Suatu ketika, ada seorang brahmana yang mempunyai kebiasaan berkeliling menerima dana makanan. Suatu hari, ia berpikir, “Samana Gotama telah menyatakan bahwa orang yang hidup dengan cara menerima dana makanan adalah seorang bhikkhu. Dengan demikian, saya juga dapat disebut sebagai seorang bhikkhu.”
Dengan berpikir seperti itu, ia menghadap Sang Buddha, dan berkata bahwa ia (brahmana itu) dapat juga disebut seorang bhikkhu, karena ia juga pergi menerima dana makanan. Kepadanya, Sang Buddha berkata, “Brahmana, Aku tidak berkata bahwa engkau seorang bhikkhu hanya karena engkau pergi mengumpulkan dana makanan. Orang yang menganut kepercayaan yang salah dan bertindak sesuai dengan hal itu tidak dapat disebut sebagai seorang bhikkhu. Hanya orang yang melaksanakan perenungan tentang ketidakkekalan, ketidakpuasan, dan keadaan tanpa inti dari gabungan unsure-unsur itulah yang dapat disebut seorang bhikkhu.”
Kemudian sang Buddha membabarkan syair 266 dan 267 berikut ini: Seseorang tidak dapat disebut bhikkhu hanya karena ia mengumpulkan dana makanan dari orang lain. Selama ia masih bertingkah laku seperti seorang perumah tangga dan tidak mentaati peraturan, maka ia belum pantas disebut bhikkhu.
Dengan berpikir seperti itu, ia menghadap Sang Buddha, dan berkata bahwa ia (brahmana itu) dapat juga disebut seorang bhikkhu, karena ia juga pergi menerima dana makanan. Kepadanya, Sang Buddha berkata, “Brahmana, Aku tidak berkata bahwa engkau seorang bhikkhu hanya karena engkau pergi mengumpulkan dana makanan. Orang yang menganut kepercayaan yang salah dan bertindak sesuai dengan hal itu tidak dapat disebut sebagai seorang bhikkhu. Hanya orang yang melaksanakan perenungan tentang ketidakkekalan, ketidakpuasan, dan keadaan tanpa inti dari gabungan unsure-unsur itulah yang dapat disebut seorang bhikkhu.”
Kemudian sang Buddha membabarkan syair 266 dan 267 berikut ini: Seseorang tidak dapat disebut bhikkhu hanya karena ia mengumpulkan dana makanan dari orang lain. Selama ia masih bertingkah laku seperti seorang perumah tangga dan tidak mentaati peraturan, maka ia belum pantas disebut bhikkhu.
Dalam hal ini, seseorang yang telah mengatasi kebaikan dan kejahatan, yang menjalankan kehidupan suci dan melaksanakan perenungan tentang kelompok-kelompok khandha, maka sesungguhnya ia dapat disebut seorang bhikkhu.
0 Komentar:
Posting Komentar