Senin, 17 Desember 2012

Dhammapada XXVI : 419 & 420 - Kisah Vangisa Thera

 on  with No comments 
In ,  
Suatu ketika, si Rajagaha, terdapat seorang brahmana bernama Vangisa, yang dengan cara sederhana mengetuk-ngetuk tengkorak mayat seseorang yang telah meninggal dunia, dapat memberitahukan apakah orang tersebut lahir di alam dewa, atau di alam manusia, atau dalam salah satu dari empat alam rendah (apaya). Para brahmana membawa Vangisa menuju banyak desa dan orang-orang berkumpul karenanya dan membayarnya sepuluh, dua puluh, atau seratus untuk mencari informasi dimanakah saudaranya yang meninggal dunia dilahirkan kembali.

Pada suatu kesempatan, Vangisa dan kelompoknya datang ke suatu tempat yang tidak jauh dari Vihara Jetavana. Melihat beberapa orang datang menemui Sang Buddha, para brahmana mengundang mereka untuk datang menemui Vangisa yang dapat memberitahu mereka dimana saudara mereka yang sudah meninggal dunia dilahirkan kembali. Tetapi para pengikut Sang Buddha berkata kepada mereka, “Guru kami adalah satu-satunya yang tanpa saingan, Ia adalah satu-satunya Yang Telah Mencapai Pencerahan.” Para brahmana mendengar perkataan seperti itu menganggap sebagai suatu tantangan dan membawa Vangisa menuju Vihara Jetavana untuk bertanding dengan Sang Buddha.

Sang Buddha, karena mengetahui maksud mereka, Sang Buddha, karena mengetahui maksud mereka, memerintahkan para bhikkhu untuk membawa tengkorak dari seseorang yang terlahir di niraya (alam neraka), dari seseorang yang terlahir di alam binatang, dari seseorang yang terlahir di alam manusia, dari seseorang yang terlahir di alam dewa dan juga dari seorang arahat. Kelima tengkorak tersebut diletakkan berurutan. Kepada Vangisa diperlihatkan tengkorak-tengkorak itu. Ia dapat memberitahukan dimana pemilik dari empat tengkorak yang pertama itu dilahirkan; tetapi ketika ia menuju pada tengkorak dari seorang arahat, ia kehilangan jejak. Kemudian Sang Buddha berkata, “Vangisa, tidakkah engkau tahu? Aku tahu di mana pemilik tengkorak ini berada.” Vangisa kemudian meminta Sang Buddha untuk memberi mantra gaib yang harus diketahuinya; tetapi Sang Buddha memberi tahu bahwa mantra tersebut hanya dapat diberikan kepada seorang bhikkhu. Vangisa kemudian memberitahu para brahmana untuk menunggu di luar vihara sementara ia mendapat pelajaran mantra tersebut.

Kemudian, Vangisa menjadi seorang bhikkhu. Sebagai seorang bhikkhu, seperti dianjurkan Sang Buddha, ia merenungkan tiga puluh dua unsur pokok dari tubuh. Vangisa dengan tekun melatih meditasi seperti yang dianjurkan oleh Sang Buddha dan mencapai tingkat kesucian arahat pada waktu yang singkat. Ketika para brahmana yang sedang menunggu di luar vihara datang untuk bertanya kepada Vangisa apakah ia telah mendapatkan mantra tersebut, Vangisa menjawab, “Kalian mendapatkan mantra tersebut, Vangisa menjawab, “Kalian semua lebih baik pergi sekarang; karena bagiku, aku seharusnya tidak lagi pergi bersama kalian.”

Para bhikkhu lain yang mendengarnya berpikir ia sedang mengatakan yang tidak sesungguhnya, sehingga mereka pergi menemui Sang Buddha dan berkata, “Bhante! Vangisa dengan cara seperti itu ingin menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat.” Kepada mereka Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu! Vangisa benar-benar mengetahui kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 419 dan 420 berikut: Seseorang yang telah memiliki pengetahuan sempurna tentang timbul dan lenyapnya makhluk-makhluk, yang telah bebas dari ikatan, telah pergi dengan baik (Sugata) dan telah mencapai Penerangan Sempurna, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

Orang yang jejaknya tak dapat dilacak, baik oleh para dewa, gandarwa, maupun manusia, yang telah menghancurkan semua kekotoran batin dan telah mencapai kesucian (arahat), maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’
Share:

0 Komentar:

Posting Komentar