Selasa, 25 Desember 2012

Dhammapada XVIII : 254 & 255 - Kisah Subhadda si Pertapa Pengembara

 on  with No comments 
In ,  
Subhadda si pertapa pengembara sedang menetap di Kusinara ketika ia mendengar bahwa Buddha Gotama akan mangkat, mencapai parinibbana pada waktu jaga terakhir malam itu. Subhadda mempunyai tiga pertanyaan yang telah lama membingungkannya.

Ia telah menanyakan pertanyaan tersebut kepada guru-guru agama yang lain, misalnya Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambala, Pakudha Kaccayana, Sancaya Belatthaputta, dan Nigantha Nataputta, tetapi jawaban mereka tidak memuaskan baginya. Ia belum bertanya kepada Buddha Gotama, dan ia merasa bahwa hanya Sang Buddha-lah yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Maka, ia bergegas pergi ke hutan pohon Sala, tetapi Y.A. Ananda tidak mengizinkannya bertemu dengan Sang Buddha, karena saat itu kondisi kesehatan Sang Buddha sangat lemah. Sang Buddha mendengar percakapan mereka dan Beliau berkenan untuk menemui Subhadda.

Subhadda menanyakan tiga pertanyaan, yaitu:
(1) Apakah ada jalan di langit ?
(2) Apakah ada bhikkhu-bhikkhu suci (samana) di luar ajaran Sang Buddha ?
(3) Apakah ada suatu hal berkondisi (sankhara) yang abadi ?

Jawaban Sang Buddha terhadap semua pertanyaan tersebut adalah ‘tidak ada’.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 254 dan 255 berikut ini: Tidak ada jejak di angkasa, tidak ada orang suci di luar Dhamma. Umat manusia bergembira di dalam belenggu, tetapi Para Tathagata telah bebas dari semua itu.

Tidak ada jejak di angkasa,tidak ada orang suci di luar Dhamma. Tidak ada hal-hal berkondisi yang abadi. Tidak ada lagi keragu-raguan bagi Para Buddha.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Subhadda mencapai tingkat kesucian anagami, dan atas permohonannya, Sang Buddha menerima Subhadda sebagai anggota Pasamuan Bhikkhu (Sangha). Subhadda adalah orang terakhir yang menjadi bhikkhu pada masa kehidupan Sang Buddha Gotama. Akhirnya, Subhadda mencapai tingkat kesucian arahat.
Share:

0 Komentar:

Posting Komentar