Suatu ketika hiduplah seorang pertapa di Savatti. Suatu peristiwa berkesan pada dirinya, ketika Sang Buddha menggunakan istilah panggilan bagi semua bhikkhu pengikutNya yang meninggalkan keduniawian dengan kata : ‘pabbajita’. Karena ia juga seorang pertapa, maka ia seharusnya disebut juga seorang pabbajita (yang meninggalkan keduniawian). Jadi ia pergi menemui Sang Buddha dan bertanya mengapa ia tidak disebut seorang pabbajita.
Jawaban Sang Buddha terhadap pertanyaannya adalah demikian : “Hanya karena seseorang adalah pertapa, seseorang tidak dapat begitu saja disebut seorang pabbajita; seorang pabbajita juga harus mempunyai persyaratan lain.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 388 berikut: Karena telah membuang kejahatan, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’; karena tingkah lakunya tenang,maka ia Kusebut seorang ‘pertapa’(samana); dan karena ia telah melenyapkan noda-noda batin, maka ia Kusebut seorang ‘pabbajita’ (orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah tangga).
Pertapa tadi mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah Pertapa tadi mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Jawaban Sang Buddha terhadap pertanyaannya adalah demikian : “Hanya karena seseorang adalah pertapa, seseorang tidak dapat begitu saja disebut seorang pabbajita; seorang pabbajita juga harus mempunyai persyaratan lain.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 388 berikut: Karena telah membuang kejahatan, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’; karena tingkah lakunya tenang,maka ia Kusebut seorang ‘pertapa’(samana); dan karena ia telah melenyapkan noda-noda batin, maka ia Kusebut seorang ‘pabbajita’ (orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah tangga).
Pertapa tadi mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah Pertapa tadi mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
0 Komentar:
Posting Komentar