beanr, dan perhatian benar), serta panna (pikiran benar, dan konsentrasi benar). Ketganya dinamakan tiga latihan moral atau tiga sikha. Dengan melatih ''Delapan Jalan Utama'' kita sedang menegakkan sila, samadhi, panna.

Para yogi harus bersungguh-sungguh mencatat kembang kempisnya perut, mengamati langkah kaki serta setiap gerakan jasmani. Misalnya, bila ada lima pencatatan dalam satu saat dikatakan kita akan mempunyai 40 magga (jalan) dalam satu saat. Maka bisa dibanyangkan berapa banyak jalan (magga) yang kita raih dalam 1 menit, 1 jam, 1 hari atau dalam waktu yang lebih panjang.

Hanya setelah seseorang memiliki pengalaman pandangan terang baruah ia benar-benar mengerti bahwa duduk itu jasmani, proses penctatan termasuk kedalam batin. Saat berdiri, posisi berdiri itu termasuk jasmani dan proses mencatat posisi itu termasuk batin. Sewaktu mencatat seseorang akan menyadari bahwa yang ada hanya batin dan jasmani. Melalui praktek seseorang baru dapat melihat kesunyataan ini. Sedang belajar dari membaca buku-buku dhamma yang diperoleh hanyalah pengetahuan bukan pandangan terang dari praktek berlatih. Bentuk jasmani terbentuk dari materi saja dan pikiran terbentuk dari 4 komponen lainnya, yakni perasaan (vedana), persepsi (sanna), bentuk-bentuk pikiran (sankhara), dan kesadaran (vinnana). Pada tingkat ini seorang yogi bisa melihat dirinya sendiri secara alami. Ia bisa melihat kembang dan kempisnya perut, berjalan, duduk, dan semua aktifitas tubuh termasuk kedalam kelompok batin. Demikian pula proses mengetahui dan memahami termasuk dalam kelompok batin juga.

Para pemula biasanya mencatat objek-objek itu sebagai ''perutku'', ''kakiku'', dan lain sebagainya. Tetapi ketika ia menyadari bahwa semua itu hanya batin dan jasmani, ia meraih kebenaran dan pengertian benar.

Apapun yang dilakukan oleh tubuh, dalam pengertian tubuh itu sendiri secara fisik, seseorang tidak akan meraih kebenaran dari hal itu. Ia harus mencatat objek-objek yang muncul dan lenyap dengan pikiran dan keluar dari kebenaran konvensional. Bila seseorang dapat merealisasikan bahwa sesuatu hanya berupa batin (nama) dan jasmani (rupa), berarti ia sudah melihat kebenaran. Kebenaran tidak bisa dipahami hanya dengan berkhayal atau berpikir, tapi harus dengan metode pencatatan batin yang benar.

Ketika bermeditasi seorang yogi tidak perlu berpikir. Yang diperlukan hanyalah mencatat dengan baik sehingga bisa melihat bahwa yang ada hanya batin dan jasmani. Ini merupakan dasar pandangan terang terhadap kesunyataan. Hal ini dapat diumpamakan seperti memukul dinding dengan batu. Seseorang dapat melihat bahwa batu berbeda dengan dinding. Dapat membedakan jasmani dan batin, berarti seseorang telah meraih dasar dari pandangan terang.

Selain itu seorang yogi harus menyadari saat ia merentangkan tangan. Tangan adalah jasmani dan mencatat proses itu merupakan batin. Pada tahap pengertian benar dan pikiran benar, kesadaran murni telah dicapai. Bila seseorang mencapai tahapan ini, ia disebut Cula Sopatanna (pemenang arus tahap awal), dimana ia tidak akan lagi dilahirkan dalam 4 alam-alam tingkat rendah pada kehidupan selanjutnya.

Terbebas dari kesengsaraan hidup merupakan hal yang patut diperjuangkan. Bila seseorang berada dibawah kekuasaan orang lain, ia tidak akan dapat melakukan apa yang disukainya. Maka, jika belum bebas dari kekotoran batin, kita akan selalu tunduk pada penderitaan yang tak berkesudahan ini.

