Jumat, 08 Maret 2013

Pengorbanan Gagah Berani

 on  with No comments 
In ,  
Saat masih seorang guru sekolah, perhatian saya tertarik pada seorang siswa yang mendapat peringkat terbawah pada ujian terakhir dalam kelas saya yang terdiri dari 30 siswa. Saya melihat dia menjadi tertekan karena nilainya yang tidak bagus, lalu saya menghampiri dan mengajaknya berbicara.

Saya berkata kepadanya, ''Harusnya ada orang yang berada di peringkat ke-30 dari 30 siswa di kelas ini. Tahun ini, orang itu adalah kamu, yang melakukan pengorbanan gagah berani supaya tidak seorangpun temanmu menderita malu karena mendapat peringkat terbawah di kelas ini. Kamu sungguh baik begitu penuh belas kasih. Kamu pantas mendapatkan medali''.

Kita berdua tahu bahwa apa yang saya katakan itu konyol, tetapi dia menyeringai lebar. Dia tidak lagi menganggap peringkat terbawahnya sebagai sebuah kiamat.

Dia mendapat peringkat yang jauh lebih baik pada tahun berikutnya, ketika tiba giliran orang lain melakukan pengorbanan gagah berani.

Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm
Share:

Jenis Kebebasan Manakah yang Anda Sukai?

 on  with No comments 
In ,  
Jenis Kebebasan Manakah yang Anda Sukai?
Oleh Ajahn Brahm

Dua bhikkhu Thai yang dihormati ke rumah seorang umat untuk menerima persembahan dana makanan pagi. Di ruang tamu, tempat mereka menunggu, terdapat sebuah akuarium berisi berbagai jenis ikan hias. Bhikkhu yang lebih muda mengadukan bahwa memelihara ikan di akuarium itu bertentangan dengan prinsip Buddhis mengenai belas kasih. Itu bagaikan memenjara mereka.

Apa sih yang telah diperbuat oleh ikan-ikan itu sehingga mereka harus dikurung dalam penjara tembok kaca? Mereka semestinya bebas berenang di sungai atau di danau, bebas pergi ke mana pun mereka suka. Bhikkhu yang kedua tidak setuju. Memang benar, dia mengakui, bahwa ikan-ikan itu tidak bebas menuruti kehendaknya, tetapi hidup dalam akuarium membebaskan mereka dari begitu banyak marabahaya. Lalu dia menguraikan daftar kebebasan mereka.
    1. Pernahkah Anda melihat orang memancing ikan di akuarium di rumah seseorang? Tidak! Jadi, kebebasan pertama bagi ikan-ikan dalam akuarium adalah bebas dari ancaman para pemancing. Bayangkan apa jadinya bagi ikan di alam bebas, ketika melihat seekor cacing lezat atau seekor lalat sedap, mereka tidak pernah yakin apakah itu aman dimakan atau tidak.

      Mereka, tidak diragukan lagi, telah menyaksikan banyak teman dan kerabat mereka mencaplok seekor cacing yang tampak lezat, dan tiba-tiba lenyap dari pandangan mereka untuk selamanya. Bagi ikan di alam bebas, kegiatan makan itu penuh ancaman bahaya dan sering berakhir dalam tragedi. Makan malam bisa menjadi traumatik.

      Ikan di alam bebas bisa-bisa menderita gangguan pencernaan kronis karena hilangnya nafsu makan, dan ikan yang paranoid bisa dipastikan akan mati kelaparan. Ikan di alam bebas mungkin saja menderita tekanan batin, tetapi ikan di akuarium terbebas dari bahaya semacam ini.

    2. Ikan di alam bebas juga harus mencemaskan ancaman ikan lebih besar yang akan memangsa mereka. Dewasa ini, di beberapa sungai yang rusuh, para ikan tidak lagi merasa aman untuk keluyuran pada malam hari! Akan tetapi, tidak ada pemilik akuarium yang akan mengisi akuariumnya dengan jenis ikan yang akan memangsa ikan lainnya. Jadi, ikan dalam akuarium terbebas dari bahaya ikan kanibal.

