Sabtu, 23 Februari 2013

Māgha Puja

 on  with No comments 
In  
Māgha merupakan salah satu nama bulan dalam penanggalan di India kuno. Biasanya bulan Māgha ini jatuh antara bulan Februari dan Maret. Māgha Pūjā berarti puja/peringatan yang berhubungan dengan bulan Māgha. Māgha Pūjā yang kita peringati ini terjadi sembilan bulan setelah Pangeran Siddhartha mencapai penerangan sempurna di bulan Waisak. Hari suci Māgha Puja memperingati empat peristiwa penting, yaitu :
  1. Seribu dua ratus lima puluh orang bhikkhu datang berkumpul tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
  2. Mereka semuanya telah mencapai tingkat kesucian arahat.
  3. Mereka semuanya memiliki enam abhinna.
  4. Mereka semua ditabiskan oleh Sang Buddha dengan ucapan “Ehi Bhikkhu”.
Peristiwa penting ini dinamakan Caturangga-sannipata, yang berarti pertemuan besar para arahat yang diberkahi dengan empat faktor, yaitu seperti tersebut di atas. Peristiwa penting ini terjadi hanya satu kali dalam kehidupan Sang Buddha Gotama, yaitu pada saat purnama penuh di bulan Magha (Februari), tahun 587 Sebelum Masehi ( sembilan bulan setelah Sang Buddha mencapai Bodhi). Pada waktu itu, seribu dua ratus lima puluh orang bhikkhu datang secara serempak pada waktu yang bersamaan, tanpa adanya undangan dan perjanjian sebelumnya ke tempat kediaman Sang Buddha di vihara Veluvana (Veluvanarama, yang berarti hutan pohon bambu) di kota Rajagaha. Mereka datang dengan tujuan untuk memberi hormat kepada Sang Buddha sekembalinya mereka dari tugas menyebarkan Dhamma dan melaporkan hasil penyebaran Dhamma yang telah mereka lakukan tersebut.

Para bhikkhu yang berkumpul pada peristiwa Magha Puja itu telah mencapai tingkat kesucian yang tertinggi, yaitu arahat. Mereka telah berhasil membasmi semua kilesa atau kekotoran batinnya sampai keakar-akarnya, sehingga mereka dikatakan telah khinasava atau bersih dari kekotoran batin. Mereka tidak mungkin lagi berbuat salah. Mereka telah sempurna.

Mereka memiliki abhinna atau kemampuan batin yang lengkap yang berjumlah enam jenis, yaitu :
  1. Pubbenivasanussatinana, yang berarti kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang dahulu.
  2. Dibbacakkhunana, yang berarti kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan kesanggupan melihat muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan karmanya masing-masing (mata dewa).
  3. Asavakkhayanana, yang berarti kemampuan untuk memusnahkan asava atau kekotoran batin.
  4. Cetoporiyanana, yang berarti kemampuan untuk membaca pikiran makhluk-makhluk lain.
  5. Dibbasotanana, yang berarti kemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam apaya, alam manusia, alam dewa, dan alam brahma yang dekat maupun yang jauh.
  6. Iddhividhanana, yang berarti kekuatan magis, yang terdiri dari :
  1. Adhittana-iddhi, yang berarti kemampuan mengubah tubuh sendiri dari satu menjadi banyak dan dari banyak menjadi satu.
  2. Vikubbana-iddhi, yang berarti kemampuan untuk “menyalin rupa “, umpamanya menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa membuat diri menjadi tidak tertampak.
  3. Manomaya-iddhi, yang berarti kemampuan mencipta dengan menggunakan pikiran, umpamanya menciptakan harimau, pohon, dewi.
  4. Nanavipphara-iddhi, yang berarti pengetahuan menembus ajaran.
  5. Samadhivipphara-iddhi, yang berati kemampuan konsentrasi, seperti:
  • Kemampuan menembus dinding, tanah, dan gunung.
  • Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam kedalam air.
  • Kemampuan berjalan diatas air.
  • Kemampuan melawan air.
  • Kemampuan terbang di angkasa.

Para bhikkhu yang berkumpul pada peristiwa Magha Puja itu semuanya ditabiskan oleh Sang Buddha dengan cara “Ehi Bhikkhu Upasampada”. Pada saat pentahbiskan itu, Sang Buddha mengucapkan kata-kata sebagai berikut :
“ Mari (Ehi) Bhikkhu, Dhamma telah dibabarkan dengan jelas. Laksanakan penghidupan suci dan singkirkan penderitaan.”