Apabila telah mencapai tahap cula sotapanna kita pasti terbebas dari hidup yang menyedihkan pada kehidupan mendatang. Demikianlah, bila kita memiliki kesehatan yang baik dan berkesempatan berlatih meditasi, seharusnya ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Pencatatan yang dilakukan dengan tidak bersungguh-sungguh tidak akan membuat kita menyadari kesunyataan. Pencatatan (dalam batin) harus dilakukan dengan penuh perhatian, tepat dan terus-menerus. Misalnya, saat mencatat kembang kempisnya perut, kita harus mencatat semua proses (kembang kempisnya perut) dari awal sampai akhir. Saat perut mengembang dan proses itu daicatat dengan tepat, kita menyadari bahwa perut bergerak perlahan kedepan dan sedikit demi sedikit mengeras. Pada keadaan ini perut berhenti mengembang untuk kemudian mengempis. Perut mulai mengempis secara perlahan sampai berhenti. Selanjutnya proses mengembang mulai lagi. Proses kembang kempisnya perut berlanjut. Jika proses ini diamati kita akan menyadari bahwa proses kembang-kempisnya perut adalah tidak kekal. Untuk menyadari ketidakkekalan kita tidak harus berpikir. Pandangan terang besifat spontan. Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka mengetahui karena berpikir sesungguhnya tidak benar-benra tahu. Hanya dengan bermeditasi dan melakukan pencatatan dengan baik kita akan mengetahui (kebenaran). Kita akan menyadari, disebabkan oleh ketidakkekalan segala sesuatu menjadi tidak memuaskan, mereka muncul dan lenyap menurut hukum ketidakkekalan. Dengan demikian kita menyadari bahwa tidak ada yang disebut ''diri''. Saat kita menyadari fenomena sesungguhnya, ini berarti kita telah memahami kebenaran akhir.

Jika seseorang bertekad untuk berhasil maka ia harus bekerja secara sistematis dan terarah, tahap demi tahap. Apabila kita memiliki kualitas sperti apa yang disebutkan tadi berarti sudah memenuhi ''Delapan Jalan Utama''.

Beberapa yogi yang tidak dapat berlatih terus-menerus akan sulit berhasil untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang. Dengan ketabahan dan ketekunan, seseorang dapat mencapai pantai seberang (nibbana) suatu saat nanti.

Sekarang metode ini sudah diketahui. Kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh mendapatkan pengetahuan pandangan terang. Sebagai contoh, ada 5 sahabat pergi ke gunung untuk mencari harta karun. Mereka menemukan gua dengan tulisan yang berbunyi ''semua harta karun ada didalam''. Bila mereka hanya berdiri di depan gua dan mendiskusikan harta karun itu, mereka tidak akan pernah mendapakan apa yang mereka cari. Bila mereka membuka lempengan batu yang menutupi gua itu, mereka dapat masuk kedalam gua. Saat berada di dalam gua, maju setapak demi setapak, mereka menemukan pintu lagi. Dengan menyatukan usaha, masing-masing memberikan kekuatan yang sebanding, berjuang untuk masuk lebih ke dalam. Bila mereka hanya berdiri di depan gerbang dan berdiskusi sesama mereka sendiri, tanpa ada usaha lebih lanjut, mereka tidak akan dapat masuk ke ruangan kedua pada gua tersebut. Berhenti berusaha membuat mereka tidak akan dapat masuk. Petunjuk di depan gua sudah dibaca dan diketahui maksudnya. Kritikan, diskusi dan pembelajaran tidak dapat membuat seseorang meraih tujuan. Hanya dengan melakukan usaha, yang disertai praktek, seseorang dapat mencapai kesuksesan.

Dengan memberikan usaha yang sebanding, 5 sahabat itu dapat memasuki gua dan mendapatkan harta karun yagn mereka cari. Demikian pula kita harus memiliki 5 hal dengan keseimbangan yang baik untuk meraih pengetahuan pandangan terang. Kelima hal itu adalah:
  1. Saddha, keyakinan yang dilandasi oleh pengertian benar.
  2. Viriya, usaha
  3. Sati, kesadaran
  4. Samadhi, konsentrasi
  5. Panna, kebijaksanaan.
Sebagian orang tidak ingin bersusah payah dan menempuh jalan pintas dan mudah. Sekarang, banyak orang kehilangan harta benda karena serakah. Mereka ditipu dengan keyakinan bahwa batu bisa berubah menjadi emas. Kita tidak dapat bergantung pada orang lain. Kalau kita merasa lapar dan meminta orang lain untuk makan, dapatkah rasa lapar itu diatasi? Demikian juga, bila kita merasa ngantuk, kita tidak akan merasa segar kembali karena orang lain tidur untuk kita.

Kita juga tidak dapat bergantung pada para dewa karena sebagian dari para dewa juga berada dalam kesulitan seperti yang dialami oleh para manusia. Diantaranya tinggal di pohon-pohon kerena tidak memiliki cukup kebajikan. Jika pohon itu ditebang mereka tidak lagi memiliki tempat untuk tinggal. Maka, bila kita ingin meraih pengetahuan pandangan terang, kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh. Kalau menunggu bantuan dari orang lain, kita tidak akan pernah meraih pengetahuan pandangan terang.

Sisi Seberang Sungai
Selama seseorang mempraktekkan meditasi dengan baik berarti ia juga mempraktekkan delapan jalan utama dan akan mencapai kemajuan pandangan terang, mengembangkan pandangan benar serta secara spontan menyadari 4 kesunyataan mulia.

Seorang yogi akan menyadari adanya penderitaan pada batin dan jasmani. Dan penderitaan itu disebabkan adanya kehausan (tanha) pada baik benda-benda yang berwujud maupun benda-benda yang tidak berwujud.