    3. Dalam daur alaminya, ikan di alam bebas kadang tidak memperoleh makanan. Namun bagi ikan di akuarium hidup itu bagai tinggal di sebuah restoran. Dua kali sehari, makanan bergizi diantarkan ke depan pintu mereka, bahkan lebih nyaman daripada jasa pesan-antar pizza, karena mereka tidak perlu membayar. Jadi, ikan dalam akuarium terbebas dari bahaya kelaparan.

    4. Selama perubahan musim, sungai dan danau mengalami perubahan suhu yang ekstrem. Sungai dan danau menjadi sangat dingin pada musim dingin, sampai permukaannya tertutupi es. Pada musim panas, air bisa menjadi terlalu hangat untuk ikan, kadang bahkan sampai mengering. Namun, ikan dalam akuarium memiliki sistem pengaturan udara dan suhu. Suhu air dalam akuarium terjaga baik dan nyaman, sepanjang hari sepanjang tahun. Jadi ikan dalam akuarium, terbebas dari bahaya kedinginan dan kepanasan.

    5. Di alam bebas, bila seekor ikan jatuh sakit, tidak ada yang akan merawatnya. Namun, ikan dalam akuarium punya asuransi kesehatan gratis. Pemiliknya akan memanggil dokter ikan untuk datang ke rumah kapan pun ada ikan yang sakit; mereka bahkan tidak harus pergi sendiri ke klinik. Jadi ikan dalam akuarium terbebas dari bahaya ketiadaan perlindungan kesehatan.
Bhikkhu kedua yang lebih senior, menyimpulkan sikapnya, Ada banyak keuntungan menjadi seekor ikan dalam akuarium, katanya. Memang benar, mereka tidak bebas menuruti kehendaknya dan berenang ke sana kemari, tetapi mereka terbebas dari begitu banyak bahaya dan ketidaknyamanan.

Bhikkhu yang lebih senior melanjutkan penjelasannya bahwa itu sama seperti orang-orang yang hidup dalam kehidupan yang bajik. Benar, mereka tidak bebas mengikuti nafsunya dan seenaknya ke sana ke mari, namun mereka terbebas dari begitu banyak bahaya dan ketidaknyamanan.

Jenis kebebasan manakah yang Anda sukai?

Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm
Share:

Inipun Akan Berlalu

 on  with No comments 
In ,  
Inipun Akan Berlalu
Oleh Ajahn Bram

Salah satu pengajaran tidak ternilai yang dapat membantu mengatasi depresi, adalah juga salah satu yang paling sederhana. Namun pengajaran yang terlihat sederhana, mudah untuk disalahpahami. Hanya jika kita akhirnya sudah terbebas dari depresi, barulah kita boleh menyatakan diri sudah betul-betul memahami cerita berikut.

Seorang narapidanan baru merasa ketakutan dan tertekan. Tembok-tembok batu di selnya seperti menyerap habis semua kehangatan; jeruji-jeruji besi bagai mencemooh segala belas kasih; suara gelegar baja yang beradu ketika gerbang ditutup, mengunci harapan jauh-jauh. Hatinya terpuruk sedalam hukumannya yang sedemikian lama. Di tembok, di atas kepala tempat tidur lipatnya, dia melihat sebuah kalimat yang tergores di sana; ''Ini Pun Akan Berlalu''.

Kalimat itu melecut semangatnya, mungkin demikian juga dengan narapidana lain sebelum dia. Tidak peduli betapa beratnya, dia akan menatap tulisan itu dan mengingatnya; ''ini pun akan berlalu''. Pada hari ia dibebaskan, dia mengetahui kebenaran dari kata-kata itu. Waktunya telah terpenuhi; penjara pun telah berlalu.

