Sejak Kondadhana Thera diterima dalam pasamuan Sangha, ada bayangan wanita yang selalu mengikuti beliau. Bayangan ini hanya dapat dilihat oleh orang lain, sedangkan Kondadhana Thera sendiri tidak melihatnya. Ketika beliau berpindapatta, orang-orang memberikan dua sendok makanan kepada beliau, dengan mengatakan, “Ini untuk Bhante, dan yang ini untuk wanita yang mengikuti Bhante.”
Melihat seorang bhikkhu bepergian dengan seorang wanita, para penduduk menghadap kepada Raja Pasenadi dari Kosala dan melaporkan perihal bhikkhu dengan wanita tersebut, “O, Raja, usir saja bhikkhu itu dari kerajaanmu karena beliau tidak memiliki moral.” Raja segera pergi ke vihara tempat bhikkhu itu berdiam dan para pengawalnya mengepung vihara tersebut. Mendengar suara ribut, bhikkhu itu keluar dan berdiri di depan pintu, dan bayangan wanita itu berada tidak jauh dari bhikkhu tersebut. Mengetahui raja yang datang, bhikkhu tersebut masuk dan menunggu di dalam. Raja masuk ke dalam ruangan, dan bayangan wanita itu tidak terdapat dalam tempat itu.
Kemudian Raja bertanya kepada bhikkhu itu, di mana wanita tersebut berada, bhikkhu itu menjawab bahwa ia tidak melihat wanita. Raja menginginkan kepastian, ia menyuruh bhikkhu tersebut keluar ruangan. Kemudian bhikkhu tersebut keluar ruangan, dan ketika raja melihat keluar tertampak bayangan wanita di dekat bhikkhu itu. Akan tetapi ketika bhikkhu memasuki ruangan kembali, bayangan tersebut tidak diketemukan. Raja kemudian mengatakan bahwa wanita itu tidak benar-benar ada, dan bhikkhu tersebut tidak bersalah. Raja mengundang bhikkhu itu untuk datang ke istana, dan menerima dana makanan setiap hari. Ketika bhikkhu lain mendengar hal itu, mereka ragu-ragu dan bingung, dan mereka berkata kepada Kondadhana Thera: “O, bhikkhu yang tidak bermoral! Sekarang raja akan menyuruhmu keluar dari kerajaan ini setelah engkau menerima dana makanan, karena engkau bersalah!” Kondadhana Thera berkata dengan pedas: “Hanya engkau satu-satunya yang tidak bermoral, hanya kamu yang bersalah, sebab hanya engkau yang bepergian dengan wanita!”
Para bhikkhu kemudian menceritakan masalah ini kepada Sang Buddha. Sang Buddha mengundang Kondadhana Thera dan bertanya, “Anakku, apakah engkau melihat wanita bersama dengan para bhikkhu ketika engkau berbicara dengan mereka? Apakah engkau melihat wanita bersama mereka seperti mereka melihat engkau bersama wanita. Saya mengetahui bahwa engkau tidak menyadari telah menciptakan masalah sebagai akibat perbuatan jahatmu dalam kehidupan yang lampau. Sekarang dengarlah, Saya akan menjelaskan kepadamu mengapa ada bayangan wanita yang mengikuti dirimu. Engkau adalah dewa dalam kehidupan lampaumu.
Pada waktu itu ada dua orang bhikkhu yang sangat akrab. Engkau berusaha membuat masalah di antara mereka berdua, engkau menyamar sebagai seorang wanita yang mengikuti salah seorang bhikkhu itu. Atas perbuatanmu itu, engkau sekarang diikuti oleh bayangan wanita. Jadi, selanjutnya engkau jangan berdebat dengan bhikkhu lain atas permasalahan itu. Diamlah seperti gong yang pecah, dan engkau akan merealisasi nibbana.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 133 dan 134 berikut ini: Jangan berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka yang mendapat perlakuan demikian, akan membalas dengan cara yang sama. Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.
Melihat seorang bhikkhu bepergian dengan seorang wanita, para penduduk menghadap kepada Raja Pasenadi dari Kosala dan melaporkan perihal bhikkhu dengan wanita tersebut, “O, Raja, usir saja bhikkhu itu dari kerajaanmu karena beliau tidak memiliki moral.” Raja segera pergi ke vihara tempat bhikkhu itu berdiam dan para pengawalnya mengepung vihara tersebut. Mendengar suara ribut, bhikkhu itu keluar dan berdiri di depan pintu, dan bayangan wanita itu berada tidak jauh dari bhikkhu tersebut. Mengetahui raja yang datang, bhikkhu tersebut masuk dan menunggu di dalam. Raja masuk ke dalam ruangan, dan bayangan wanita itu tidak terdapat dalam tempat itu.
Kemudian Raja bertanya kepada bhikkhu itu, di mana wanita tersebut berada, bhikkhu itu menjawab bahwa ia tidak melihat wanita. Raja menginginkan kepastian, ia menyuruh bhikkhu tersebut keluar ruangan. Kemudian bhikkhu tersebut keluar ruangan, dan ketika raja melihat keluar tertampak bayangan wanita di dekat bhikkhu itu. Akan tetapi ketika bhikkhu memasuki ruangan kembali, bayangan tersebut tidak diketemukan. Raja kemudian mengatakan bahwa wanita itu tidak benar-benar ada, dan bhikkhu tersebut tidak bersalah. Raja mengundang bhikkhu itu untuk datang ke istana, dan menerima dana makanan setiap hari. Ketika bhikkhu lain mendengar hal itu, mereka ragu-ragu dan bingung, dan mereka berkata kepada Kondadhana Thera: “O, bhikkhu yang tidak bermoral! Sekarang raja akan menyuruhmu keluar dari kerajaan ini setelah engkau menerima dana makanan, karena engkau bersalah!” Kondadhana Thera berkata dengan pedas: “Hanya engkau satu-satunya yang tidak bermoral, hanya kamu yang bersalah, sebab hanya engkau yang bepergian dengan wanita!”
Para bhikkhu kemudian menceritakan masalah ini kepada Sang Buddha. Sang Buddha mengundang Kondadhana Thera dan bertanya, “Anakku, apakah engkau melihat wanita bersama dengan para bhikkhu ketika engkau berbicara dengan mereka? Apakah engkau melihat wanita bersama mereka seperti mereka melihat engkau bersama wanita. Saya mengetahui bahwa engkau tidak menyadari telah menciptakan masalah sebagai akibat perbuatan jahatmu dalam kehidupan yang lampau. Sekarang dengarlah, Saya akan menjelaskan kepadamu mengapa ada bayangan wanita yang mengikuti dirimu. Engkau adalah dewa dalam kehidupan lampaumu.
Pada waktu itu ada dua orang bhikkhu yang sangat akrab. Engkau berusaha membuat masalah di antara mereka berdua, engkau menyamar sebagai seorang wanita yang mengikuti salah seorang bhikkhu itu. Atas perbuatanmu itu, engkau sekarang diikuti oleh bayangan wanita. Jadi, selanjutnya engkau jangan berdebat dengan bhikkhu lain atas permasalahan itu. Diamlah seperti gong yang pecah, dan engkau akan merealisasi nibbana.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 133 dan 134 berikut ini: Jangan berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka yang mendapat perlakuan demikian, akan membalas dengan cara yang sama. Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.
Apabila engkau berdiam diri bagaikan sebuah gong pecah, berarti engkau telah mencapai nibbana, sebab keinginan membalas dendam tak terdapat lagi dalam dirimu.
0 Komentar:
Posting Komentar