Suatu waktu, Pangeran Abhaya pulang kembali dengan kemenangan setelah berhasil memberantas sebuah pemberontakan di perbatasan negara. Raja Bimbisara sangat senang kepadanya sehingga selama tujuh hari, Abhaya yang telah memberikan kejayaan dan kemuliaan negara mendapat sambutan dan hiburan, bersama seorang gadis penari untuk menghiburnya.
Pada hari terakhir, ketika si penari sedang menghibur pangeran dan teman-temannya di taman, penari itu terkena stroke yang hebat, dia terjatuh dan meninggal dunia seketika. Pangeran terkejut dan amat sangat sedih. Dengan sedih, pangeran pergi menemui Sang Buddha untuk mencari pelipur lara.
Kepadanya Sang Buddha berkata, “O Pangeran, air mata yang engkau cucurkan melalui kelahiran yang berulang-ulang tidak dapat diukur. Kumpulan-kumpulan di dunia ini (khandha) adalah tempat dimana orang bodoh terlelap di dalamnya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 171 berikut: Marilah, pandanglah dunia ini yang seperti kereta kerajaan yang penuh hiasan, yang membuat orang bodoh terlelap di dalamnya. Tetapi bagi orang yang mengetahui, maka tak ada lagi ikatan dalam dirinya.
Pada hari terakhir, ketika si penari sedang menghibur pangeran dan teman-temannya di taman, penari itu terkena stroke yang hebat, dia terjatuh dan meninggal dunia seketika. Pangeran terkejut dan amat sangat sedih. Dengan sedih, pangeran pergi menemui Sang Buddha untuk mencari pelipur lara.
Kepadanya Sang Buddha berkata, “O Pangeran, air mata yang engkau cucurkan melalui kelahiran yang berulang-ulang tidak dapat diukur. Kumpulan-kumpulan di dunia ini (khandha) adalah tempat dimana orang bodoh terlelap di dalamnya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 171 berikut: Marilah, pandanglah dunia ini yang seperti kereta kerajaan yang penuh hiasan, yang membuat orang bodoh terlelap di dalamnya. Tetapi bagi orang yang mengetahui, maka tak ada lagi ikatan dalam dirinya.
0 Komentar:
Posting Komentar