Ketika ia menjalani kembali kehidupan normalnya, dia sering merenungi pesan itu, menulisnya di secarik kertas untuk di taruh di samping tempat tidurnya, di mobil dan di tempat kerja. Bahkan saat dia mengalami hal-hal yang buruk, dia tidak akan menjadi depresi. Dengan mudah dia akan mengingat, ''ini pun akan berlalu'', dan terus berjuang. Saat-saat yang buruk pun tidak memerlukan waktu lama untuk berlalu. Lalu ketika saat-saat yang menyenangkan tiba, dia menikmatinya, tetapi tanpa terlalu sembrono. Sekali lagi dia akan mengingat, ''ini pun akan berlalu'', dan terus lanjut bekerja, tanpa menggampangkan hal yang menyenangkan itu. Saat-saat yang indah biasanya juga tidak akan bertahan lama-lama.

Bahkan ketika dia menderita kanker, ''ini pun akan berlalu'' telah memberinya pengharapan. Pengharapan memberinya kekuatan dan sikap positif yang mengalahkan penyakitnya. Suatu hari, dokter spesialis memastikan bahwa, ''kanker pun telah berlalu''.

Pada hari-hari terakhirnya, di atas ranjang kematian, dia membisikkan kepada orang-orang yang dicintainya, ''ini pun akan berlalu'', dan dengan enteng dia meninggalkan dunia ini. Kata-katanya adalah pemberian cinta terakhir bagi keluarga dan teman-temannya. Mereka belajar darinya bahwa, ''kesedihan pun akan berlalu''.

Depresi adalah sebuah penjara yang sering di alami oleh kita-kita ini. ''Ini pun akan berlalu'' membantu melecut semangat kita; juga menghindarkan salah satu penyebab depresi hebat, yaitu tidak mensyukuri saat-saat bahagia.

Sumber: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm
Share:

Batu-Batu Berharga

 on  with No comments 
In ,  
Batu-Batu Berharga
Oleh Ajahn Brahm

Beberapa tahun lalu disebuah sekolah bisnis terkemuka di Amerika Serikat, seorang profesor menyampaikan sebuah kuliah yang luar biasa tentang ekonomi sosial didepan kelas S2-nya. Tanpa menjelaskan apa yang sedang dilakukannya, dengan hati-hati sang profesor meletakkan sebuah toples kaca di atas mejanya. Lalu, dengan diikuti tatapan mata para mahasiswanya, dia mengeluarkan sekantong penuh batu dan memasukkannya satu per satu ke dalam toples itu, sampai tidak ada lagi batu yang bisa dimasukkan. Dia bertanya kepada para mahasiswanya, ''Apakah toples ini sudah penuh?''

''Ya'' jawab mereka.

Sang profesor tersenyum. Dari bawah mejanya, dia meraih tas kedua, yang satu ini penuh kerikil. Dia lalu menuangkan sambil menggoyang-goyangkan kerikil-kerikil itu untuk mengisi celah-celah di antara batu-batu yang lebih besar di dalam toples. Untuk kedua kalinya, dia bertanya kepada para mahasiswanya, ''Apakah toples ini sudah penuh?''

''Belum'' jawab mereka. Sekarang mereka sudah mulai dapat menebaknya.

Tentu saja mereka benar, karena sang profesor mengambil lagi sekantong penuh pasir halus. Dia berusaha menuangkan pasir itu ke dalam toples, mengisi celah-celah di antara batu-batu besar dan kerikil-kerikil yang telah dimasukkan sebelumnya. Lagi-lagi dia bertanya, ''Apakah toples ini sudah penuh?''

“Mungkin tidak, Pak, yang tahu cuma Anda'', Jawab mahasiswanya.

Tersenyum mendengarkan jawaban itu, sang profesor mengeluarkan seteko air, lalu dia tuangkan ke dalam toples yang penuh dengan batu, krikil, dan pasir itu. Ketika tidak ada lagi air yang dapat dituangkan ke dalam toples itu, dia meletakkan teko itu dan memandang ke seluruh kelas.