Pada kesempatan agung itu, Sang Buddha menerangkan prinsip-prinsip ajaran yang disebut Ovada Patimokkha. Isi dari Ovada Patimokkha itu sama dengan syair yang tercantum dalam kitab suci Dhammapada bab XIV ayat 183, 184, dan 185 yaitu sebagai berikut :

Khantῑ paramaṁ tapo tῑtikkhā
Nibbānaṁ paramaṁ vadanti buddhā
Na hi pabbajito parūpaghātῑ
Samaṇo hoti paraṁ viheṭhayanto

Sabbapāpassa akaraṇaṁ
Kusalassūpasampadā
Sacittapariyodapanaṁ
Etam buddhāna sāsanaṁ

Anūpavādo anūpaghāto
Pāṭimokkhe ca saṁvaro
Mattaññutā ca bhattasmiṁ
Pantañca sayanāsanaṁ
Adhicitte ca āyogo
Etaṁ buddhāna sāsananti

Kesabaran adalah praktik bertapa yang paling tinggi.
“ Nibbana adalah yang tertinggi,” begitulah sabda para Buddha.
Dia yang masih menyakiti orang lain,
Sesungguhnya bukanlah seorang pertapa (samana).

Janganlah berbuat kejahatan,
Perbanyaklah perbuatan baik,
Sucikan hati dan pikiran,
Inilah ajaran para Buddha.

Tidak menghina, tidak menyakiti,
Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan,
Makanlah secukupnya,
Hidup di tempat yang sunyi,
Dan giat mengembangkan batin nan luhur,
Inilah ajaran para Buddha.

Ovādapāṭimokkha yang dibabarkan Sang Buddha merupakan nasehat tentang cara hidup luhur bagi para samana/para bhikkhu. Hidup luhur adalah hidup yang bebas dari segala noda batin yakni; kāmāsava (noda batin berupa nafsu indria), bhavāsava (noda batin berupa kesenangan kemenjadian), avijjāsava (noda batin berupa ketidaktahuan). Untuk membebaskan diri dari segala noda batin adalah dengan pengembangan sῑla, samādhi, dan paññā.

Sῑla, samādhi, dan paññā akan berkembang dengan maju jika dilandasi dengan praktik kesabaran. Tanpa adanya kesabaran, sīla, samādhi, dan paññā sulit untuk dikembangkan. Oleh karena itu, Guru Agung kita meletakkan kesabaran, dalam syair paling awal. Mengingat bahwa kunci dasar untuk melatih diri, menahan diri serta mengembangkan diri adalah dengan praktik kesabaran.

Bagi kita umat Buddha, setiap kali kita memperingati Māgha Pūjā, kita seolah-olah diingatkan kembali tentang kesabaran, karena mengingat betapa pentingnya manfaat memiliki kesabaran.

Pada saat sulit, saat ada masalah, jalan untuk menghadapinya adalah dengan mempraktikkan sikap hidup yang sabar. Orang yang sabar adalah orang yang tahan terhadap penderitaan yang dialami.

Kesabaran sulit dimiliki, jika di dalam diri seseorang masih ada nafsu keinginan. Kesabaran muncul dengan mengembangkan kesadaran dan kebijaksanaan. Sabar berarti juga berhati-hati, tidak gegabah, dan juga bisa mengendalikan diri.

Semoga kita semua dapat mempraktikkan kesabaran dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita selalu hidup bahagia.

Pesan terakhir Sang Buddha:
Handadāni bhikkhave amantayāmi vo,
Vaya dhammā saṅkhārā,
Appamādena sampādethāti.

”Kini, oh para bhikkhu, Kuberitahukan kepadamu bahwa; segala sesuatu yang muncul dari perpaduan faktor pembentuk sewajarnya mengalami kehancuran. Sempurnakanlah tugas kalian tanpa lengah.”

Pada peristiwa Suci Magha Puja itu, Sang Buddha juga memberitahukan pengangkatan Arahat Sariputta dan Arahat Moggallana sebagai siswa Utama Beliau (Aggasavaka) dalam Sangha Bhikkhu.
Share:

0 Komentar:

Posting Komentar