Radha adalah seorang brahmana miskin yang tinggal di vihara. Ia hanya melakukan sedikit pelayanan untuk para bhikkhu. Atas pelayanannya ia memperoleh makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya. Tidak ada seorang pun yang mendorongnya menjadi seorang bhikkhu, meskipun ia mempunyai keinginan yang besar untuk menjadi bhikkhu. Suatu hari, ketika hari menjelang pagi. Sang Buddha mengamati dunia dengan kemampuan batin luar biasa-Nya. Dilihat-Nya brahmana tua itu mempunyai kesempatan untuk mencapai tingkat kesucian arahat.
Paginya, Sang Buddha pergi menemui brahmin tua itu dan mengetahui bahwa para bhikkhu di vihara tersebut tidak menginginkan brahmin tua itu bergabung dalam pasamuan bhikkhu. Sang Buddha mengundang para bhikkhu dan bertanya, “Apakah ada di antara para bhikkhu di sini yang mengingat hal baik yang pernah dilakukan oleh orang tua ini?”
Atas pertanyaan ini Yang Ariya Sariputta menjawab, “Bhante, saya mengingat satu peristiwa ketika orang tua itu memberikan sesendok nasi kepada saya”. “Jika demikian”, Sang Buddha berkata: “Tidakkah seharusnya kamu menolong dermawan itu untuk membebaskannya dari penderitaan hidup?” Yang Ariya Sariputta setuju untuk menjadikan orang tua itu sebagai seorang bhikkhu dan kemudian menerima sebagaimana mestinya.
Yang Ariya Sariputta membimbing bhikkhu tua itu dan bhikkhu tua itu mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Dalam waktu beberapa hari, bhikkhu tua itu telah mencapai tingkat kesucian Arahat. Ketika Sang Buddha datang untuk menemui para bhikkhu, mereka melaporkan bagaimana tekunnya bhikkhu tua itu mengikuti bimbingan Yang Ariya Sariputta. Kepada mereka, Sang Buddha menjawab bahwa para bhikkhu seharusnya mudah membimbing seperti Radha dan tidak marah ketika mendapat celaan atas kesalahan atau kegagalannya.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 76 berikut ini: Seandainya seseorang bertemu orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahannya seperti orang yang menunjukkan harta karun, hendaklah ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tidak tercela bergaul dengan orang bijaksana.
Paginya, Sang Buddha pergi menemui brahmin tua itu dan mengetahui bahwa para bhikkhu di vihara tersebut tidak menginginkan brahmin tua itu bergabung dalam pasamuan bhikkhu. Sang Buddha mengundang para bhikkhu dan bertanya, “Apakah ada di antara para bhikkhu di sini yang mengingat hal baik yang pernah dilakukan oleh orang tua ini?”
Atas pertanyaan ini Yang Ariya Sariputta menjawab, “Bhante, saya mengingat satu peristiwa ketika orang tua itu memberikan sesendok nasi kepada saya”. “Jika demikian”, Sang Buddha berkata: “Tidakkah seharusnya kamu menolong dermawan itu untuk membebaskannya dari penderitaan hidup?” Yang Ariya Sariputta setuju untuk menjadikan orang tua itu sebagai seorang bhikkhu dan kemudian menerima sebagaimana mestinya.
Yang Ariya Sariputta membimbing bhikkhu tua itu dan bhikkhu tua itu mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Dalam waktu beberapa hari, bhikkhu tua itu telah mencapai tingkat kesucian Arahat. Ketika Sang Buddha datang untuk menemui para bhikkhu, mereka melaporkan bagaimana tekunnya bhikkhu tua itu mengikuti bimbingan Yang Ariya Sariputta. Kepada mereka, Sang Buddha menjawab bahwa para bhikkhu seharusnya mudah membimbing seperti Radha dan tidak marah ketika mendapat celaan atas kesalahan atau kegagalannya.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 76 berikut ini: Seandainya seseorang bertemu orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahannya seperti orang yang menunjukkan harta karun, hendaklah ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tidak tercela bergaul dengan orang bijaksana.
0 Komentar:
Posting Komentar