Dengan munculnya kesadaran ini seorang yogi akan berjuang keras untuk mematahkan keserakahan yang menjadi sebab penderitaan, sampai pada akhirnya ia mencapai pemadaman batin dan jasmani yakni nibbana. Sang Buddha melihat bahwa semua makhluk terperangkap dalam lautan samsara, tak peduli betapa mewah dan kayanya hidup seseorang, ia harus tunduk pada usia tua, sakit, dan kematian. Bagaimanapun kehidupan yang dijalani, karena batin dan jasmani mengalami penderitaan, seseorang tetap akan menderita. Seperti misalnya, lilin, selama masih ada sumbu dan lilin (bahan), maka lilin itu tetap menyala. Tapi jika lilin dan sumbunya sudah habis maka tidak akan ada lagi api. Demikian pula dengan kita. Selama masih memiliki batin dan jasmani, ia selalu terbakar dengan kekotoran batin. Hanya saat batin dan jasmani sudah padam maka kedamaian sejati akan diraih.

Seorang sotapanna (pemenang arus) mengalami pemadaman batin dan jasmani untuk pertama kalinya, tetapi belum mencapai kebebasan sepenuhnya. Ia telah menghapuskan pandangan salah dan keragu-raguan terhadap Triratna (Sang Buddha, Dhamma, Sangha). Namun kekotoran batin yang lain masih dimiliki. Sedang seorang anagami (yang tidak kembali lagi) lebih jauh telah mengenyahkan keserakahan dan kemarahan pada kehidupannya saat ini. Hanya Arahat yang benar-benar telah melenyapkan secara sempurna semua kekotoran batin serta mencapai kebebasan sejati.

Kebahagiaan nibbana yang dialami orang suci sangat bebeda dengan kesenangan yang didapat dari 6 panca indra. Santi sukha adalah kebahagiaan dalam kedamaian, kedamaian dalam kebebasan batin dan jasmani, bebas dari kontak indrawi. Seseorang yang tidak mengalami kebahagiaan nibbana tidak dapat merasakan hal itu. Sebaliknya mereka secara sembrono membandingkan santi sukha dengan tidur nyenyak.

Terlepas dari apakah seseorang tidur beralas lantai yang keras atau tempat tidur yang mewah, ketika tidurnya nyenyak, ia tidak lagi merasa berhubungan dengan tempat yang keras atau empuk. Dengan demikian, saat seseorang tidur nyenyak ia merasa damai dan tidak berhubungan dengan 6 indranya. Bila terbangun, bisa jadi ia akan marah meski tak ada peristiwa apapun yang dialami oleh indranya. Tetapi ia menikmati tidurnya yang pulas itu. Hanya saat seseorang sepenuhnya terbebas dari batin dan jasmani, ia mencapai santi sukha, nibbana.

Terdapat perbedaan antara kenikmatan duniawi dengan kebahagiaan dalam dhamma. Gambaran tentang orang yang menikmati tidur nyenyaknya dapat membuat kita secara sembarangan membandingkan kenikmatan tidur nyenyak itu dengan nibbana. Sepenuhnya bebas dari indra, kebahagiaan nibbana yang sesungguhnya jauh berada diatas kesenangan hawa nafsu yang masih berada pada tingkat kesenangan duniawi.

Orang yang tidak pernah merasakan initasi dhamma akan heran, bagaimana seseorang bisa ''menikmati'' kedamaian nibbana tanpa ada kesadaran dan perasaan menikmati. Tetapi, bila seseorang dapat mengingat bagaimana seseorang ''menikmati'' tidurnya yang nyenyak, ia dapat memperkirakan santi sukha. Sang Buddha mengajarkan bahwa mempraktekkan meditasi vipasanna sama seperti mencuci pakaian kotor. Kita harus mencuci pakaian itu berulang-ulang kali sampai bersih kembali. Bukan hanya pada kehidupan saat ini, tetapi juga selama berada di lautan samsara, kita berada dibawah pengaruh kekotoran batin. Maka, mengenyahkan kekotoran batin itu bukanlah pekerjaan mudah. Kita harus berusaha keras seperti cerita laki-laki yang melarikan diri dari kejaran musuh-musuhnya tanpa kenal lelah. Dan ketika mencapai tingkat sotapanna, kita tak lagi mengembangkan kekotoran batin yang membawa pada kesengsaraan hidup.

Kita harus waspada dan terus berusaha dengan sekuat tenaga. Praktekkan meditasi vipasanna dengan rajin sampai akhirnya mencapai sisi seberang sungai. Dan orang yang mencapai sisi seberang sungai dengan selamat serta berhasil melarikan diri dari kejaran musuh-musuhnya berkat nasehat dari sahabat baiknya, adalah seorang arahat yang telah mencapai nibbana dengan melenyapkan semua kekotoran batin berkat nasehat bijaksana Sang Buddha.

Semoga anda semua mempraktekkan meditasi satipatthana vipassana dengan rajin, memenuhi delapan jalan utama dan meraih pengetahuan magga dan phala.

Sadhu! Sadhu! Sadhu!
Share:

0 Komentar:

Posting Komentar