Pada malam bulan purnama di bulan Kattika, penduduk Vesali merayakan festival perbintangan (nakkhatta) secara besar-besaran. Seluruh kota bersinar, dan ada banyak hiburan, dengan nyanyian, tarian, dll. Ketika itu ada seorang bhikkhu yang sedang melihat ke arah kota, sambil berdiri sendiri di vihara. Bhikkhu itu merasa kesepian dan tidak puas dengan keadaannya.
Perlahan, ia bergumam pada dirinya sendiri, “Tidak ada seorangpun yang keadaannya lebih buruk dariku”. Saat itu juga makhluk halus penjaga hutan menghampirinya dan berkata, “Makhluk-makhluk di alam neraka (niraya) iri hati terhadap keadaan makhluk-makhluk di alam dewa; demikian pula orang-orang iri hati dengan keadaan mereka yang hidup sendiri di dalam hutan.”
Mendengar kata-kata ini, bhikkhu tersebut menyadari kebenaran kata-kata itu dan ia menyesal bahwa ia berpikir sedemikian sempit terhadap keadaan seorang bhikkhu. Pagi-pagi buta pada keesokan harinya, bhikkhu tersebut pergi menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian itu. Dalam jawaban Beliau, Sang Buddha menceritakan kepadanya tentang betapa sulitnya kehidupan semua makhluk.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 302 berikut: Sungguh sukar untuk menempuh kehidupan tanpa rumah (Pabbajja); sungguh sukar untuk bergembira dalam menempuh kehidupan tanpa rumah. Kehidupan rumah tangga adalah sukar dan menyakitkan. Tinggal bersama mereka yang tidak sesuai sungguh menyakitkan. Hidup mengembara dalam proses tumimbal lahir (Samsara) juga menyakitkan. Karena itu janganlah menjadi pengembara (dalam samsara), atau menjadi pengejar penderitaan.
Bhikkhu itu mencapai tingkat kesucian arahat, setelah khotbah Dhamma berakhir.
Perlahan, ia bergumam pada dirinya sendiri, “Tidak ada seorangpun yang keadaannya lebih buruk dariku”. Saat itu juga makhluk halus penjaga hutan menghampirinya dan berkata, “Makhluk-makhluk di alam neraka (niraya) iri hati terhadap keadaan makhluk-makhluk di alam dewa; demikian pula orang-orang iri hati dengan keadaan mereka yang hidup sendiri di dalam hutan.”
Mendengar kata-kata ini, bhikkhu tersebut menyadari kebenaran kata-kata itu dan ia menyesal bahwa ia berpikir sedemikian sempit terhadap keadaan seorang bhikkhu. Pagi-pagi buta pada keesokan harinya, bhikkhu tersebut pergi menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian itu. Dalam jawaban Beliau, Sang Buddha menceritakan kepadanya tentang betapa sulitnya kehidupan semua makhluk.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 302 berikut: Sungguh sukar untuk menempuh kehidupan tanpa rumah (Pabbajja); sungguh sukar untuk bergembira dalam menempuh kehidupan tanpa rumah. Kehidupan rumah tangga adalah sukar dan menyakitkan. Tinggal bersama mereka yang tidak sesuai sungguh menyakitkan. Hidup mengembara dalam proses tumimbal lahir (Samsara) juga menyakitkan. Karena itu janganlah menjadi pengembara (dalam samsara), atau menjadi pengejar penderitaan.
Bhikkhu itu mencapai tingkat kesucian arahat, setelah khotbah Dhamma berakhir.
0 Komentar:
Posting Komentar