''Lantas, apa pelajaran yang dapat kalian petik?'' tanyanya kepada para mahasiswa.

''Tak peduli seberapa padatnya jadwal Anda,'' sambut salah seorang mahasiswa, ''Anda akan selalu menambahkan sesuatu ke dalamnya!'' Jangan lupa, ini kan sekolah bisnis terkenal.

''Bukan!'' gelegar sang profesor dengan penuh empati. ''Apa yang ditunjukkan adalah jika kalian ingin memasukkan batu-batu yang besar, kalian harus memasukkannya pertama kali''.

Itu adalah pelajaran tentang prioritas.

Jadi apakah ''batu besar'' yang ada di dalam ''toples'' Anda? Apakah hal yang paling penting yang harus dimasukkan ke dalam kehidupan Anda? Pastikanlah untuk pertama-tama menjadwalkan ''batu-batu berharga'' ke dalam hidup Anda, atau Anda tidak akan pernah mendapatkannya, untuk mengisi hidup Anda.

Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm
Share:

Ayam atau Bebek?

 on  with No comments 
In ,  
Ayam atau Bebek?
Oleh Ajahn Brahm

Berikut ini adalah cerita kegemaran guru saya, Ajahn Chah dari Thailand Timur Laut. Sepasang pengantin baru tengah berjalan bergandengan tangan di sebuah hutan pada suatu malam musim panas yang indah, seusai makan malam. Mereka sedang menikmati kebersamaan yang menakjubkan tatkala mereka mendengar suara di kejauhan, ''Kuek! Kuek!''

''Dengar,'' kata si istri, ''Itu pasti suara ayam.''

''Bukan, bukan. Itu pasti suara bebek,'' kata si suami.

''Nggak, aku yakin itu ayam,'' si istri bersikeras.

''Mustahil. Suara ayam itu 'kukuruyuuukkk', bebek itu 'Kuek! Kuek!' Itu bebek, Sayang'', kata si suami dengan disertai gejala-gejala awal kejengkelan.

''Kuek! Kuek!'' terdengar lagi.

''Nah, tuh! Itu suara bebek,'' kata si suami.

''Bukan, Sayang.......itu suara ayam! Aku yakin betul!'' tandas si istri, sembari menghentakkan kaki.

''Dengar ya! Itu a.......da.......lah......be....bek, B-E-B-E-K. Bebek! Tahu ?!'' si suami berkata dengan gusar.

''Tetapi itu ayam!'' masih saja si istri bersikeras.

''Itu jelas-jelas bue...bek! Kamu ini..... kamu ini....!''

Terdengar lagi suara, ''Kuek! Kuek!'' sebelum si suami mengatakan sesuatu yang sebaiknya tidak dikatakannya.

Si istri sudah hampir menangis, ''Tetapi itu ayam........''

Si suami melihat air mata yang mengembang di pelupuk mata istrinya, dan akhirnya, teringat kenapa dia menikahinya. Wajahnya melembut dan katanya dengan mesra, ''Maafkan aku, Sayang kurasa kamu benar. Itu memang suara ayam kok''.

''Terima kasih, Sayang'', kata si istri sambil menggenggam tangan suaminya.

''Kuek! Kuek! Terdengar lagi suara di hutan, mengiringi mereka berjalan bersama dalam cerita.

Maksud dari cerita bahwa si suami akhirnya sadar bahwa: siapa sih yang peduli itu ayam atau bebek? Yang lebih penting adalah keharmonisan mereka, yang membuat mereka dapat menikmati kebersamaan pada malam yang indah itu. Berapa banyak pernikahan yang hancur gara-gara persoalan sepele? Berapa banyak perceraian terjadi karena hal-hal ''ayam atau bebek?''

Lho, siapa tahu? Mungkin saja itu adalah ayam yang direkayasa genetika sehingga bersuara seperti bebek?

Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm
Share:

Rabu, 06 Maret 2013

Dua Bata Jelek

 on  with No comments 
In ,  
Dua Bata Jelek
Oleh Ajahn Brahm

Setelah kami membeli tanah untuk vihara kami pada tahun 1983, kami jatuh bangkrut. Kami terjerat hutang. Tidak ada bangunan di atas tanah itu, bahkan sebuah gubukpun tidak ada. Pada minggu-minggu pertama, kami tidur di atas pintu-pintu tua yang kami beli murah dari pasar loak. Kami mengganjal pintu-pintu itu dengan batu bata di setiap sudut untuk meninggikannya dari tanah (tak ada matras-tentu saja, kamikan pertapa hutan).

Biksu kepala mendapatkan pintu yang paling bagus, pintu yang datar. Pintu saya bergelombang dengan lubang yang cukup besar ditengahnya, yang dulunya tempat gagang pintu. Saya senang karena gagang pintu itu telah dicopot, tetapi malah jadi ada lubang persis di tengah-tengah ranjang pintu saya. Saya melucu dengan mengatakan bahwa sekarang saya tidak perlu bangkit dari ranjang jika ingin ke toilet! Kenyataan nya, ada saja, angin masuk melewati lubang itu. Saya jadi tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam-malam itu.

Kami hanyalah bhikkhu-bhikkhu miskin yang memerlukan sebuah bangunan. Kami tak mampu membayar tukang, bahan-bahan bangunannya sudah cukup mahal. Jadi saya harus belajar cara bertukang: bagaiman mempersiapkan pondasi, menyemen, dan memasang batu bata. Saya adalah seorang fisikawan teori dan guru SMA sebelum menjadi bikkhu, tidak terbiasa bekerja kasar. Setelah beberapa tahun, saya menjadi cukup terampil bertukang, bahkan saya menjuluki tim saya ''BBC'' (Buddhist Building Company). Tetapi, pada saat memulainya, ternyata bertukang itu sangatlah sulit.

Kelihatannya gampang, membuat tembok dengan batu bata: tinggal tuangkan seonggok semen, sedikit ketok sana, sedikit ketok sini. Ketika saya mulai memasang batu bata, saya ketok satu sisi untuk meratakannya, tetapi sisi lain malah menjadi naik. Lalu saya ratakan sisi yang naik itu, batu batanya menjadi melenceng. Setelah saya ratakan kembali, sisi yang pertama jadi terangkat lagi. Coba saja sendiri!

Sebagai seorang bhikkhu, saya memiliki kesabaran dan waktu sebanyak yang saya perlukan. Saya pastikan setiap batu bata terpasang sempurna, tak perduli berapa lama jadinya. Akhirnya saya menyelesaikan tembok batu bata saya yang pertama dan berdiri dibaliknya untuk mengagumi hasil karya saya. Saat itulah saya melihatnya ''oh, tidak!'' Saya telah keliru menyusun dua batu bata. Semua batu bata lain sudah lurus, tetapi dua batu bata tersebut tampak miring. Mereka terlihat jelek sekali. Mereka merusak keseluruhan tembok. Mereka meruntuhkannya.

Saat itu semennya sudah terlanjur terlalu keras untuk mencabut dua batu bata itu, jadi saya bertanya kepada kepala Vihara apakah saya boleh membongkar tembok itu dan membangun kembali tembok yang baru, atau kalau perlu, meledakkannya sekalian. Saya telah membuat kesalahan dan saya menajdi gundah gulana. Kepala Vihara bilang tidak perlu, biarkan saja temboknya seperti itu.

Ketika saya membawa para tamu pertama kali berkunjung keliling Vihara kami yang baru setengah jadi, saya selalu menghindarkan membawa mereka melewati tembok bata yang saya buat. Saya tidak suka jika ada orang yang melihatnya. Lalu suatu hari, kira-kira 3-4 bulan setelah saya membangun tembok itu, saya berjalan dengan seorang pengunjung dan dia melihatnya.

''Itu tembok yang indah'', ia berkomentar dengan santainya.

''Pak'', saya menjawab dengan terekejut, ''Apakah kacamata Anda tertinggal di Mobil? Apakah penglihatan Anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?''

Apa yang ia ucapkan selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan saya terhadap tembok itu, berkenan dengan diri saya sendiri dan banyak aspek lainnya dalam kehidupan. Dia berkata, ''Ya, saya bisa melihat dua bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 batu bata yang bagus''.

Saya tertegun. Untuk melihat pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan, saya mampu melihat batu bata-batu bata lainnya selain dua batu bata jelek itu. Di atas, di bawah, di kiri, dan di kanan dari dua batu bata jelek itu adalah batu bata-batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang sempurna, saya hanya terpusat pada dua bata jelek itu. Selama ini, mata saya hanya terpusat pada dua kesalahan yang telah saya perbuat; saya terbutakan dari hal-hal lainnya. Itulah sebabnya saya tidak tahan melihat tembok itu, atau tidak rela membiarkan orang lain melihatnya juga. Itulah sebabnya saya ingin menghancurkannya. Sekarang, saya dapat melihat batu batu-batu bata yang bagus, tembok itu jadi tampak tidak terlalu buruk lagi. Tembok itu menjadi seperti yang dikatakan pengunjung itu, ''Sebuah tembok yang indah''. Tembok itu masih tetap berdiri sampai sekarng, setelah dua puluh tahun, namun saya sudah lupa persisnya di mana dua bata jelek itu berada. Saya benar-benar tidak dapat melihat kesalahan itu lagi.

Berapa banyak orang yang memutuskan hubungan atau bercerai karena semua yang mereka lihat dari diri pasangannya adalah ''dua bata jelek?'' Berapa banyak di antara kita yang menjadi depresi atau bahkan ingin bunuh diri, karena semua yang kita lihat dalam diri kita hanyalah ''dua bata jelek?'' Pada kenyataannya, ada banyak, jauh lebih banyak batu bata yang bagus di atas, di bawah, di kiri, dan di kanan dari yang jelek, namun pada saat itu kita tidak mampu melihatnya. Malahan, setiap kali kita melihatnya, mata kita hanya terfokus pada kekeliruan yang kita buat. Semua yang kita lihat adalah kesalahan, dan kita mengira yang ada hanyalah kekeliruan semata, karenanya kita ingin menghancurkannya. Dan terkadang, sayangnya kita benar-benar menghancurkan ''sebuah tembok yang indah''.

Kita semua memiliki ''dua bata yang jelek'', namun bata yang baik di dalam diri kita masing-masing, jauh lebih banyak dari pada bata yang jelek. Begitu kita melihatnya, semua akan tampak tidak terlalu buruk lagi. Bukan hanya kita bisa berdamai dengan diri sendiri, termasuk dengan kesalahan-kesalahan kita, namun kita juga bisa menikmati hidup bersama pasangan kita. Ini kabar buruk bagi pengacara urusan perceraian, tetapi ini kabar baik bagi Anda.

Saya telah beberapa kali menceritakan anekdot ini. Pada suatu pertemuan, seorang tukang bangunan mendatangi dan memberi tahu saya tentang rahasia profesinya.

''Kami para tukang bangunan selalu membuat kesalahan,'' katanya, ''tetapi kami bilang kepelanggan kami bahwa itu adalah ''ciri unik'' yang tiada duanya di rumah-rumah tetangga. Lalu kami menagih biaya tambahan ribuan dollar!''

Jadi, ''ciri unik'' di rumah Anda, bisa jadi, awalnya adalah suatu kesalahan. Dengan cara yang sama, apa yang Anda kira sebagai kesalahan pada diri, rekan Anda, atau hidup pada umumnya, dapat menjadi sebuah ''ciri unik'', yang memperkaya hidup Anda di dunia ini, tatkala Anda tidak lagi terfokus padanya.

Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm
Share: